PADANG (Arrahmah.com) – Langkanya bahan bakar minyak (BBM) khususnya premium dan solar membuat antrean panjang di seluruh SPBU di Sumatera Barat. Kondisi seperti ini sangat meresahkan masyarakat. Untuk itu mahasiswa, Organda, para sopir dan elemen masyarakat lainnya akan turun ke jalan untuk mendesak pemerinah menstabilkan keadaan ini.
Mahasiswa di Kota Padang memberikan waktu 2 x 24 jam terhitung dari Kamis (28/8) kepada pemerintah untuk menstabilkan keadaan. “Jika BBM tidak segera distabilkan, kita mengajak seluruh mahasiswa di Kota Padang dan masyarakat turun ke jalan untuk meminta pemerintah untuk menstabilkan keadaan,” ujar Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Padang Rifki Fernanda Rabu (27/8/2014), sebagaimana dilaporkan harianhaluan.com
Rifki menilai, langkanya BBM ini sangat mengangu aktifitas dari masyarakat. “Banyak anak sekolah yang terlambat datang ke sekolah karena angkot tidak ada. Selain itu saya melihat orang yang mendorong motornya sangat jauh di kawasan Bungus. Hal ini disebabkan karena BBM langka,” ujarnya lagi
Dilakukankannya pembatasan BBM bersubsidi ini dinilai tidak tepat karena masih banyak masyarakat yang berekonomi lemah. “Jika ingin menaikkan harga BBM sebaiknya jangan sekarang. Tapi tunggu sampai ekomomi masyarakat baik. Saat ini kondisi ekonomi masyarakat sedang payah,”ujarnya lagi.
Selain itu, Rifki meminta pemerintah untuk memberikan langkah yang kongkret terhadap permasalahan BBM bersubsidi ini.
Sementara itu, para sopir merasakan langsung akibat kelangkaan BBM ini. Sejumlah sopir angkutan umum jurusan Lubuk Buaya ke Pasar Raya tidak beroperasi.
Salah seorang sopir angkutan umum Arif ( 27) mengatakan, semenjak kelangkaan BBM pendapatannya menurun dari Rp 70.000 menjadi Rp 35.000, sebelum kelangkaan BBM ia bisa 6 trip Lubuk Buaya – Pasar Raya. Namun setelah kelangkaan BBM hanya 2 hingga 3 trip saja dalam sehari.
Hal senada juga disampaikan sopir angkot Padang Nanda (25), dia sudah mengatre dari pukul 21.00 sampai pukul 01.00 untuk mendapatkan BBM, setelah lima jam baru ia mendapatkan BBM untuk ‘menarik’ angkot pada pagi harinya.
Beberapa sopir angkot mengaku terpaksa menaikkan tarif angkotnya karena kelangkaan BBM. Seperti diterangkan juga oleh Nanda, biasanya, ongkos dari Lubuk Buaya ke Pasar Raya Rp.3500. Tapi karena kelangkaan BBM dinaikkan menjadi Rp.4000.
“Kalau BBM tetap langka seperti sekarang bisa-bisa kami akan mogok menambang,” pungkas Nanda.
Akibat pembatasan kuota BBM bersubsidi sejak 4 Agustus lalu, dalam beberapa hari belakangan telah menyebabkan 22.000 unit angkutan darat yang berada dibawah naungan Organisasi Angkutan darat (Organda) mengalami kesulitan mendapatkan BBM. Apalagi sebagian besar konsumsi lebih banyak berada pada solar yang mencapai 15.000 unit.
Ketua Organda Sumbar Sengaja Budi Syukur menilai, sudah seharusnya masyarakat dan angkutan darat melakukan demo besar-besar terhadap kebijakan pemerintah ini.
Jika kondisi ini berlangsung terus, aktivitas akan lumpuh dan perekonomian pun akan lumpuh. Kendaraan yang berfungsi membawa logistik, jadi terhambat sehingga pasokan logistik juga berkurang.
“Padang merupakan jalur lalu lintas logistik. Dalam satu hari sekitar 10.000 ton logistik yang akan masuk ke Padang. Akibat terjadinya kelangkaan, maka terjadi penurunan 3.000 ton logistik yang masuk ke Padang,” terang Budi di Padang, Rabu (27/8).
Tidak hanya kesulitan yang dirasakan oleh angkutan kendaraan umum, yang lebih mengkhawatirkan lagi tambah Budi, hal ini akan berimbas pada perkebunan yang berada di Sumbar. Dengan ribuan ton tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan oleh kebun sawit, namun karena distribusi solar terganggu, TBS ini pun bisa mengalami kerusakan. Dan tentunya berdampak pada CVO yang dikirim.
“Akibatnya Sumbar akan ditinggalkan oleh kapal-kapal besar yang memasok CVO,” jelas Budi.
