Oleh Lilis Sumyati
Pegiat Literasi
Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli barang dan jasa. Di dalamnya memungkinkan terjadi proses tawar menawar untuk menetapkan harga suatu produk. Setiap orang bisa menjual barang dagangannya, maka tak heran pembelinya selalu ramai. Namun pada faktanya, keramaian yang terjadi khususnya di pasar tradisional tidak disertai dengan kenyamanan yang bisa dirasakan oleh semua pelaku transaksi. Seperti lingkungan yang kotor, kumuh dengan tumpukan sampah, dan bau yang tidak sedap kian menjadi permasalahan yang lumrah.
Hal ini terjadi di kawasan Pasar sehat Cileunyi (PSC) yang didirikan tahun 2011, yang kini hanya sekedar nama. Bagaimana tidak, berbagai persoalan kini muncul. Selain sampah yang semakin menumpuk, banyaknya kios terlantar hingga rusak mengenaskan dibiarkan pemiliknya, semakin menambah kumuh. Hal ini disebabkan karena banyak pungutan dan maraknya Pedagang Kaki Lima (PKL) yang semakin menyulitkan mereka untuk bertahan (kejakimpolnews.com 19/10/2024).
Kondisi ini kerap dikeluhkan pedagang terutama tentang keberadaan PKL yang menggelar dagangannya mulai depan sampai ke tengah pasar. Selain itu, yang jadi masalah adalah gunungan sampah yang kian menumpuk. Masalah ini sudah disampaikan baik ke pengurus paguyuban pedagang PSC maupun ke pengelola PSC. Namun kondisi tidak ada perubahan, bahkan menambah parah.
Begitupun dengan banyaknya PKL disebabkan karena pedagang kecil tidak mampu menyewa ruko atau kios yang disediakan PSC akibat mahalnya biaya sewa kios. Pasalnya pengelola pasar dalam hal ini pemerintah Kab. Bandung menggandeng pengusaha swasta ketika membangun PSC. Meskipun pada awalnya ratusan bahkan ribuan pedagang pasar tradisional Cileunyi menolak adanya revitalisasi dan relokasi, namun akhirnya mereka pasrah hingga berdirilah PSC.
Selain biaya sewa yang cukup mahal, banyaknya pungutan juga dikeluhkan pedagang. Sebab hal ini menjadikan beban usaha pedagang semakin berat. Inilah yang menyebabkan banyak pelaku PKL terpaksa berjualan di pinggiran pasar.
Seharusnya perdagangan di sektor riil inilah yang mesti didukung pemerintah dalam berbagai hal, baik dalam pengelolaannya maupun pengadaan sarana prasarananya (infrastruktur) agar ekonomi lebih kuat dan stabil. Mengingat pasar ini sebagai pusaran ekonomi umat yang menggerakan roda kehidupan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi sebagian besar rakyat di negeri ini berasal dari daerah pedesaan, dimana mereka mendistribusikan hasil dari pertanian atau perkebunannya ke pasar.
Namun berharap pemerintah menjalankan fungsi riayahnya (mangurus rakyat) dalam sistem demokrasi kapitalisme seperti ini, mustahil terwujud. Tampak ada fakta kerusakan dari pembangunan infrastruktur pasar. Peran korporasi dalam mengelola infrastruktur telah mengerdilkan peran negara. Kerusakan yang terjadi akibat kesalahan paradigma yang berorientasi pada materi. Infrastruktur dianggap sebagai kemajuan daerah dan negara, secara fisik pun diklaim sebagai pertumbuhan ekonomi. Padahal faktanya, berbagai sarana tersebut belum tentu membawa kesejahteraan dan manfaat yang bisa dirasakan oleh rakyat. Seperti yang terjadi di PSC.
Lain halnya di dalam sistem Islam. Seorang pemimpin pasti akan bertanggung jawab penuh terhadap seluruh urusan umatnya dengan baik dan amanah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan kalian. Seseorang penguasa adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Negara akan mengelola setiap urusan yang berhubungan dengan rakyat dan tidak boleh menyerahkannya kepada swasta. Penguasa dalam Islam pun berkewajiban menyediakan lapangan kerja termasuk menyediakan fasilitas bagi para pedagang pasar. Seluruh pembiayaan diambil dari baitul mal yang diperoleh dari sumber pemasukan yang besar, diantaranya mengelola SDA yang tidak boleh diserahkan kepada swasta. Alasannya karena sebagai milik umum yang harus dirasakan manfaatnya secara umum, termasuk kenyamanan pasar.
Dalam Islam, pasar merupakan sektor ekonomi riil yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, negara akan memberikan perhatiannya untuk membangun sarana dan prasarana yang menunjang berjalannya pertumbuhan ekonomi rakyat, baik dari sisi pembangunan infrastruktur maupun permodalan yang diperlukan rakyat untuk membuka lapangan usaha.
Instrumen negara dalam pembangunan infrastruktur berbasis kemaslahatan rakyat dan sangat berkaitan erat dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Pembangunan infrastruktur akan diserahkan pada ahlinya dengan pembiayaan dari sumber-sumber kekayaan alam yang di miliki oleh negara yang di simpan di Baitul Mal. Negara akan memastikan pembangunan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan rakyat dan negara.
Demikianlah perbedaan antara Islam dan kapitalisme dalam hal pengurusan rakyat. Maka peluang terjadinya polemik sangatlah minim. Tentu saja bukan hanya permasalahan terkait pasar yang didasarkan pada syariat, tetapi permasalahan yang terjadi di seluruh sendi kehidupan. Negara akan mempertimbangkan pembangunan infrastruktur berdasarkan urgensi masyarakat semata-mata untuk kepentingan dan kesejahteraan agar dapat tersebar ke seluruh penjuru negeri. Semua hal tersebut hanya dapat diwujudkan dengan adanya sistem politik pemerintahan yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh.
Wallahu’alam bish Shawwab