PADANGPRIAMAN (Arrahmah.com) – Jemaah Tarekat Syattariyah di Ulakan, Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat merayakan Idul Adha 1432 Hijriyah pada Selasa (8/11/2011). Hal tersebut berbeda dua hari dengan waktu yang ditetapkan pemerintah Arab Saudi juga pemerintah Indonesia.
“Penentuan 10 Dzulhijjah sudah bisa dilakukan berdasarkan penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal 1432 H,” kata Qhadi (Imam) Ulakan Tuanku Ali Imran di Ulakan, Padangpariaman.
“Dalam menentukan jatuhnya 10 Dzulhijjah di Ulakan dilakukan berdasarkan bilangan takwim khamsiah yang telah diajarkan secara turun-temurun dari ulama-ulama terdahulu,” jelasnya.
Ali mengungkapkan berdasarkan penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal itu, didapat 10 Dzulhijjah jatuh pada hari Selasa 8 November 2011, berbeda dua hari yang ditetapkan pemerintah.
“Maka dalam penentuan Idul Adha tidak diperlukan ritual melihat bulan seperti untuk memastikan awal masuk puasa Ramadhan dan lebaran Idul Fitri,” katanya.
Ali Imran menambahkan bahwa salat Idul Adha Jamaah Syattariyah dipusatkan di kawasan makam dan masjid Syekh Burhanuddin.
Rencananya shalat juga digelar di Pondok Pesantren Luhur Syekh Burhanuddin, Tanjung Medan, Ulakan, serta Masjid Raya Syekh Burhanuddin yang baru direnovasi akibat gempa dua tahun lalu.
Jamaah Syattariyah juga tersebar di sejumlah daerah di Sumbar, seperti di Kabupaten Pesisir Selatan, Sijunjung, Batu Sangkar, Solok dan beberapa kawasan lainnya. Sedangka di Kabupaten Padangpariaman, jemaah tersebar di antaranya di Kecamatan Sungai Sariak, Patamuan dan berpusat di Ulakan Tapakis.
Sementara itu, Direktur Observatorium Bosscha Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Hakim L Malasan, mengungkapkan adanya perbedaan perayaan Idul Adha 1432 Hijriah yang jatuh 6 November 2011 kemungkinannya sangat kecil sekali. Pasalnya, untuk perayaan Idul Adha pengamatan hilal dilakukan jauh-jauh hari.
“Karena pengamatannya kita lakukan pada awal bulan sedangkan pelaksanaannya pada 10 Dzulhijjah bulan qomariah, maka segala sesuatunya sudah didiskusikan dengan leluasa. Termasuk untuk pengamatan hilalnya pun sudah dilakukan sejak 26 Oktober 2011 lalu,” ujarnya.
Pengamatan hilal yang dilakukan observatorium Bosscha tidak bisa menemukan hilal akibat cuaca yang tidak mendukung. Namun, Ruyatul Hilal Indonesia di Yogyakarta mengklaim telah melihat hilal. Oleh karenanya, pada perayaan Idul Adha tahun ini akan kembali dirayakan secara serempak oleh umat Islam Indonesia.
“Terlebih hingga saat ini diantara kedua ormas Islam terbesar seperti NU dan Muhammadiyah belum terdengar ada perbedaaan sama sekali mengenai perayaan Idul Adha,” paparnya.
Dalam sejarah perayaan Idul Adha, sambungnya, baru satu kali dirayakan secara berbeda yakni pada Idul Adha 1431 Hijriah dimana pemerintah menetapkan Rabu (17/11/10), tetapi warga Muhammadiyah merayakannya berbeda, yakni Selasa (16/11). Kalaupun ada perbedaan pada tahun ini, Kementerian Agama akan membahasnya.
Seperti diketahui, Ketua Bidang Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Umar Syihab mengatakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memastikan perayaan Hari Raya Idul Adha jatuh pada 6 November 2011. Hal tersebut berdasarkan pelaksanaan sidang yang melibatkan tim gabungan dari ormas-ormas Islam serta ahli astronomi. (dbs/arrahmah.com)