BARCELONA (Arrahmah.com) – Penyerang Barcelona, Antoine Griezmann, memutuskan untuk mengakhiri kerjasama dengan raksasa elektronik Cina, Huawei, terkait dugaan keterlibatan mereka dengan persekusi etnis muslim Uighur.
Hal tersebut disampaikan Antoine Griezmann dalam sebuah postingan di Instagram pribadinya. Griezmann mengutarakan alasannya bahwa ada kecurigaan kuat Huawei terlibat dalam pengembangan sistem ‘Waspada Uighur’ melalui program pengenalan muka.
“Saya mengambil kesempatan ini untuk mengundang Huawei untuk tidak hanya senang dengan menolak tuduhan ini tetapi mengimplementasi aksi secepat mungkin demi mengutuk persekusi massal serta menggunakan pengaruhnya untuk menghormati hak-hak pria dan wanita di semua komunitas,” tulisnya seperti dikutp dari The Guardian (10/12/2020).
Hubungan Griezmann dan Huawei dimulai sebelum Piala Dunia 2018 yang akhirnya dimenangkan oleh sang pemain dan timnas Perancis. Setelah itu, ia menjadi muka beberapa kampanye perusahaan yang bermarkas di Shenzhen tersebut baik di Perancis maupun ranah internasional.
Huawei merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di dunia termasuk untuk pengembangan jaringan 5G.
Indonesia adalah salah satu klien utama Huawei dan perusahaan tersebut bersama dengan ZTE menjadi salah satu tulang punggung infrastruktur Tanah Air memasuki era 5G.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa lebih dari satu juta Muslim telah ditahan di Xinjiang dan para aktivis mengatakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida sedang terjadi di sana.
PBB sebelumnya mengatakan lebih dari 1 juta warga Uighur dan sebagian besar penduduk berbahasa Turki Muslim di Xinjiang telah ditahan dalam beberapa tahun terakhir.
Melansir dari Al Jazeera pada akhir September lalu bahwa perluasan jaringan pusat penahanan di Xinjiang dilakukan pada saat Beijing juga akan menghentikan program “pendidikan ulang” untuk etnis Uighur, yang telah dikecam secara internasional.
Penelitian baru tersebut dirilis oleh Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) pada Kamis (24/9). Disebutkan dalam penelitian tersebut bahwa pihaknya telah mengidentifikasi ada lebih dari 380 “fasilitas penahanan yang dicurigai” berada di wilayah Xinjiang. Cina membantah adanya pelanggaran dan mengklaim kamp-kampnya di wilayah tersebut memberikan pelatihan kejuruan dan membantu memerangi ekstremisme. (Hanoum/Arrahmah.com)