JAKARTA (Arrahmah.com) – Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) Setara Institute meminta Alexander Aan calon Pegawai negeri sipil yang menyebarkan faham Atheisme dibebaskan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
“Terdakwa perlu dibebaskan dan mendapat pemulihan karena kebebasan berkeyakinan merupakan hak, bukan kewajiban,” kata peneliti Setara Institute, Ismail Hasani, kepada pers di Jakarta, Senin (11/6).
Lanjut Ismail, tidak ada hukum di Indonesia yang melarang atheisme. Konstitusi negeri ini pun menempatkan agama sebagai hak, bukan kewajiban. “Hukum di Indonesia memang tidak melarang atheisme,” kata Ismail
Tak hanya itu, setara juga mengkritik dakwaan terhadap Alexander Aan karena menjadi ateis. Wakil Ketua Setara, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan, semua warga negara Indonesia bebas memeluk agama apa pun sesuai keyakinan.
“Juga bebas memilih untuk tidak beragama,” kata Bonar dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin, 11 Juni 2012. Menurut dia, penganut atheis pun berhak untuk berekspresi.
Menurut Bonar, persoalan yang dialami Aan bukanlah menyangkut ateisme. Melainkan kebebasan berpendapat yang dibatasi. Seharusnya, tak ada pasal yang dikenakan kepada Aan, termasuk ketentuan penodaan agama.
Kasus Atheisme Aan bermula awal tahun ini. Saat itu, calon pegawai negeri sipil di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, ini menulis kalimat “God doesn”t exist” di akun Facebook-nya. Di tempat kerjanya, kantor Bappeda Dharmasraya, Aan terlihat mengakses grup Atheis Minang yang ada di Facebook. Aan dinilai mengelola grup itu.
Aan dijatuhi tiga dakwaan. Pertama, menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian dan permusuhan agama yang termaktub dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia juga didakwa dengan Pasal 156 A huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu sengaja bertindak bermusuhan dan menodai agama. Terakhir, Aan didakwa dengan Pasal 156 A huruf b. Aan dituntut pidana 3,5 tahun. (bilal/arrahmah.com)