ROHINGYA (Arrahmah.com) – Seorang gadis Muslim Rohingya berusia 16 tahun telah mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa dia diperkosa oleh sekelompok polisi dan warga Rakhine setempat menyusul pembantaian yang terjadi di desa Du Chee Yar Tan, negara bagian Rakhine, Myanmar, sebagaimana dirilis oleh Anadolu Agency, Rabu (5/1/2014).
Menurut sumber Anadolu Agency, setidaknya 50 orang tewas bulan lalu ketika sekelompok umat Buddha setempat, didukung oleh polisi, mengamuk di desa tersebut dan membunuh orang tua, wanita dan anak-anak. Setelah kekerasan itu, bagian barat desa dibakar. Sumber tersebut juga menyatakan bahwa polisi terlibat dalam insiden ini.
Gadis tersebut, yang telah meminta Anadolu Agency untuk tidak mencantumkan namanya karena takut kepada pihak berwenang Myanmar, mengatakan bahwa polisi dan warga desa Rakhine mulai membakar desa mereka. Dia mengatakan bahwa setelah beberapa warga desa Rohingya mencoba untuk memadamkan api, polisi menembaki mereka, sehingga mereka terpaksa mengungsi ke ladang. Dia melarikan diri dengan ibu dan bibinya ketika polisi menangkapnya dan menempatkannya dalam tahanan. Namun, dia tidak dibawa ke kantor polisi.
“Polisi membawa saya ke pasar yang terletak antara Du Chee Yar Tan dan desa Khayae Myuing Rakhine,” katanya. “Mereka menahan saya di sebuah toko kelontong. Semuanya terkunci,” tambahnya.
Dia juga mengatakan bahwa polisi berbicara dengannya dan memintanya untuk memeluk agama Buddha, tapi gadis itu menolak. Dia tidak mau mengubah agamanya.
“Mereka kemudian memukuli saya. Saya ditampar. Dipukuli dengan tongkat,” kenangnya. Pada titik ini suaranya mulai pecah dan dia kemudian mulai menangis.
“Saya mengingat kejadian itu dengan jelas. Tepat sebelum fajar, warga Rakhine pertama masuk, dia kemudian memperkosa saya. Kemudian yang lain datang, satu per satu. Ada empat orang Rakhine, dan tiga petugas polisi,” isaknya. “Satu demi satu,” ulangnya.
Kisah tentang penculikan itu dibenarkan oleh anggota keluarga gadis itu. Keluarga tersebut saat ini sedang dalam persembunyian, karena banyak warga desa dari desa Du Chee Yar Tan. Keluarganya mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa gadis berusia 16 tahun tersebut belum pernah pergi dokter atau ke rumah sakit karena takut akan terjadi sesuatu yang mungkin terjadi pada mereka. Bibi gadis itu mengatakan bahwa mereka telah memberinya obat untuk memastikan bahwa dia tidak akan hamil, bibi itu tidak bisa menyebutkan nama pil yang diberikan untuk gadis itu, katanya, mereka membelinya dari toko obat.
Akibat kekerasan tahun 2012, ratusan muslim Rohingya tewas dan lebih dari 100.000 terpaksa mengungsi. Muslim Rohingya di Myanmar terus menghadapi kekerasan dan penindasan di tangan umat Buddha dan pasukan keamanan Myanmar. Kaum Muslim Rohingya, yang PBB mengatakan sebagai salah satu minoritas yang paling tertindas di dunia, kebanyakan dari mereka berada di sebelah Barat negara bagian Rakhine, Myanmar.
Menurut Human Rights Watch, kekerasan tahun lalu telah menyebabkan pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh massa Buddha dengan bantuan pasukan keamanan pemerintah.
Muslim Rohingya tidak diakui sebagai warga negara Myanmar dan telah menjadi korban dari serangkaian serangan sektarian yang dilakukan oleh umat Buddha lokal dan pasukan pemerintah selama beberapa dekade. Banyak warga Rohingya terpaksa hidup di kamp-kamp pengungsi yang kekurangan sanitasi, akses terhadap air dan makanan.
Tahun lalu, sebuah artikel mengklaim memiliki bukti yang mengungkapkan bahwa tentara Myanmar telah memperkosa perempuan Rohingya. Pihak berwenang Myanmar telah membantah berita tersebut dan menuduh organisasi media telah memalsukan berita.
Masih menangis gadis itu mengatakan kepada Anadolu Agency: “Saya masih ingat wajah mereka, saya bisa menunjuk mereka jika saya melihat mereka lagi.”
Muslim Rohingya tidak diakui sebagai warga negara Myanmar di bawah UU Kewarganegaraan tahun 1982. (Ameera/Arrahmah.com)