MAMUJU (Arrahmah.com) – Badan Pengawas Pemilu, menilai, rangcangan undang-undang tentang pemilihan gubernur atau pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah sebuah kemunduran berdemokrasi.
“Bukan karena kami akan kehilangan tugas sebagai pengawas pemilu jika pemilihan melalui DPRD, lalu menilai mundurnya berdemokrasi. Terlepas dari itu, rancangan Undang-Undang tentang pilkada yang disusun oleh Kementerian Dalam Negeri mengatur pemilihan gubernur dilakukan melalui DPRD adalah langkah mundur,” kata anggota Devisi pengawasan Bawaslu, Wahida Suaib, S.Ag, M.Si, saat berada di Mamuju, Minggu (20/3/2011).
Menurutnya, wacana pemerintah menggulirkan pilkada melalui DPRD oleh piha-pihak yang mewacanakan pilkada melalui DPRD karena hanya berlindung dengan alasan hambur-hamburkan anggaran.
“Wacana pilkada melalui DPRD ini karena hanya alasan pemborosan anggaran bagi peserta pilkada. Namun, pernah kah pemerintah melakukan studi secara konprehensif data sehingga mereka selalu mewacanakan pilkada langsung memboroskan anggaran,” ucapnya penuh tanya.
Ia mengatakan, pemerintah pun tak pernah melakukan penelitian tentang legal formal tentang pemborosan pilkada itu sendiri.
Mestinya, kata dia, untuk menghindari terjadinya pemborosan anggaran pilkada langsung, semestinya pemerintah harus membuat aturan untuk pembatasan dana kampanye karena secara unlimited dana kampanye itu tidak pernah dibatasi.
“Jangan karena pemerintah berlindung terjadinya pemborosan anggaran pilkada langsung lalu kemudian diwacanakan untuk pilkada melalui DPRD. Maunya, untuk memangkas anggaran maka aturan penggunaan dana kampanye dan batas-batas wilayah yang digunakan tersebut paling pas untuk dibatasi,” jelasnya.
Kemudian kata dia, yang perlu dilakukan kajian adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah dua putaran.
“Mestinya tidak perlu ada pilkada dua putaran karena akan memicu membengkaknya anggaran. Karena selama ini yang terjadi, pemenang putaran pertama rata-rata menjadi pemenang di putaran kedua. Jadi aturan putaran kedua pilkada itu harus dihilangkan saja untuk mengurangi terjadinya pemborosan biaya pilkada langsung,” paparnya.
Wahida menambahkan, pilkada melalui DPRD pun tidak ada jaminan akan mengurangi anggaran bagi peserta pilkada dan bahkan justeru kemungkinan membangkaknya anggaran akan semakin terkuras oleh peserta pilkada.
“Bisa jadi, jika selama ini pilkada langsung hanya menghabiskan dana milyaran tetapi setelah dilakukan pilkada melalui DPRD dana peserta pilkada mencapai triliunan rupiah,” ucap dia. (ant/arrahmah.com)