(Arrahmah.com) – 1. Jenderal Khaththab rahimahullah yakin bahwa kemenangan di dalam pertempuran yang sengit melawan Rusia sesungguhnya terjadi karena karunia dan taufik Allah swt, dengan kekuatan iman dan yakin
Faktor keteguhan dan kemenangan kita menghadapi tentara yang besar ini tidak lain adalah karunia Allah swt, itu yang pertama. Kemudian kedua, yaitu risalah yang benar, yang diemban oleh para mujahidin dalam rangka membela dan mempertahankan aqidah dan tanah mereka sampai terlepas dari belenggu Rusia yang sebentar lagi akan hancur.
Khaththab rahimahullah berkata, “Adapun tentang senjata, kami hanya memiliki senjata iman dan tawakkal kepada Allah swt semata, itu yang pertama. Kemudian yang kedua adalah senjata Rusia yang kami rampas dalam pertempuran melawan kekuatan militer Rusia. Rasulullah saw bersabda:
“Dan Dia (Allah swt) telah menjadikan rejekiku berada di bawah naungan tombakku.”
2. Perang Gerilya
Jenderal Khaththab rahimahullah dan rekan2nya mengambil pelajaran, bahwa faktor terpenting untuk unggul dan dapat mengacaukan musuh yaitu ketiadaan basis tetap mujahidin di Chechnya. Oleh kerena itu, mereka selalu menjadi kelompok2 kecil yang selalu berpindah2. Mereka pindah dari satu tempat menuju tempat lain, dari satu kota ke kota lain, demikian juga dari desa menuju gunung sesuai dengan perkembangan situasi pertempuran.
Pada awal pertempuran, mujahidin selalu menjaga distrik2 penting yang mereka kuasai dan menahan serangan musuh selama berminggu2. Sebab, menjaga wiayah itu memerlukan keteguhan hati. Namun, tatkala serangan musuh kian dahsyat dan membabi buta, ditambah lagi dengan bahaya yang mengancam kaum muslimin, munculah perubahan dalam strategi perang mujahidin. Dimana mereka turun dari distrik2 yang mereka jaga, kemudian memulai strategi perang gerilya.
Syarat terpenting dari strategi ini yaitu tidak berdiam di tempat tertentu dan mempertahankannya dengan kekuatan.
Jenderal Khaththab berkata: “Saya ingin sekali menjelaskan persoalan yang banyak dilupakan oleh para ahli strategi perang saat ini. Yaitu bahwa jatuhnya kota2 di Chechnya atau bahkan ibukotanya bukan berarti kekalahan di pihak mujahidin dan tidak pula sebagai sebuah kemenangan bagi tentara Rusia. Menurut saya, jatuhnya kota2 itu ke tangan mereka akan menjadi beban berat bagi mereka. Selanjutnya mereka akan terfokus kepada strategi perang dari ovensif kepada devensif dan mempertahankan daerah yang sudah ditaklukkan.
Bagi orang yang mengikuti perkembangan peristiwa perang pertama, dia akan tahu, jatuhnya daerah2 kekuasaan tidak berarti merupakan kekalahan bagi mujahidin dan bukan pula kemenangan untuk musuh mereka. Peristiwa perang pertama Chechnya, hampir seluruh wilayah jatuh ketangan tentara Rusia. Meskipun demikian, mereka tidak mampu bertahan dihadapan kekuatan mujahidin lebih dari 20 bulan. Apalagi dalam pertempuran kali ini (perang Chechnya 2), kondisi mujahidin lebih kuat dibandingkan kondisi sebelumnya. Demikian juga dengan kondisi kekuatan Rusia lebih lemah dari perang yang sebelumnya. Kita berharap kepada Allah swt semoga Dia mengokohkan kita dengan pertolongan-Nya dan mengalahkan musuh kita, sesungguhnya Dia Maha Kuasa. Seberapapun ukuran materi dan kekuatan militer tidak mungkin bisa kami jadikan sebagai andalan. Kami hanya mengandalkan takdir Rabb semesta alam dan kasih sayang-Nya kepada kami.”
