BONN (Arrahmah.id) — Gulsen Kurt, seorang mahasiswi Muslim, menyeret seorang profesor Universitas Bonn-Rhein-Sieg ke pengadilan pidana karena menggunakan hinaan rasis terhadap dirinya yang mengenakan jilbab.
Fatih Zingal, pengacara yang mendampingi Kurt, mengatakan insiden serangan rasis itu terjadi di dalam kampus selama kelas ekonomi.
Profesor itu, seperti diberitakan Anadolu Agency (13/6/2023), melakukan serangan verbal yang keras yang membuat sebagian besar mahasiswa mengajukan protes dengan meninggalkan kelas.
“Pasal 4 Konstitusi Jerman melindungi kebebasan beragama, dan seorang siswa atau siswi dapat mengikuti pelajaran sambil mengenakan hijab,” kata Zinga. “Sikap profesor itu benar-benar tidak dapat diterima.”
Insiden yang menimpa Kurt dalah yang terbaru dari serangkaian insiden Islamofobia dan kejahatan rasial di Jerman, terutama yang menyasar perempuan berpakaian Islami.
Profesor itu mengatakan tidak akan mengizinkan mahasiswi berhijab menghadiri kelas, seperi neo-Nazi yang juga tidak boleh mengikuti mata kuliahnya.
“Profesor menyebut saya, dengan nada suara keras, Islamofasis. Dia juga mengatakan laporkan saya ke direktorat,” kata Kurt.
Kurt mengatakan direktorat kampus meminta maaf atas penghinaan rasis di kelas, dan universitas tidak menyetujui perilaku dosen itu. Namun, persoalan tidak berhenti hanya dengan minta maaf dan Kurt membawa kasus ini ke pengadilan.
Jerman adalah negeri berpenduduk 84 juta orang, dengan populasi Muslim terbesar di Eropa barat setelah Prancis. Rincinya, Jerman memiliki lima juta Muslim dari berbagai latar belakang.
Dalam beberapa tahun terakhir Jerman menyaksikan peningkatan rasisme dan Islamofobia. Pemicunya adalah propaganda kelompok dan partai sayap kanan.
Polisi Jerman mencatat 5.372 insiden xenofobia dan 610 kejahatan rasial Islamofobia sepanjang 2022. Para ahli mengatakan angka sebenarnya bisa lebih tinggi karena banyak kasus tidak diselidiki dengan benar dan tercatat dalam statistik resmi. (hanoum/arrahmah.id)