JAKARTA (Arrahmah.com) – Psikolog Wanda Anastasia menyarankan orang tua untuk tidak menyediakan televisi di kamar anak supaya anggota keluarga lainnya tetap bisa mengawasi program/acara yang ditonton anak.
Dikutip dari Antara, “Televisi hendaknya diletakkan di ruang keluarga atau ruang terbuka. Dampingi anak saat menonton televisi dan diskusikan saat ada tayangan yang bersifat antisosial,” kata Wanda Anastasia, di Jakarta, Kamis (22/5/2014).
Selain tidak menyediakan televisi di dalam kamar, psikolog dari Klinik Pela 9 itu menyarankan agar orang tua memberikan aturan ketat terkait jadwal menonton televisi pada anak. Misalnya, anak boleh menonton televisi tetapi tidak boleh lebih dari dua jam sehari. Orang tua juga harus memilihkan acara yang sesuai dengan usia anak.
“Diskusikan acara favorit anak dan berikan pemahaman apakah acara tersebut pantas atau tidak untuk mereka,” ujarnya.
Menurut Wanda, sebenarnya tayangan televisi tidak sepenuhnya memberikan efek negatif terhadap anak. Masih ada beberapa tayangan yang bersifat edukatif bagi anak.
“Televisi juga sudah menyediakan tayangan edukatif seperti Bocah Petualang, Laptop di Unyil dan sebagainya. Hanya saja waktu penayangannya saja yang mungkin masih perlu diperhatikan,” tuturnya.
Sebelumnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam situsnya, kpi.go.id Rabu (14/5/2014), telah mengumumkan 10 tayangan sinetron dan sinema yang tidak layak ditonton, terutama bagi anak-anak. Keputusan memasukkan 10 tayangan sebagai tidak layak tonton itu didasarkan atas pengaduan masyarakat yang menilai tayangan tersebut tidak mendidik serta merusak moral.
Pengaduan yang mencapai 1.600 aduan itu lalu ditindaklanjuti KPI dengan melakukan pemantauan dan evaluasi dengan menghadirkan rumah produksi yang memproduksi tayangan tersebut.
KPI menilai tayangan-tayangan tersebut masih banyak memuat banyak unsur pelanggaran. Pelanggaran tersebut meliputi:
-
Tindakan bullying (intimidasi) yang dilakukan anak sekolah.
-
Kekerasan fisik seperti memukul jari dengan kampak, memukul kepala dengan balok kayu, memukul dengan botol beling, menusuk dengan pisau, membanting, mencekik, menyemprot wajah dengan obat serangga, menendang, menampar dan menonjok.
-
Kekerasan verbal seperti melecehkan kaum miskin, menghina anak yang memiliki kebutuhan khusus (cacat fisik), menghina orang tua dan Guru, penggunaan kata-kata yang tidak pantas “anak pembawa celaka, muka tembok, rambut besi, badan batako”.
-
Menampilkan percobaan pembunuhan.
-
Adegan percobaan bunuh diri.
-
Menampilkan remaja yang menggunakan testpack karena hamil di luar nikah.
-
Adanya dialog yang menganjurkan untuk menggugurkan kandungan.
-
Adegan seolah memakan kelinci hidup.
-
Menampilkan seragam sekolah yang tidak sesuai dengan etika pendidikan.
-
Adegan menampilkan kehidupan bebas yang dilakukan anak remaja, seperti merokok, minum-minuman keras dan kehidupan dunia malam.
-
Adegan percobaan pemerkosaan.
-
Konflik rumah tangga dan perselingkuhan.
Bahkan program sinetron dan FTV kerap menggunakan judul-judul yang sangat provokatif dan tidak pantas, seperti: Sumpah Pocong Di Sekolah, Aku Dibuang Suamiku Seperti Tisu Bekas, Mahluk Ngesot, Merebut Suami Dari Simpanan, 3x Ditalak Suami Dalam Semalam, Aku Hamil Suamiku Selingkuh, Pacar Lebih Penting Dari Istri, Ibu Jangan Rebut Suamiku, Istri Dari Neraka aka Aku Benci Istriku.
Atas pelanggaran tersebut KPI menyatakan 10 sinetron dan FTV BERMASALAH dan TIDAK LAYAK DITONTON:
-
Sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda – RCTI
-
Sinetron Pashmina Aisha – RCTI
-
Sinetron ABG Jadi Manten – SCTV
-
Sinetron Ganteng-Ganteng Serigala – SCTV
-
Sinetron Diam-Diam Suka – SCTV
-
Sinema Indonesia – ANTV
-
Sinema Akhir Pekan – ANTV
-
Sinema Pagi – Indosiar
-
Sinema Utama Keluarga – MNC TV
-
Bioskop Indonesia Premier– Trans TV
Atas dasar itu, KPI dengan tegas menyatakan:
-
Stasiun televisi segera memperbaiki sinetron dan FTV tersebut.
-
Production House (PH) agar tidak memproduksi program sinetron dan FTV yang tidak mendidik.
-
Kepada orang tua tidak membiarkan anak menonton program-program tersebut.
-
Anak-anak dan remaja agar selektif dalam memilih tayangan TV dan tidak menonton sinetron dan FTV yang bermasalah.
-
Lembaga pemeringkat Nielsen agar tidak mengukur program siaran hanya berdasarkan pada penilaian kuantitatif semata.
-
Perusahaan pemasang iklan agar tidak memasang iklan pada program-program bermasalah tersebut.
KPI akan memberikan sanksi kepada lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran dalam program-program tersebut. Terhitung sejak release ini dikeluarkan, KPI Pusat akan menindak tegas stasiun televisi yang tidak melakukan perbaikan.
Kami meminta pertanggungjawaban pengelola televisi yang meminjam frekuensi milik publik agar tidak menyajikan program-program yang merusak moral anak bangsa. (azm/arrahmah.com)