LONDON (Arrahmah.com) – Sebuah aksi unjuk rasa digelar di depan gedung Kedutaan Besar AS di London pada Ahad (15/8/2010) lalu, menyeru pembebasan Dr. Aafia Siddiqui, Muslimah Pakistan yang telah berada dalam tahanan selama bertahun-tahun dan menghadapi penyiksaan serta pelecehan tanpa alasan yang jelas.
Para pendemo mengatakan Dr. Aafia dihukum dengan tidak adil atas tuduhan percobaaan pembunuhan dalam sidang di New York.
Pengadilan untuk Siddiqui ditunda hingga bulan depan.
Siddiqui (37) ditahan oleh polisi boneka Afghan pada 17 Juli 2008 dengan tuduhan bahwa ia memiliki dokumen yang berisi bahan pembuat senjata kimia dan peledak yang berada di dalam tasnya.
Keesokan harinya, sebuah tim dari agen FBI mulai melakukan penyelidikan terhadap Siddiqui.
Pemerintah penjajah AS menuduh bahwa selama pemeriksaan, Siddiqui meraih senjata penyidik dan mulai melancarkan penembakan. Klaim ini dibantah dengan tegas oleh pengacara Siddiqui yang berargumentasi bahwa ia terlalu lemah untuk mampu meraih senjata penyidik dan mengangkat senapan otomatis tentara AS.
Satu-satunya orang yang terluka dalam peristiwa tersebut adalah Siddiqui, ia ditembak di dada oleh salah seorang penyidik, sebuah kejanggalan yang nyata.
Pada 3 Februari Siddiqui ditetapkan bersalah atas percobaan pembunuhan dan penyerangan bersenjata.
Pengacaranya telah berargumen bahwa tidak terdapat bukti fisik bahwa Siddiqui telah menyentuh senjata.
“Saya tidak setuju dengan keputusan juri. Menurut pendapat saya itu salah. Tidak ada bukti forensik. Ini adalah keputusan yang didasarkan kepada ketakutan, bukan fakta,” ujar pengacara Siddiqui, Elaine Whitfiels Sharp kepada para awak media tidak lama setelah keputusan Siddiqui dibacakan.
Kelompok HAM mengatakan bahwa Siddiqui diculik di Pakistan bersama ketiga anaknya pada tahun 2003 dan ditahan selama lima tahun oleh AS. Ia mengalami penyiksaan di dalam penjara rahasia.
Ia sangat menderita dalam penjara rahasia AS selama lima tahun saat ia menghilang.
“Para juri mengatakan bahwa ia dibawa ke AS untuk menghadapi dakwaan karena ia menembaki tentara AS,” ujar Petra Bartosiewicz, seorang jurnalis independen yang menulis tentara Siddiqui untuk Majalah Harper pada edisi November 2009.
“Namun apakah mereka tidak mengetahui bahwa ia telah hilang selama lima tahun dan bahwa ketika ia hilang pada tahun 2003 ia dicurigai terkait jaringan Al-Qaeda dan ia tidak pernah dibebankan oleh kasus ini,” tambahnya.
Dua anak Siddiqui yang berusia tiga bulan dan empat tahun ketika ditangkap dan ikut ditahan masih menghilang. (haninmazaya/arrahmah.com)