Jenderal Khaththab rahimahullah menperingatkan tentara Rusia yang kewalahan menghadapi taktik perang ini, hingga mereka menyerang mujahidin dengan membabi buta dan terkesan ngawur. Dia berkata, “Saya ingin sekali menjelaskan persoalan yang krusial sehubungan dengan strategi perang tentara Rusia. Kekuatan tentara Rusia yang masuk di Negara Chechnya lebih dari 50 ribu pasukan sampai hampir mendekati 200 ribu tentara. Jumlah yang sangat besar menghadapi kekuatan mujahidin yang sangat sedikit ini.
Oleh karena itu, tidak diragukan lagi, hal itu memaksa mereka untuk mengambil strategi perang terbuka. Dengan kekuatan sebesar ini, Rusia dipaksa harus menggunakan strategi perang yang diyakini dapat menghindarkan dari kekalahan seperti yang dialami pada perang pertamanya. Saat itu, mereka mengandalkan serangan jarak jauh, sebagaimana yang dilakukan kekuatan Negara Atlantik di Yugoslavia, dan mencoba menghindari perang jarak dekat melawan mujahidin. Strategi ini adalah strategi buruk. Kami tidak seperti pemerintah Yugoslavia yang mengandalkan kontur geografis dan tempat2 strategis untuk melancarkan perang. Namun, kami (mujahidin Chechnya) menjadikan Allah swt sebagai sandaran pertama kami di dalam mengatur pertempuran. Kemudian kami memiliki taktik lain yang tidak mengandalkan sarana alat perang, kondisi geografis, atau satu medan tempur tertentu. Perhitungan keliru inilah yang dijadikan sandaran pasukan Rusia didalam menentukan strategi perang sehingga perang menjadi sangat sulit dan melelahkan bagi mereka. Sekarang, Rusia terpaksa mengambil keputusan untuk mengerahkan pasukan infantri dan berperang secara terbuka di berbagai medan pertempuran sebagai taktik perang mereka. Oleh karena itu, Rusia membayangkan terjadinya kekalahan dengan jumlah korban tentara tewas dalam jumlah besar.”
3. Seranglah musuhmu sebelum mereka menyerangmu
Jenderal Khaththab rahimahullah bukanlah komandan yang berpijak kepada siasat yang reaktif (menunggu untuk membalas). Dia selalu mengulangi perkataannya, “Seranglah musuhmu sebelum kalian diserang, kita tidak mau menunggu sampai kita diserbu kemudian menjerit seperti jeritan wanita. Akan tetapi, kapan saja kita mencium rencana musuh akan menyerbu, kita harus menghentikan mereka hingga hilang keberanian mereka untuk merampas negeri kaum muslimin.”
Oleh karena itu, dia sangat marah ketika sebagian orang2 yang shalih mencela tindakannya menyerbu Dagestan hingga menyulut terjadinya perang Chechnya kedua. Bahkan sebagian menuduh tindakannya tergesa2 dan membahayakan kaum muslimin. Dia berlepas diri dari tuduhan ini, karena dia tahu bahwa sebenarnya Rusia memang telah bertekad kuat untuk menyerbu negeri Chechnya untuk kedua kalinya. Hal ini diketahui dari banyaknya mata2 yang mereka tebar. Demikian juga tindakan mereka melakukan bom syahid di Moskow dan beberapa faktor lain yang menyebabkan Rusia memberikan lampu hijau untuk menyerbu Chechnya untuk kedua kalinya. Khaththab ingin menjadikan Chechnya dan Dagestan satu negara sebagaimana semula, agar dapat bergerak lebih luas dalam memerangi musuh. Dan juga agar dapat memobilisasi kaum muslimin dalam jumlah yang lebih besar untuk memerangi musuh.
Sungguh kebenaran pendapat Khaththab terbukti setelah beberapa bulan kemudian. Tentara Rusia mengerahkan kekuatan besarnya menyerbu Chechnya dibawah panji-panji “Perang Melawan Teroris”. Hingga Khaththab rahimahullah pernah berkata, “Sampai kapan kita duduk menunggu musuh padahal kita adalah para da’i? Padahal kita tahu bahwa musuh tengah mempersiapkan kekuatan untuk melumatkan dan menghancurkan kita. Namun kita hanya berdiri diatas mimbar-mimbar mengadu dan mengeluhkan kehormatan yang dinodai, jiwa2 yang melayang, dan negeri2 islam yang dirampas hilang.”
