Ahad, di Semarang diadakan bedah buku Salah Kaprah Salafi karya ulama yang sudah tidak asing lagi, Syekh Muhammad Ashim Al Maqdisi. Buku karya penulis buku terkenal (karena paling ditakuti toghut) Millah Ibrahim ini menjelaskan syubhat-syubhat yang biasa dan diyakini kaum atau golongan yang dikenal dengan sebutan salafy, atau salafy murjiah. Seperti apa jalannya bedah buku tersebut? Koresponden Arrahmah.com melaporkannya langsung dari Semarang.
Putar Film Sebelum Bedah Buku
Di awal acara bedah buku Salah Kaprah Salafi, diputar video ceramah-ceramah ustadz-ustadz Salafi (murji’ah), seperti Ustadz Yazid Jawaz, Ustadz Abdul Hakim Umar Al-bdad, dan Ustadz Ainur Rofiq Ghufron. Pemutaran ini dimaksudkan agar para peserta bisa mengetahui pemahaman dan pemikiran ustadz-ustadz salafi ini secara langsung dan nantinya akan dikomentari oleh para pembicara.
Pembicara pertama adalah Ustadz. Salim Mubarok At-Tamimiy yang berasal dari Malang, Jawa Timur. Di awal pembahasan, beliau menceritakan tentang pengalaman beliau selama berada di Salafi dahulu kala, dengan berbagai kejanggalan dalam hati yang tidak bisa terluapkan karena miskinnya ilmu, hingga beliau membaca buku Millah Ibrahim yang spektakuler tersebut, karya Syekh Abu Muhammad Ashim Al Maqdisy.
Setelah membaca buku ini (Millah Ibrahim) beliau mengatakan terjadi perubahan, dan perubahan serta pemahaman baru itulah yang kemudian dijadikannya senjata untuk mendebat ustadz-ustadzya di salafi.
Pembicara kedua dalam acara yang penuh sesak dibanjiri peserta ini adalah sang sang penerjemah buku Salah Kaprah Salafi itu sendiri, yakni ustadz Amman Abdurrahman, yang posisi beliau saat ini bisa dikatakan menjadi ‘duri’ yang begitu menusuk bagi orang-orang murjiah saat ini.
Ustadz Amman pun menjelaskan inti buku tersebut. Sayangnya, karena diformat dalam waktu yang sangat pendek untuk membedah sebuah atau syubhat-syubhat murji’ah yang sangat banyak, maka acara tersebut tidak bisa tuntas dalam membahas semua isi buku yang penuh ilmu tersebut.
Bahkan dalam acara tersebut hanya sempat membahas satu syubhat saja, yakni tentang kufrun duna kufrin. Alhamdulillah, antusiasme dari audiena sangat luar biasa, dan ini juga menjadi indikasi bahwa kaum Muslimin di Semarang sangat berminat dengan pencerahan semacam ini. Peserta yang hadir sangat beragam, mulai dari remaja, sampai orang-orang yang sudah tua, usia sekitar 60-an atau 70-an tahun.
Tanya Dari HTI
Tiba pada sesi tanya jawab, diharapkan ada dari kalangan salafi (murjiah) yang hadir dan lalu bertanya atau membantah semua penjelasan pembicara. Sayangnya hal itu tidak terjadi, entah karena tidak ada yang hadir, atau karena memang ‘takut’ dan tidak ada hujjah untuk membantah.
Pertanyaan malah muncul dari aktivis HTI yang ikut hadir dalam acara tersebut. Penanya meminta penjelasan tentang hukum pengkafiran secara takyin, bukankah konsekwensinya berat? di antaranya putusnya hubungan suami istri, tidak waris mewarisi, dibunuh, mayatnya tidak boleh dimakamkan di pemakaman muslim dan lain-lain? Lalu apakah kita sudah bisa menerapkannya? Kalau tidak bisa berarti bagaimana hukum kita mengkafirkan orang? bukankah tidak bisa?
Pertanyaaan itu dijawab oleh ustad Aman, dengan logika sederhana. Apakah ketika ada pezina muhson yang tertangkap dengan saksi yang cukup, dan kita sekarang tidak atau belum bisa melaksanakan rajam atasnya, apakah status pezinanya diudzur?
Pertanyaan yang lainnya adalah tentang apakah dalam takfir harus ada qodhi? karena jika ada orang yang murtad, maka qodhi akan memanggilnya dan menyuruhnya tobat hingga 3 kali?
Pertanyaan tersebut dijawab panjang lebar oleh ustad Amman, di antaranya bahwa takfir adalah hukum syara’ yang harus dilaksanakan bagi setiap kaum muslimin tidak hanya qodhi dan seterusnya, hingga membahas masalah konsekwensi membunuh orang kafir/murtadin.
Memang, acara ini tidak bisa membahas secara tuntas dan memuaskan semua pertanyaan yang diajukan. Tapi, paling tidak sudah ada pencerahan dan penjelasan secara ilmiah tentang apa dan bagaimana itu salafi yang salah kaprah. Semoga bermanfaat!
Wallahu’alam bis showab!