Duduk di dalam sebuah truk, di bawah teriknya matahari, Sayed Sorour tidak dapat bergerak kemana pun. Dia dan truknya yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza, telah lebih dari tiga hari terjebak di perbatasan.
“Aku telah duduk di sini selama tiga hari dan sebelumnya, aku berada di Arish selama empat jam,” ujar Sayed Sorour, pengemudi truk yang membawa bantuan untuk penduduk Gaza.
Sorour, yang membawa kendaraan berisi pakaian dan selimut, adalah satu diantara banyak pengemudi lainnya yang tidak dapat bergerak di perbatasan El-Auja, perbatasan antara Mesir dan Israel.
Agresi militer yang dilakukan zionis Israel secara membabi buta telah membunuh lebih dari 1.350 penduduk Gaza dan melukai lebih dari 5.450 lainnya. Ribuan bantuan kemanusiaan dari berbagai negara mengalir untuk Gaza. Namun Israel, hanya mengijinkan sebagian kecil bantuan yang dapat masuk ke Gaza.
Di Kota El-Arish, Mesir, sejumlah besar bantuan seperti makanan, pakaian dan lainnya, hanya duduk, menunggu dan terbakar di bawah sinar matahari.
“Truk kami telah terdiam di sini selama lima hari, menunggu,” ujar Hany Moustofa.
Israel menutup semua perbatasan ke Gaza, pada selasa (27/1) setelah seorang tentaranya tewas oleh pejuang Palestina.
Tetapi itu tak mengubah apapun di perbatasan, dimana bantuan terus mengalir setiap harinya. Terdapat 5 perbatasan yang dapat menjadi jalan memasuki Gaza, empat dikuasai Israel dan satu dikuasai Mesir. Bagaimanapun, di antara keduanya tidak ada yang mau membuka perbatasan.
Seperti pengemudi lainnya, Abdullah pun hanya berdiam diri di luar stadion El-Arish selama lebih dari 24 jam. Tidak seberuntung Sorour yang membawa pakaian dan selimut, ia membawa makanan yang harus segera di makan.
“Seluruh makan siang yang aku bawa tak lagi layak di makan,” ujarnya.
“Tak ada seorangpun yang mengatakan alasan apapun kepada kami. Tidak Mesir, tidak Israel. Tidak ada yang menjelaskan, mengapa kami dihentikan di sini,” gerutu Sorour. (Hanin Mazaya/arrahmah.com)