Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
(Arrahmah.com) – Inilah hadis yang dibawakan oleh Abu Hurairah radhiyaLlahu ‘anhu hingga sampai kepada kita. Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya. RasuluLlah ﷺ bersabda:
غُفِرَ لِامْرَأَةٍ مُومِسَةٍ مَرَّتْ بِكَلْبٍ عَلَى رَأْسِ رَكِيٍّ يَلْهَثُ قَالَ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ فَنَزَعَتْ خُفَّهَا فَأَوْثَقَتْهُ بِخِمَارِهَا فَنَزَعَتْ لَهُ مِنْ الْمَاءِ فَغُفِرَ لَهَا بِذَلِكَ
“Seorang wanita pezina telah mendapatkan ampunan. Dia melewati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dipinggir sumur. Anjing ini hampir saja mati kehausan, (melihat ini) si wanita pelacur itu melepas sepatunya lalu mengikatnya dengan penutup kepalanya lalu dia mengambilkan air untuk anjing tersebut. Maka, bersebab perbuatannya itu dia mendapatkan ampunan dari Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Bukhari).
Apakah dosa yang paling besar sesudah syirik dan durhaka kepada kedua orangtua? Zina. Apalagi ini bukan sekedar berzina, melainkan sebagai pekerjaannya. Tetapi dosa yang sangat besar ini Allah Ta’ala ampuni bersebab ketulusan, kesungguhan dan kebersihan niatnya menolong seekor anjing yang hampir mati kehausan.
Ingat, ini anjing yang air liurnya najis. Bukan manusia. Maka apatah lagi manusia beriman yang hampir mati, bahkan tidak sedikit yang sudah mati, lebih mulia lagi menolong mereka sedangkan kita tahu apa yang terjadi pada mereka.
Jika menolong anjing saja dapat menjadi sebab Allah Ta’ala ampuni dosa kita, maka bagaimana mungkin orang yang masih ada iman dalam dirinya menajiskan membantu saudaranya di Baitul Maqdis dan sisi Baitul Maqdis hanya karena menganggap ada di antara mereka yang menjadi ahlul bid’ah? Padahal ia pun tidak dapat menjamin dirinya bersih dari segala dosa.
Bukankah mengharamkan yang halal, yakni menolong saudaranya seiman yang sedang terancam nyawanya merupakan keburukan??? Apalagi mereka manusia. Bukan anjing.
Artinya, bahkan seandainya mereka tidak memiliki kebaikan, air liurnya najis, tetaplah mereka perlu kita tolong. Apalagi jika mereka sedang teguh menolong kebenaran atas musuh-musuh mereka. Karena itu lagi, lagi dan lagi saya mengingatkan kepada diri sendiri sabda Nabi Muhammad ﷺ yang mulia:
لاَ تَزَالُ طَاِئفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ لِعَدُوِّهِمْ قَاهِرِيْنَ لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلاَّ مَا أَصَابَهُمْ مِنَ اْلأَوَاءِ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَالِكَ قَالُوْا ياَ رَسُوْلَ اللهِ وَأَيْنَ هُمْ؟ قَالَ بَيْتُ الْمُقَدَّسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمُقَدَّسِ
“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku kelompok yang selalu menolong kebenaran atas musuh mereka. Orang-orang yang menyelisihi mereka tidak akan membuat mereka goyah kecuali orang yang tertimpa musibah al-awa` (cobaan) sampai datang kepada mereka ketetapan Allah (pertolongan Allah) dan mereka tetap (teguh) dalam keadaan demikian. Mereka bertanya, ‘Ya RasulaLlah, dimanakah mereka?’ Beliau menjawab, ‘Baitul Muqaddas dan sisi Baitul Muqaddas.’” (HR. Ahmad).
(*/arrahmah.com)