Budi mengatakan, Organda akan mengirimkan surat kepada Pertamina untuk mengizinkan SPBU khusus bagi angkutan darat yang berada dibawah Organda. Jika truk dan lainnya bersaing mendapatkan BBM dengan masyarakat, dikhawatirkan akan memiliki dampak yang lebih besar di tengah masyarakat. Diharapkan di masing-masing kabupaten/kota terdapat dua sampai tiga SPBU khusus bagi Organda.
Disebutkannya, dalam keadaan normal kebutuhan BBM oleh Organda mencapai 1.500 kiloliter per hari. Jika harus berebut dengan masyarakat, maka jangan sampai hal ini membuat anak-anak tidak bisa pergi sekolah karena tidak ada angkutan.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Sumbar Asnawi Bahar mengatakan, dampak dari kebijakan pemerintah ini sudah membahayakan di tengah masyarakat.
Ia meminta agar Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menjalin koordinasi dengan Organda dan Kadin serta aparat keamanan, terkait telah dibatalkannya pembatasan BBM bersubsidi.
“Meskipun kebijakan tersebut sudah dicabut, namun butuh waktu agar keadaan normal kembali. Inilah yang kita carikan solusinya. Gubernur jangan hanya lihat-lihat saja,” terang Asnawi.
Usai dicabutnya kebijakan pembatasan BBM bersubsidi, kini pasokan untuk SPBU sesuai dengan kuota semula. Hanya saja, terang Asnawi dengan 110 SPBU yang berada di Padang dan 110 mobil tangki yang membawa BBM ditambah antrian panjang di SPBU, butuh solusi agar distribusi bisa berjalan lancar.
Ia juga melihat, kesulitan mendapatkan BBM telah membuat turunnya daya beli di masyarakat, karena tenaga terkuras mencari BBM. Tidak hanya itu dikhawatirkan akan terjadi inflasi dan penurunan produksi.
“Produksi di Sumbar ini sudah rendah, dengan ditambahnnya masalah BBM langka, produksi semakin turun lagi,” ucap Asnawi.
Sebagai operator yang memiliki SPBU, ia mengaku kebingungan dengan pembatasan solar bersubsidi ini. Pasalnya, SPBU yang dikelolanya ini menampung kebutuhan solar nelayan yang mencapai 10 ton per hari atau 3 tangki premium dan satu tangki solar. Sekarang dengan pembatasan, untuk satu tangki solar didapat satu kali dalam tiga hari.
Menanggapi permasalahan pembatasan pasokan bahan bakar minyak (BBM) di SPBU, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengatakan, telah mendesak Pertamina untuk menambahkan pasokan BBM ke sejumlah SPBU.
“Sejak terjadinya antrean panjang pengendara di SPBU, saya melakukan koordinasi dengan Pertamina, dikatakannya dua hari lagi pasokan BBM akan normal,” jelas gubernur.
Menurutnya, untuk solar memang sudah ditentukan tentang pembatasan penjualan solar bersubsidi.
Gubernur mengakui, kebijakan bukanlah haknya pemerintah daerah, tapi dari daerah memiliki kesempatan juga untuk menyampaikan keadaan yang terjadi, dan hal itu sudah dilakukan.
Sementara itu pengamat ekonomi UNP Dr.Yulhendri mengatakan dengan pengurangan subsidi BBM akan memberikan dampak jangka pendek. Dengan naiknya harga BBM akan mendorong kenaikan harga-harga lainnya dan melemahkan daya beli masyarakat.
Yulhendri mengatakan bahwa kelangkaan BBM tidak akan bisa dihindari. “BBM bukan barang yang bisa diperbaharui. BBM bisa akan habis suatu saat. Dengan diberikan subsidi tentu pemakaiannya akan lebih banyak oleh masyarakat,”ujar Pengamat Ekonomi UNP Yulhendri Rabu (27/8).
Mengenai kelangkaan BBM ini, Yulhendri berpendapat sebaiknya pemerintah harus tegas dalam menentukan harga. Apakah mau dinaikkan atau tetap. “Sebagian orang saat ini sudah berfikir untuk tidak memikirkan harga BBM. Walaupun mahal akan tetap juga dibeli oleh masyarakat,”ujar Yulhendri lagi.
Dengan adanya subsidi BBM hanya akan memberikan efek baik dalam jangka pendek. “Dengan adanya subsidi BBM ini kita tidak bisa membangun insfrastuktur lainnya. Biaya untuk subsidi BBM Rp 300 triliun sementara untuk belanja modal hanya Rp 200 triliun,”ujarnya lagi.
Yulhendri mengatakan bahwa pemerintah harus melakukan penghematan BBM dengan cara semua kendaraan dialihkan penggunaan sumber energinya tidak menggunakan BBM namun dengan gas atau listrik.
“Yang harus kita tuntuk adalah bagaimana logistik Pertamina menyediakan BBM,” ujarnya.(azm/arrahmah.com)