4. Khaththab rahimahullah mengerti bahwa kekalahan Rusia tidak akan terjadi dalam segi militer – dalam pengertian konvensional
Jenderal Khaththab mengerti bahwa kekalahan Rusia tidak akan terjadi dalam segi militer — dalam pengetian konvensional, yaitu terjadi peertempuran antara tentara Chechnya dan Rusia yang berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dan pasukan Rusia akan mundur karena tentaranya sudah tidak mampu.
Akan tetapi, kemenangan atas Rusia akan terjadi -Insya Allah- dengan memanfaatkan titik lemah mereka yang paling utama, yaitu ketidakmampuan memikul beban berat kerugian SDM, terlebih dalam waktu yang begitu panjang. Walaupun backing militer dan kemampuan mereka untuk mengganti berbagai kerugian sangat kuat.
Jenderal Khaththab rahimahullah berkata, “Semua tahu, Rusia telah mempersiapkan segala sesuatu untuk melancarkan perang ini. Kami dianggap seperti sekelompok kecil kawanan perampok. Namun, ternyata Rusia terlebih dahulu menyerang kami layaknya dalam kondisi perang melawan pasukan elit. Mereka mengerahkan seluruh peralatan perang yang mereka miliki. Akan tetapi Insya Allah, mereka tidak mungkin memenangkan perang ini. Selama dua tahun yang silam, mereka belum mampu melakukan apa2 melawan kami. Hari ini Rusia telah mengerti dengan baik bahwa menyelesaikan masalah dengan cara militer tidak akan membantunya sama sekali. Umat ini telah memberontak melawan Rusia. Kami tahu dan yakin, apa jalan keluar yang harus kami tempuh ketika menghadapi pertempuran ini. Kami -hari ini- lebih kuat dari yang dahulu. Setiap hari kami mampu menghancurkan banyak kekuatan tentara musuh beserta arsitekturnya. Namun demikian, Rusia masih saja berusaha menyembunyikan kerugian yang dialaminya. Mereka hanya menyatakan satu tentara yang tewas dan sebagian lagi terluka. Kami telah memenangkan pertempuran ini. Namun, Rusia selalu mengingkarinya. Kelak mereka pasti akan mengakui tindakan apa yang lebih baik mereka lakukan.”
5. Jenderal Khaththab meyakini urgensi media informasi dalam jihad
Beliau berkata, “Sesungguhnya Allah swt telah memerintahkan kita untuk berjihad memerangi orang2 kafir dan membunuh mereka seperti mereka memerangi dan membunuh kita. Lihatlah, mereka memerangi kita dengan propaganda dan sarana media informasi. Maka kita harus memerangi mereka juga dengan sarana media informasi kita.”
Oleh karena itu, beliau selalu mendokumentasikan setiap operasi militernya. Beliau memiliki ratusan video di Afghanistan, Tajikistan, dan Chechnya. Beliau beralasan bahwa dengan berbicara saja tidak cukup untuk mematahkan pengakuan2 bohong yang dilakukan media informasi musuh. Akan tetapi, kita harus perkuat kata2 ini dengan bukti. Caranya adalah dengan menampilkan film2 dokumenter guna membantah pengakuan bohong mereka.
6. Jenderal Khaththab rahimahullah adalah seorang da’i
Jenderal Khaththab rahimahullah memiliki manhaj dan aqidah salaf. Hal ini dijelaskan didalam rekaman2 dan kajian2 umum. Akan tetapi beliau tidak memiliki fanatisme terhadap golongannya. Allah SWT telah mencatatnya sebagai sosok yang diterima oleh semua kalangan umat islam tanpa terkecuali, beliau memberi nasehat kepada mereka dan menerima nasehat dari mereka. Beliau memiliki hubungan yang kuat dengan para masayikh (para guru dan pengajar) mujahidin, seperti Syaikh Hamud bin ‘Uqla rahimahullah. Mereka menjadi referensinya di dalam persoalan2 jihad, ilmu dan dakwah. Oleh karena itu tidak kita temukan didalam kelompoknya yang berjihad di Chechnya sebuah kebid’ah-an atau penyimpangan aqidah. Kelompok sufi merasa kehilangan akal dan merasa khawatir dengan kekuatannya, sehingga mereka memilih untuk bekerja sama membantu Rusia dalam membendung pemikiran beliau yang mulai menyebar dan mempengaruhi banyak orang.
