IDLIB (Arrahmah.id) – Tim pertama PBB tiba di wilayah barat laut Suriah yang dikuasai oposisi pada Selasa (14/2/2023), delapan hari setelah dua gempa bumi besar menghancurkan rumah-rumah dan menewaskan sedikitnya 35.000 orang di Turki dan Suriah.
Seiring dengan memudarnya harapan untuk menemukan orang-orang yang masih hidup di bawah reruntuhan lebih dari sepekan setelah gempa berkekuatan 7,8 SR dan 7,7 SR melanda, fokus telah beralih ke penyediaan makanan dan tempat berlindung bagi sejumlah besar orang yang selamat.
Namun, para aktivis dan tim darurat di barat laut Suriah mengecam lambatnya tanggapan PBB terhadap gempa di wilayah-wilayah yang dikuasai oposisi, dan membandingkannya dengan banyaknya bantuan kemanusiaan yang dikirimkan ke bandara-bandara yang dikuasai rezim Suriah.
“Saya tidak ingin duduk di sini dan beralasan, tetapi saya ingin berbagi bahwa kita semua berada di tempat yang sama,” kata Sanjana Quazi, yang mengepalai Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB di Turki, kepada para wartawan di kota Sarmada, yang dikuasai oposisi.
Kekhawatiran semakin meningkat bagi para penyintas di kedua sisi perbatasan, dengan PBB mengatakan bahwa lebih dari tujuh juta anak telah terkena dampak negatif antara Suriah dan Türki dan mencatat kekhawatiran bahwa “ribuan” orang lagi telah meninggal.
“Sangat jelas bahwa angka-angka ini akan terus bertambah,” kata James Elder, juru bicara badan PBB untuk anak-anak, UNICEF, dan menambahkan bahwa jumlah korban akhir akan “sangat membingungkan.”
Jumlah korban tewas yang telah dikonfirmasi akibat gempa tersebut mencapai 35.662 orang, sementara para pejabat dan petugas medis mengatakan bahwa 31.974 orang telah meninggal di Turki dan setidaknya 3.688 orang di Suriah.
Jumlah tersebut hampir tidak berubah di Suriah selama beberapa hari dan diperkirakan akan terus meningkat.
Risiko sanitasi
Ketegangan akibat bencana ini disertai dengan realitas brutal untuk bertahan hidup di kota-kota yang berubah menjadi reruntuhan di tengah-tengah musim dingin yang membeku.
Di Kahramanmaraş, Turki, kerumunan orang banyak bergantung pada satu toilet yang masih berfungsi di sebuah Masjid pusat.
“Tidak ada toilet, toilet harus dibuat di dalam tenda,” kata Hüsne Düz (53), yang telah tinggal bersama ribuan orang lainnya di kamp selama sepekan terakhir.
“Saya berjalan kaki lima kilometer setiap hari untuk datang ke sini demi sebuah toilet. Kami tidak dapat menemukan tempat lain,” kata Erdal Lale, 44, kepada Agence France-Prese (AFP).
Bau asap yang menyengat dari ratusan titik api yang terus menyala untuk mengusir hawa dingin, menyelimuti sebagian besar wilayah bencana di Turki.
“Kami perlu mandi. Jadi ada kebutuhan akan mesin cuci untuk pakaian,” kata Düz.
Bantuan untuk Suriah
Seorang reporter AFP mengatakan bahwa di kota Antakya, Turki, yang hancur, tim pembersih telah memindahkan reruntuhan dan mendirikan toilet dan jaringan telepon mulai kembali di beberapa bagian kota.
Tim AFP melaporkan bahwa makanan dan pasokan bantuan lainnya mengalir ke kota tersebut, begitu juga dengan Kahramanmaraş.
Namun, masuknya bantuan ke negara tetangga Suriah, yang telah dilanda perang selama 12 tahun, menjadi perhatian khusus.
Pemimpin rezim Suriah Bashar Asad, yang terisolasi dan dikenai sanksi Barat, meminta bantuan internasional untuk membantu membangun kembali infrastruktur di negaranya.
Sebuah pesawat Saudi yang membawa bantuan mendarat di kota Aleppo, yang pertama dalam lebih dari satu dekade perang di Suriah, kata seorang pejabat kementerian transportasi kepada AFP, dengan dua pengiriman bantuan lainnya diperkirakan akan tiba akhir pekan ini.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pada Senin bahwa Asad telah setuju untuk membuka dua penyeberangan perbatasan lagi dari Turki ke barat laut Suriah untuk mengijinkan bantuan.
Bantuan gempa memasuki Suriah melalui penyeberangan baru
Sebuah konvoi bantuan menyeberang dari Turki ke wilayah Suriah utara yang dikuasai oposisi pada Selasa melalui penyeberangan yang baru saja dibuka, yang melintasi Bab al-Salama sejak gempa bumi pekan lalu, kata PBB.
Seorang koresponden AFP di penyeberangan tersebut mengonfirmasi bahwa konvoi PBB telah masuk. Pada saat yang sama, Paul Dillon, juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi, mengatakan kepada AFP di Jenewa bahwa “11 truk” masuk melalui “perbatasan Bab al-Salama yang baru saja dibuka.” (haninmazaya/arrahmah.id)