JAKARTA (Arrahmah.com) – Sekarang ini berkembang banyak syubhat (kesamaran) dalam memahami syari’at Islam, lebih-lebih jika Syari’at tersebut berkaitan dengan mencegah keburukan dan kerusakan (nahi munkar). Hal itulah yang dipertontonkan imam besar masjid Istiqlal, Ali Musthofa Ya’qub bahwa nahi munkar hanya boleh dilakukan oleh penguasa saja. Menanggapi pernyataan tersebut, ketua Lajnah Tanfiziyah Majelis Mujahidin Ustadz Irfan S. Awwas membantah hal tersebut. Karena jika negara yang melakukan kemunkaran, terbuka ruang kepada rakyat untuk mengkoreksinya.
“Memang membasmi kemunkaran ada yang mengatakan merupakan tugas penguasa. Persoalannya, kalau negara yang melakukan kemunkaran siapa yang merubahnya? Tentunya rakyat yang merubahnya,” kata ustadz Irfan kepada arrahmah.com, Jakarta, Senin (21/5).
Tidak hanya demikian, menurut Ustadz Irfan, jika masyarakat melakukan kemunkaran lantas mendapat support dari pemegang otoritas negara, maka pencegahan terhadap kemunkaran pun dapat dilakukan oleh masyarakat pula.
“Jika kemungkaran yang dilakukan rakyat lalu dibekingi penguasa? Siapa yang harus mencegahnya? Tentunya rakyat juga kan? Jadi logikanya dibalik saja,” tukasnya.
Dia pun mempertanyakan logika Imam Masjid Istiqlal tersebut yang menurutnya akan berbenturan dengan realitas, bahwa kemunkaran umumnya terjadi karena ditopang oleh penguasa yang menyalahgunakan kekuasaannya (abuse of power).
“Jika Ali Yaqub kosisten dengan pendapatnya bahwa yang harus membasmi kemunkaran adalah penguasa, bukan ormas. Bagaimana jika kemunkaran yang melakukan adalah penguasa, siapa yang akan membasminya? Faktaya penguasa sering menjadi bagian dari pelaku korupsi, polisi dukung judi, pelacuran, moral bejat. Lalu dimana peran ulama dan masyarakat?” terang Ustadz irfan.
Sikap Imam Masjid Istiqlal menurutnya, tidak lebih karena sudah terkungkung oleh hegemoni pemikiran internasional.
“Kerangka kepalanya terpenjara oleh stigma global. Dia Ketakutan saja itu,” lontar Ustadz Irfan.
Sebab, menurut Ustadz Irfan, terlalu dini jika sikap keras yang dilakukan oleh masyarakat yang ingin mencegah kemunkaran dianggap sebagai vandalisme sosial yang harus ditolak, tanpa mau memahami akar masalah di lapangan.
“Jika kekerasan seperti pemukulan atau pengrusakan tempat maksiat yang ditolak tidaklah itu selalu anarkisme. Boleh jadi, itu merupakan upaya bela diri karena merasa aqidahnya diganggu dan agamanya dinista,” ungkapnya.
Ustadz Irfan menyesalkan sikap ulama-ulama yang tidak jelas terhadap kemunkaran yang merajalela di kehidupan masyarakat, ia mempertanyakan sikap mereka apakah sudah terpengaruh unsur-unsur lain.
“Jika ulama welcome dengan kemunkaran, saya jadi bertanya, apakah dia terlibat kemunkaran atau menerima duit dari orang-orang yang berbuat munkar?” tegasnya.
Begitupula, para pejabat negara yang condong untuk melegalkan kemaksiatan, menurutnya tidak jauh berbeda dengan kondisi ulama tersebut, kemungkinan sudah dipengaruhi oleh pelaku kemaksiatan.
“Perilaku pejabat negara yang tidak konsisten membasmi kemunkaran, apakah termasuk bagian mereka atau diprovokasi oleh pelaku-pelaku kemunkaran. Sejarah akan membuktikan bahwa penguasa Indonesia dikuasai oleh kemaksiatan,” ujarnya.
Ustadz Irfan menegaskan bahwa MMI siap untuk beradu argumen kepada Ali Musthofa Ya’qub jika tetap ngotot berpegang dengan sikapnya yang membuat kekaburan terhadap ajaran nahi munkar.
“Jika dia selalu berpegang dengan logikanya saja, MMI menantang debat terbuka untuk meghadapi dan membongkar syubhat-syubhat Ali ya’qub,” tegasnya.
Ustadz Irfan mengingatkan kepada penguasa, bahwa mereka juga memiliki tanggung jawab yang besar untuk membasmi kemunkaran di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan bernegara, sehingga ia meminta penguasa untuk terlibat aktif melakukan nahi munkar, bukan sebaliknya terlibat dalam kemunkaran.
“Kewajiban negara melindungi rakyatnya dari kebejatan moral sesuai undang-undang negara yang didirikan untuk membasmi segala kemunkaran,” ujarnya
Sambung Ustadz Irfan, untuk itulah MMI berada di garis terdepan menolak kemunkaran yang dipertontonkan pemuja setan Lady Gaga.
“Kita termasuk bagian yang menolak kehadiran Lady Gaga dan lain-lain, karena kemungkaran tidak boleh dipamerkan di muka umum baik menurut konstitusi ataupun syari’at Islam. Segala bentuk kemunkaran harus dibasmi,” tandasnya. (bilal/arrahmah.com)