TRIPOLI (Arrahmah.com) – Menteri Perminyakan Libya yang membelot dari rezim Gaddafi kemarin (18/6/2011) menyatakan bahwa Barat gagal memenuhi janji untuk mengirimkan dana bantuan, dengan menyatakan bahwa otoritasnya saat ini kekurangan dana akibat melakukan pertempuran selama beberapa bulan.
Perekonomian Libya saat ini bergantung pada ekspor minyak yang selama ini diambil alih oleh pemberontak yang telah berjuang untuk memenuhi kebutuhan di tengah kerusakan infrastruktur energi yang disebabkan oleh konflik. Sejak konflik sipi dengan rezim Gaddafi meletus, produksi minyak terhenti. Libya tidak lagi menjadi produsen utama minyak OPEC di Afrika Utara.
Selama ini, Barat telah membantu para pemberontak melalui serangan udara setiap hari terhadap pasukan Gaddafi, dan telah berjanji untuk memberikan bantuan yang lebih besar dalam rangka menopang difungsikannya kembali aset Libya.
Berbicara kepada Reuters dalam sebuah wawancara di Benghazi, Menteri Keuangan dan Perminyakan, Ali Tarhouni, mengatakan uang bantuan belum tiba selama empat bulan perang.
“Kami tidak punya uang. Kami kehabisan segalanya. Ini adalah kegagalan total. Entah mereka (negara-negara Barat) tidak mengerti atau mereka tidak peduli. Belum ada yang terwujud,” katanya.
“Semua orang yang kami ajak bicara, semua negara, semua yang hadir dalam konferensi ini, dari sisi politik kami menghargai pidato besar mereka. Tetapi mereka gagal. Orang-orang kami sekarat.”
Tarhouni menyatakan ia sudah lelah meminta bantuan yang tak kunjung terealisasi dari Barat. Ia sebelumnya memperkirakan bahwa pemberontak menghabiskan sampai 100 juta dinar Libya ($ 86 juta) per hari.
“Saya tidak mengharapkan kita untuk memproduksi minyak dalam waktu dekat ini,” katanya.
Tarhouni mengatakan otoritas pemberontak telah mengadakan pembicaraan langsung dengan perusahaan asing mengenai kerjasama ekonomi, dan menambahkan bahwa ia tidak memiliki keraguan untuk berurusan dengan orang-orang yang sebelumnya bekerja sama dengan pemerintah Gaddafi di Tripoli.
Saat ditanya dengan perusahaan mana ia berbicara, Tarhouni menyebut nama Wintershall dari Jerman dan Total dari Prancis.
“Kami butuh bantuan. Kami menghormati dan mematuhi semua kontrak. Musuh-satunya yang saya miliki adalah Gaddafi,” katanya.
“Saya tidak menemukan musuh dalam bidang perekonomian,” pungkasnya. (althaf/arrahmah.com)