JAKARTA (Arrahmah.com) – Sekertaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, berkomentar soal laporan dalam artikel harian Wall Street Journal (WSJ), yang menyebut Cina menggelontorkan bantuan terhadap ormas-ormas Islam setelah isu mengenai muslim Uighur kembali mencuat pada 2018.
Harian tersebut melaporkan bahwa petinggi ormas Islam Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah, juga MUI, akademisi hingga wartawan, berkunjung ke Xinjiang.
Terkait hal tersebut, Mu’ti menegaskan, organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu, tidak bisa didikte oleh siapapun.
“Muhammadiyah independen dan tidak bisa didikte oleh pihak manapun. Apalagi dari pihak asing,” kata Mu’ti, Jumat (13/12/2019), lansir VIVAnews.
Muhammadiyah secara organisasi, tetap fokus untuk menolak segala pelanggaran HAM yang dilakukan oleh siapapun. Tidak terkecuali oleh Cina. Bahkan oleh negara-negara lain jika itu terjadi termasuk Arab Saudi, Israel maupun Myanmar seperti yang terjadi dengan etnis Rohingya.
Muhammadiyah, lanjut Mu’ti, senantiasa bersikap atas dasar bukti-bukti yang kuat. Maka apa yang disampaikan oleh organisasi itu, berdasar pada data yang kuat.
“Dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain,” tandasnya.
Sebelumnya, laporan WSJ menyebutkan pemerintah Cina menfasilitasi belasan pemuka agama di Indonesia bersama akademisi dan jurnalis melakukan kunjungan ke Xinjiang, Cina. Mereka difasilitasi untuk melihat kamp pendidikan dan pelatihan komunitas Uighur sebagai upaya memerangi ekstremisme.
Undangan Cina itu dilakukan setelah para ulama di Indonesia menyatakan kekhawatirannya atas tindakan persekusi yang dilakukan oleh otoritas China terhadap minoritas Muslim.
Para pemimpin Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia mengeluarkan surat terbuka pada Desember 2018, yang mencatat laporan kekerasan terhadap komunitas Uighur yang lemah dan tidak bersalah. Mereka meminta pemerintah Cina untuk memberikan penjelasan.
(ameera/arrahmah.com)