COX’S BAZAR (Arrahmah.id) — Kepolisian Bangladesh menahan 450 orang Rohingya yang merayakan Idul Fitri di pantai pada Rabu (4/5/2022) malam.
Juru bicara polisi Bangladesh, Rafiqul Islam, mengatakan kepada AFP (5/5), penangkapan itu dilakukan di distrik resor wisata terbesar di Cox’s Bazar.
Di Cox’s Bazar sendiri juga terdapat kamp pengungsi Rohingya. Namun, Rohingya dilarang keluar dari kompleks kamp pengungsian.
“Rohingya terlibat dalam berbagai kejahatan. Tidak aman bagi turis kami. Kami memperkuat keamanan kota. Saat turis mengunjungi Cox’s Bazar pada Idul Fitri, kami meningkatkan patroli untuk menjaga mereka tetap aman,” kata dia, seperti dikutip AFP.
Islam mengklaim, ratusan orang yang ditahan itu nantinya akan dikirim kembali ke kamp pengungsi.
Sementara itu, sejumlah pengungsi yang ditangkap mengeluh. Para pengungsi itu menyatakan bahwa kedatangan mereka ke pantai itu hanya untuk bersenang-senang saat perayaan Lebaran.
“Kami di sini untuk bersenang-senang, tapi begitu kami tiba, polisi menangkap kami. Kami tidak melakukan kesalahan. Kami hanya duduk di pantai,” ujar seorang warga Rohingya bernama Mohammad Ibrahim.
Selain Ibrahim, Samjida (20) dan keluarganya juga mengaku datang dengan alasan serupa. Namun, keluarganya langsung ditangkap oleh polisi.
“Saya dan suami saya dijemput polisi. Anak-anak saya lapar. Mereka belum makan seharian,” katanya.
Aktivis sekaligus konsultan HAM untuk PBB, Rezaur Rahman, menilai bahwa kehidupan para pengungsi memang sangat dibatasi. Namun menurutnya, Rohingya berhak untuk merayakan Idul Fitri di pantai.
“Pemuda Rohingya memiliki hak untuk mengejar kebahagiaan mereka di pantai terpanjang di dunia dan sekitarnya,” kata dia.
“Otoritas Bangladesh harus mencabut pembatasan pergerakan, mengizinkan pasar dan sekolah dibuka kembali, dan memfasilitasi upaya donor untuk meningkatkan akses pengungsi ke mata pencaharian, perawatan kesehatan, pendidikan, dan hiburan.”
Selama ini, Bangladesh memang melarang 920.000 pengungsi Rohingya meninggalkan kawasan kamp penampungan di Cox’s Bazar.
Mereka sudah terjebak di kamp pengungsi itu kurang lebih lima tahun. Sebagian besar dari mereka melarikan diri ke Bangladesh setelah serangan militer Myanmar pada 2017.
Sebagian besar masyarakat Myanmar memang membenci Rohingya. Mereka menganggap Rohingya sebagai imigran ilegal, meski sudah tinggal di Myanmar turun temurun. (hanoum/arrahmah.id)