DAMASKUS (Arrahmah.com) – Seorang bayi tidak bisa memilih apakah ia akan lahir di daerah berkonflik ataukah di wilayah yang aman. Dia juga tidak bisa memilih dengan kondisi seperti apa dia lahir ke dunia.
Begitu juga dengan bayi mungil ini. Dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika dia harus terlahir dengan pecahan peluru yang menancap di alisnya saat ibunya yang sedang hamil tua terkena hantaman peluru di tanah bersimbah darah, Suriah.
Sebuah rekaman muncul dari tim medis Suriah saat menyelamatkan seorang wanita hamil dan anak dalam kandungannya setelah mereka terluka oleh pecahan peluru.
Video yang diposting oleh Aleppo City Medical Council di Facebook pada Jum’at (19/9/2015) menunjukkan para dokter sedang melakukan operasi caesar terhadap seorang ibu hamil untuk mengeluarkan bayinya, sebagaimana dilansir oleh Al Jazeera
Bayi mungil perempuan itu berhasil selamat, dan sepotong pecahan peluru yang menancap di alisnya berhasil ditarik.
Tidak jelas kapan rekaman video itu diambil, tetapi penulis yang memuat rekaman itu di Facebook mengatakan bahwa ibu dan bayi mungilnya itu masih hidup dan dalam kondisi yang baik.
Penulis postingan itu juga menyalahkan serangan rudal yang melukai mereka, yang katanya dilakukan oleh “rezim kriminal, yang berusaha menghentikan kehidupan di kota Aleppo”.
Aleppo adalah kota terbesar Suriah dan dibagi antara pejuang Suriah, pemerintah Suriah dan pasukan Kurdi.
Kota ini telah menjadi target serangan udara dan serangan bom barel rezim yang telah menewaskan ribuan warga sipil.
Pada bulan Mei, tentara Suriah telah menewaskan 75 orang dalam serangan bom barel di dua daerah yang berbeda di provinsi Aleppo.
Serangan bom barel yaitu dengan menjatuhkan barel yang diisi dengan bahan peledak dari helikopter yang melayang di atas area itu. Penggunaan taktik tersebut dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.
Walaupun dianggap ilegal secara international, dan mendapat kecaman secara luas, tapi serangan bom barel ini masih menjadi taktik ampuh rezim paranoid Suriah untuk menghabisi rakyatnya, membuat mereka harus meninggalkan rumahnya, dan mengungsi ke negara-negara lain, terlunta-lunta dan menghadapi ancaman kematian saat melakukan perjalanan yang berbahaya.
(ameera/arrahmah.com)