Khaththab menilai, Chechnya merupakan negeri yang subur untuk membina dakwah. Maka dia mulai melakukan aktivitas dakwah untuk membentuk basis2 dakwah dan jihad berdasarkan garis haluan yang shahih. Kemudian beliau mendirikan “Ma’had Al-Qauqaz li I’dad Ad-Du’at“. Setiap personal harus bergabung didalamnya sebelum dia diterima di dalam kancah jihad dan wajib mengikuti pembekalan ilmu secara intensif selama dua bulan. Personal yang ingin mengikuti pembekalan ilmu dan jihad semakin bertambah hingga mencapai 400 siswa. Kondisi ini membuat Rusia marah besar. Selanjutnya, beliau terus mengembangkan upayanya lagi dan mendirikan sekolah untuk menghafal Al Qur’an. Beliau menyusun banyak program, diantaranya: pembekalan para da’i, kajian tematik di berbagai kota, kajian materi2 pokok dan program khusus untuk meningkatkan kualitas para da’i. Dia pernah mengungkapkan, “Kami menyaksikan pengaruh yang signifikan dari kegiatan ini dalam aspek pengorbanan dan kegigihan para mujahidin.”
Dengan kegiatan ini jihad Chechnya bisa menjadi contoh. Tidak ada perselisihan, perpecahan, dan saling mencela. Seluruhnya bersatu di bawah satu pimpinan. Merekapun mengangkat seorang mufti agar mereka tidak melakukan pelanggaran, dia adalah Abu Umar As-Saif.
Jenderal Khaththab rahimahullah menyeru manusia secara bertahap.
Beliau pernah bertempur di Afghanistan. Dan kita belum pernah mendengar dia terlibat konflik dengan seorang Afghan pun karena perbedaan aqidah, meskipun disana banyak berkembang pemikiran2 tasawuf. Kemudian beliau bertempur di Tajikistan di bawah komando Abdullah Nuri, meskipun dia termasuk salah satu pemimpin aliran tasawuf disana, hanya saja manusia lebih menggantungkan diri kepada Khaththab hingga muncul kedengkian dalam hati sebagian kaum munafiqin, seperti komandan Ridhwan yang disebut oleh Khaththab sebagai “pemimpin perang yang busuk”.
Ketika sampai di Chechnya, beliau mengajak masyarakat untuk shalat, membayar zakat, dan membaca Al-Qur’an. Beliau tidak pernah mengajak mereka kepada masalah2 aqidah. Setelah beliau menjadi tokoh dan dicintai oleh seluruh manusia, beliaupun mendirikan pesantren2 yang mengajarkan aqidah yg benar.
Pada masa awal jihadnya, Khaththab sangat berhati2 dan melarang sahabat2nya melibatkan diri dalam masalah yang akan membangkitkan emosi masyarakat seluruh wilayah. Apabila beliau mendapati seseorang yang mau menerima kebaikan, barulah beliau mengajaknya kepada aqidah salaf. Oleh karena itu beliau melarang teman2nya pergi kepasar2 dan masuk keperkampungan di negeri tersebut, sebab aliran tasawuf sangat kuat. Dia khawatir nanti para tokoh sufi memprovokasi manusia untuk melawan mereka.
Sedangkan untuk kebutuhan mujahidin, salah seorang diberi tugas untuk pergi ke pasar dua hari sekali saja. Bahkan beliau sendiri selama hidupnya belum pernah pergi ke Grozny sebagaimana yang pernah dia katakan kecuali hanya sekali saja, setelah didesak oleh para komandan Chechnya untuk menghadiri pesta perkawinan sebagai wujud rasa hormat kepadanya.
Meskipun usaha keras para tokoh sufi untuk membangkitkan amarah masyarakat, namun setiap usaha mereka selalu gagal. Mereka menyebut Khaththab sebagai wahabi, yang hukumnya lebih kafir daripada yahudi dan nasrani. Mereka menuduh bahwa jihadnya pada masa kekuasaan Dudayev adalah batil, sebab perang yang dilakukan Dudayev adalah membela negeri saja. Khaththab mengikuti jihad ini dibawah panji2 Jauhar Dudayev, selaku mantan kepala negara Chechnya. Akan tetapi saat itu, Khaththab rahimahullah memiliki program khusus untuk kepentingan kelompoknya.
