RAKHINE (Arrahmah.com) – Tentara Myanmar dan Pejuang Angkatan Darat Arakan (AA) terlibat dalam baku tembak selama empat jam pada Senin (28/1/2019) di dekat desa Ohn Chaung di kota Rathedaung, negara bagian Rakhine.
Pertempuran antara kedua pasukan semakin intensif di Rakhine utara setelah pejuang Arakan melancarkan serangan mematikan terhadap pos-pos polisi di kota Buthidaung pada 4 Januari, meskipun pemicu terjadinya pertempuran di desa Ohn Chaung belum dapat dipastikan, kata penduduk setempat.
Tentara Myanmar mulai melancarkan tembakan ke desa pada pukul 8 pagi dengan senjata kecil dan berat.
“Kami dalam masalah besar,” kata seorang penduduk yang tidak mau disebutkan namanya kepada RFA. “Kami tidak tahu mengapa mereka saling menembak. Beberapa penduduk desa telah melarikan diri. Mereka yang tinggal di dekat sungai melarikan diri dengan perahu, tetapi kami tidak dapat melarikan diri.”
Pada malam hari, petugas militer dan Polisi Penjaga Perbatasan (BGP) menggeledah rumah-rumah di desa dan mengambil perhiasan, uang dan telepon seluler penduduk, kata penduduk desa.
Mereka yang melarikan diri takut untuk kembali ke rumah karena petugas militer dan BGP masih melakukan pencarian di 80 rumah yang ada di desa tersebut, katanya.
“Penduduk setempat mengatakan unit militer yang ditempatkan di dekat desa Thamee Hla pergi ke daerah konflik untuk membantu rekan-rekan mereka,” kata Tin Maung Win, seorang anggota parlemen yang mewakili konstituensi Ratheduang di parlemen regional dan saat ini sedang mengunjungi kota tersebut.
“Orang-orang ketakutan,” katanya. “Mereka khawatir dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi pada mereka ketika tentara datang ke desa mereka lagi.”
Sebelumnya, pada Sabtu (26/1) tentara Myanmar menggerebek desa Thamee Hla, menjarah emas, perhiasan, uang tunai dan ponsel dari penduduk desa, kata anggota parlemen etnis Rakhine kepada jurnal online The Irrawaddy.
The Irrawaddy juga menuliskan bahwa anggota parlemen daerah Than Naing, yang mengunjungi desa itu mengatakan bahwa hanya 10 dari 84 rumah masyarakat yang belum terkena tembakan artileri.
Akibat dari penggerebekan tersebut dua wanita dari Thamee Hla mengalami luka tembak, dan seorang anak berusia tujuh tahun tewas karena ledakan di dekat rumahnya.
Selain mereka, tiga pria juga harus dirawat di Rumah Sakit Rathedaung karena cedera yang disebabkan oleh tentara pemerintah.
“Pasukan pemerintah datang ke desa, malancarkan tembakan secara acak. Mereka memanggil kami untuk keluar dari rumah kami, dan kemudian memukuli kami. Mereka menendang kepala dan dahi kami, sehingga kami cedera,” kata Maung Win Hlaing yang mangalami cedera di kepalanya.
“Mereka melepaskan ikatan kami sekitar jam 4 sore dan membawa kami ke tempat berkumpulnya warga desa lainnya,” katanya. “Kami bisa pulang sekitar jam 7 malam.”
Tentara Arakan (AA) mengkonfirmasi bentrokan di dekat desa Thamee Hla di situs webnya dan menuduh pasukan pemerintah melakukan pelanggaran hak terhadap warga sipil, termasuk menahan penduduk desa di sekolah dan memukuli beberapa orang, sebagaimana dilansir The Irrawaddy.
AA juga mengatakan telah mendokumentasikan pelanggaran hak lainnya yang dilakukan oleh pasukan militer di Rakhine utara dan secara resmi akan mengajukan pengaduan ke Pengadilan Kriminal Internasional pada bulan April.
Ketika RFA menghubungi Brigadir Jenderal Zaw Min Tun dari tim informasi militer Myanmar untuk menanyakan tentang kejadian penembakan di dua lokasi tersebut, dia hanya menjawab bahwa dia tidak dapat mengkonfirmasi bentrokan yang terjadi pada Senin (26/1), dan menambahkan bahwa jika tentara pemerintah terbukti melakukan pelanggaran HAM pada 26 Januari, maka tindakan akan diambil terhadap mereka yang bertanggung jawab.
“Kami memiliki prosedur untuk menyelidiki langkah demi langkah jika kami menerima keluhan,” katanya. “Kita harus menyelidiki sesuai dengan disiplin militer dan sistem administrasi.”
“Kami akan melakukan apa yang harus kami lakukan jika kami menerima laporan,” imbuhnya. “Kami tidak mengabaikan keluhan dari orang-orang. Kami menyelidiki kebenaran kasus tersebut dan mengambil tindakan sesuai kebutuhan.”
Organisasi PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengeluarkan pernyataan pada Senin (28/1) yang menyebutkan jumlah warga sipil yang terlantar akibat pertempuran di kota Rathedaung, Buthidaung, dan Ponnagyun pada 25 Januari telah mancapai angka 5.200 orang. (Rafa/arrahmah.com)