BANGLADESH (Arrahmah.com) – Meningkatnya konflik di antara geng-geng kriminal bersenjata di dalam kamp-kamp pengungsi Rohingya yang padat di selatan Bangladesh telah mengkhawatirkan pihak berwenang.
Setidaknya enam orang dibunuh dan 20 terluka dalam sebuah serangan di kamp Rohingya di Cox’s Bazar pada Jumat (22/10/2021), kata polisi kepada DW.com. Ini merupakan insiden kekerasan terbaru yang terjadi di permukiman pengungsi tersebut.
Geng tersebut menembak dan menusuk orang-orang di sebuah sekolah Islam di kamp, menyebabkan tiga guru, dua sukarelawan, dan seorang siswa terbunuh, menurut pihak polisi.
Pada bulan September, pembunuhan seorang pemimpin sipil Rohingya terkemuka mengungkap meningkatnya konflik antar geng kriminal di dalam permukiman luas tersebut.
Mohibullah, berusia 48 tahun, dibunuh di kantornya oleh kelompok bersenjata yang berasal dari sebuah kamp yang masih belum diketahui identitasnya. Sang guru telah menjadi suara utama bagi komunitas yang tidak memiliki kewarganegaraan, menyatukan pengungsi untuk kembali ke Myanmar jika negara tersebut menawarkan mereka kewarganegaraan.
Konflik di dalam kamp-kamp pengungsian telah merenggut setidaknya 89 nyawa pengungsi Rohingya sejak eksodus massal pada Agustus 2017. Saat itu, lebih dari 730.000 Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine ke Bangladesh menyusul pembalasan militer besar-besaran dan serangan oleh gerilyawan Rohingya di pos-pos polisi dan sebuah pangkalan militer.
Sebanyak 109 pengungsi lainnya, yang diduga terlibat dalam perdagangan narkoba, dibunuh oleh otoritas keamanan Bangladesh dalam apa yang disebut baku tembak pada tahun 2018.
Bangladesh telah dianggap sebagai tempat aman bagi banyak Muslim Rohingya yang telah mencari perlindungan untuk menyelamatkan diri mereka dari tindakan keras yang diluncurkan oleh pasukan keamanan Myanmar.
Negara dengan mayoritas agama Buddha ini tidak mengakui kelompok minoritas tersebut sebagai warga negara dan membatasi kebebasan mereka di dalam negara. Namun, pada bulan Juni, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengatakan Rohingya semakin “menimbulkan ancaman keamanan besar bagi Bangladesh dan juga kawasan kawasan tersebut.”
Lebih dari 15 ribu warga Rohingya turut ambil bagian dalam demonstrasi di tempat pengungsian di Kutupalong, Distrik Cox Bazar, di sebelah selatan Bangladesh (25/8). Mereka menutut “keadilan dari PBB“. Pada sebuah spanduk tertulis: “Tidak terulang lagi: Hari Peringatan Genosida Rohingya, 25 Agustus 2018“.
Nur Khan, seorang aktivis HAM yang telah memantau situasi keamanan di Cox’s Bazar, mengatakan bentuk aktivitas kriminal di kamp-kamp pengungsian terutama meliputi perdagangan narkoba, perdagangan manusia, dan penculikan.
Menurut Khan setidaknya tiga geng kriminal bersenjata Rohingya saat ini tengah beradu untuk menguasai kamp-kamp di Bangladesh.
“Meski sejauh ini konflik [yang ada] terjadi di dalam kamp-kamp, [konflik] itu bisa menyebar keluar di masa depan,” kata Khan kepada DW.
“Kelompok-kelompok bersenjata ini dapat mencoba untuk membeli senjata dari pedagang illegal lokal dan internasional melalui jalur laut, yang dapat memperburuk situasi di Cox’s Bazar secara drastis,” tutur Khan, seraya menambahkan: “Mereka bahkan mungkin akan menjual sebagian senjata tersebut kepada para kriminal lokal Bangladesh.”
Pasukan keamanan negara telah mengintensifkan operasi dalam kamp-kamp untuk menindak kelompok bersenjata, dan Khan khawatir para kriminal akan menyerang sebagai balasan.
Saya telah melihat beberapa pesan online dari kelompok-kelompok kriminal, di mana menereka menunjukkan niat untuk menyerang pasukan keamanan Bangladesh, sesuatu yang tidak pernah terjadi di masa lalu,” tekan Khan.
Namun, sang aktivis HAM menekankan bahwa “hanya sebagian kecil” dari pengungsi Rohingya yang memiliki catatan kriminal di masa lalu yang terlibat dalam konflik-konflik tersebut. (hanoum/arrahmah.com)