ZATARI (Arrahmah.com) – Badai musim dingin adalah bentuk ujian lainnya bagi puluhan ribu warga Suriah yang melarikan diri dari negeri mereka yang sedang panas oleh api peperangan. Banjir telah membuat kamp-kamp pengungsian di Zaatari menjadi seperti rawa yang penuh air.
Setelah hujan turun selama tiga hari, air berlumpur melanda kamp-kamp para pengungsi yang membuat tidur mereka tidak nyaman, termasuk di dalamnya terdapat wanita-wanita hamil dan para bayi. Para pengungsi memanfaatkan ember untuk mengeluarkan air dari kamp mereka.
Kondisi di kamp Zaatari ini “lebih buruk daripada hidup di Suriah,” kata Fadi Sulaiman (30), seorang pengungsi, dikutip AP, dilansir Al Arabiya.
Sebagian besar pengungsi Zaatari adalah anak-anak di bawah 18 tahun dan wanita. Mereka adalah sebagian dari lebih 280.000 warga Suriah yang melarikan dirik ke Yordania sejak revolusi melawan tirani Bashar Assad memuncak pada 2011.
Abu Samir (37), mengeluh kepada otoritas kamp tentang kondisi tempat tinggal mereka. Para petugas kamp hanya membuat lubang pengaliran air yang kecil yang tidak mampu mengalirkan air yang banyak ketika hujan deras.
Pengungsi lainnya, Abu Abdullah, juga mengeluhkan tentang pemenuhan kebutuhan mereka. Dia mengungkapkan bahkan hanya untuk meminta popok bagi anaknya saja harus memerlukan tanda tangan dari Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon.
Banjir akibat badai musim dingin ini membuat kehidupan para pengungsi Suriah semakin sulit. Dengan kondisi yang memprihatinkan ini dikhawatirkan berbagai penyakit dapat menjangkiti para pengungsi, terutama orang-orang tua dan anak-anak.
Di Libanon, kondisi pengungsi Suriah juga tak jauh beda. Banjir yang melanda juga menghantam kamp-kamp pengungsian. (siraaj/arrahmah.com)