Pada awal perjalanan jihadnya di Chechnya, sebagian para da’i enggan bergabung bersamanya. Mereka berkomentar, “Bagaimana mungkin engkau berperang bersama orang2 sufi dan haluliyah (meyakini bahwa Allah swt dapat menitis ke dalam makhluk).” Maka Khaththab berkata kepada mereka, “Mereka terlalu dini untuk divonis sebagai orang kafir dan atheis, maka kalian jangan terlalu gegabah.”
Akhirnya beliau mampu menarik hati mereka sebagaimana kebiasaan beliau saat beretorika membujuk orang lain. Sampai sahabatnya berkata, “Seandainya Khaththab mengatakan segelas susu adalah air, kami pasti akan membenarkannya.” Inilah anugerah Allah swt yang dilimpahkan kepadanya.
7. Khaththab, antara sikap tangkas dan tekad kuat
Anda pasti akan terkesima tatkala menyaksikan film dokumenter yang menayangkan pribadi Khaththab didalamnya. Para tentaranya begitu cinta dan sangat menggantungkan diri kepadanya. Anda akan terkagum2 melihat begitu berwibawa dan diseganinya beliau saat berinteraksi dengan sesamanya. Khaththab sangat rendah hati ketika anda melihatnya tengah bergurau dengan mereka. Dia bergurau dengan lisan, tangan, bahkan dengan kakinya. Disana anda dapat menyaksikan suasana riang tanpa beban, sikap lapang dada, dan akhlak yang baik.
Adapun sikap teguh dan tekad kuat yang dia miliki, dia pernah menuturkan kisahnya, “Ketika saya datang ke Chechnya, saya bergabung bersama pasukan yang terdiri dari 90 prajurit, semuanya adalah murid Syaikh Fathi Asy-Syisyani hafizhahullah. Kemudian saya mengurangi 15 tentara kemudian 15 tentara lagi sesudahnya, sehingga yang tersisa bersamaku berjumlah 60 tentara. Kemudian beberapa rekan mengingatkanku agar berhati2 terhadap pemecatan ini, sebab orang2 Chechnya memiliki sifat fanatik kepada kelompoknya, apabila sebagian saja pergi, maka kemungkinan besar yang lain akan mengikutinya. Di suatu hari kami semua tidur. Di pagi harinya ternyata kelompok jaga juga ikut tidur bersama kami. Kemudian saya lupakan sejenak persoalan jaga, malam itu udara sangat dingin. Saya pun memerintahkan mereka untuk melepas sepatu, kemudian menyuruh mereka berjalan kearah sungai. Padahal saat itu kondisi rumput terasa sangat dingin seperti pohon kurma yang basah. Kemudian mereka berjalan dengan kondisi sangat kritis akibat cuaca yang sangat dingin. Ketika kami sampai ditepi sungai, saya perintahkan mereka mencelupkan kaki mereka kedalam air sungai sebagai latihan untuk mereka. Setelah beberapa lama kemudian saya perintahkan mereka keluar dari sungai. Akibatnya kaki mereka membeku sampai ada sebagian dari mereka jatuh karena lelah dan rasa sakit. Tiba2 terdengar suara teriakan tertuju padaku, rupanya mereka protes dan mengancam akan meninggalkanku. Saya berkata kepada mereka, “Aku tidak keberatan, meski tak seorangpun mau bergabung bersama saya.” Padahal dalam hati, saya khawatir mereka benar2 meninggalkan saya dan diikuti hilangnya impian saya untuk membebaskan negeri tersebut. Akan tetapi Allah swt memberikan kemudahan, mereka tetap berjumlah 60 tentara. Kemudian mereka mengambil kesimpulan untuk mengadakan daurah ilmiah selama 25 hari. Saat ini mereka telah menjadi para komandan peleton dan menjadi pasukan elit.”
Dari buku “Khaththab Sang Panglima” tulisan Abu Anas Ath-Thaifi (salah seorang anggota pasukan jenderal Khaththab rahimahullah)
Diambil dari: Jahizunacom
(saif al battar/arrahmah.com)