(Arrahmah.com) – Sebuah panel parlemen di Bangladesh telah merekomendasikan langkah-langkah pengawasan kelahiran bagi para pengungsi Muslim Rohingya, menurut laporan media di Bangladesh.
Situs yang berbasis di Dhaka, bdnews24, mengklaim pada Sabtu lalu bahwa sebanyak 30.000 pengungsi Rohingya yang terdaftar di dua kamp di Cox’s Bazaar berusaha untuk memperbesar keluarga demi “memperoleh lebih banyak jatah bantuan makanan,” demikian Democratic Voice of Burma (dvb) melansir.
Laporan mengatakan bahwa sejak seorang anak pengungsi Rohingya lahir, ia memenuhi syarat untuk mendapatkan jatah 12kg dari PBB setiap bulan, laporan menuding keluarga Rohingya sengaja memperbanyak anak mereka demi tambahan bantuan.
Sebuah komite di Kementerian Luar Negeri Bangladesh di Dhaka dilaporkan telah merekomendasikan penghentian jatah bantuan makanan untuk setiap lebih dari dua anak per keluarga.
Berita ini muncul setelah seruan dari pemerintah Burma yang memperkenalkan kebijakan membatasi masyarakat Rohingya, setiap keluarga dibatasi memiliki anak maksimal 2.
Hal demikian nampaknya merupakan bentuk ketakutan kedua pemerintahan tersebut akan bertambahnya etnis Muslim Rohingya yang terang-terangan ditolak kewarganegaraannya oleh Burma maupun Bangladesh.
Burma maupun Bangladesh tidak mengakui masyarakat Muslim Rohingya sebagai warga negara yang sah. Kedua negara tersebut telah berupaya untuk memaksa negara lain untuk menerima kaum “tak bernegara” tersebut, yang dikatakan PBB sebagai kaum minoritas paling teraniaya di dunia.
Sejumlah Muslim Rohingya memang berada di pengungsian di Bangladesh, tetapi Bangladesh terlihat sangat keberatan dengan keberadaan mereka di negara mayoritas Muslim itu. Telah berkali-kali Bangladesh meminta Burma untuk membawa kembali warga Rohingya tetapi selalu ditolak.
“Myanmar (Burma) telah berulangkali menolak seruan dari Bangladesh untuk menarik kembali warga negaranya,” kata bdnews24.
Langkah parlemen Bangladesh untuk membatasi bantuan makanan bagi pengungsi Rohingya yang beranak banyak menyusul komentar pada bulan lalu oleh Menteri Luar Negeri Bangladesh Dipu Moni yang mengatakan kepada perwakilan badan pengungsian PBB, UNHCR, bahwa Bangladesh “telah menjadi tuan rumah bagi sejumlah besar populasi pengungsi Rohingya dari Myanmar dan tidak bisa menanggung lebih banyak lagi.”
Sementara itu, Chris Lewa, koordinator Arakan Project, menekankan fakta bahwa telah terjadi kasus kekurangan gizi kronis di kamp-kamp pengungsian Rohingya di Cox’s Bazaar, menurutnya pembatasan bantuan makanan justru akan membahayakan anak-anak pengungsi yang memang telah menderita kurag gizi.
“Memotong jatah makanan bagi anak-anak yang telah kekurangan gizi akan membuat nyawa mereka beresiko,” katanya. (siraaj/arrahmah.com)