Oleh Fathur Rahman Alfaruq
(Pengasuh Majelis Tsaqofah Islamiyah Darul Falah Brondong Lamongan)
(Arrahmah.com) – Sempat geger di negeri ini terkait ‘hoax’ jumlah TKA Cina. Saling lempar data dan tanggung jawab seolah dipraktekkan penguasa. Keberadaan jumlah tenaga kerja asing legal dan ilegal yang meningkat terus, membuat risau, dan gusar sebagian masyarakat indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), pada Tahun 2014 ada sekitar 68.000 tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia dengan memiliki Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Lalu, pada tahun 2015 mengalami pengingkatan hingga 69.000 orang. Untuk bulan Juni 2016, telah menyentuh angka 43.000 orang. Sementara itu, Untuk tenaga kerja Ciina yang bekerja di Indonesia hingga Juni 2016, berjumlah 14.500 tenaga kerja yang mendapatkan izin kerja secara sah. Sedangkan pada Tahun 2015 berjumlah 15.000 orang dan pada Tahun 2014 berjumlah 16.800 orang. Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia M. Hanif Dhakiri, seusai peresmian program Desa Migran Produktif (Desmigratif) di Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Selasa, 27 Desember 2016 mengatakan jumlah tenaga kerja asing di Indonesia saat ini mencapai 74 ribu, sedangkan yang berasal dari Cina berjumlah 21.271 orang. (https://m.tempo.co/read/news/2016/12/27/078830782/menteri-hanif-jumlah-tenaga-kerja-asing-masih-terkontrol).
Kebijakan Pro China
Membeludaknya jumlah warga negara Cina di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan yang dibuat oleh Presiden Joko Widodo, yaitu Kebijakan Bebas Visa Kunjungan. Kebijakan ini diawali dengan dibentuknya Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2015, kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2015, hingga yang terakhir Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 yang memberikan bebas visa kunjungan kepada 169 negara.
Selanjutnya, di bidang ketenagakerjaan. Pemerintah dalam waktu kurang dari dua tahun, telah merevisi Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing dengan mengeluarkan Permenakertrans Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Perubahan krusial pada ketentuan yang menghilangkan syarat pendidikan S1 dan kemampuan berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing.
Begitupula, ketentuan yang mengharuskan suatu perusahaan apabila ingin memperkerjakan satu tenaga kerja asing, harus merekrut sepuluh tenaga kerja Indonesia. Penggunaan tenaga kerja asing diharapkan adanya transfer skiil/ketrampilan, kemampuan pada tenaga kerja lokal, hanya isapan jempol. Karena, temuan di lapangan membuktikan bahwa tenaga kerja asing sampai merambah pekerjaan sopir, tukang masak, satpam, dan kerja kasar.
Bahaya mengintai
TKA di Indonesia yang membludak dapat memunculkan serentetan persoalan yang berbahaya, diantaranya:
1. Memperlambat dalam mengatasi pengangguran di indonesia.
Pengangguran di Indonesia termasuk tinggi, seperti yang dinyatakan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2016 mencapai 7,02 juta orang atau 5,5 persen. (https://m.tempo.co/read/news/2016/05/04/173768481/bps-pengangguran-terbuka-di-indonesia-capai-7-02-juta-orang).
Dengan data diatas, seharusnya, Negara zamrut katulistiwa ini fokus menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi warga negaranya dan memperkerjakan warganya lebih dahulu. Sehingga pengangguran cepat terselesaikan. Akan tetapi, justru, negara ini membuka kran lebar-lebar terhadap masuknya tenaga kerja asing. Sungguh ironis manakala kita masih mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri (TKI), di Indonesia lapangan kerja kita justru diisi orang lain.
2. Menimbulkan konflik sosial
Dengan adanya eksodus TKA pada semua jenis pekerjaan, termasuk buruh kasar, maka akan terjadi gesekan yg tajam antara kalangan pekerja bawah TK lokal dengan TKA dalam memperebutkan pekerjaan.
Apalagi, adanya diskriminasi penggajian mereka, yang terpaut sangat jauh. Gaji buruh kasar TK lokal sebesar Rp.90 rb/hari (2.700.000/bln atau UMR setempat. Sementara TKA dengan jenis, beban pekerjaan yang sama sebesar Rp. 400 rb/hari (12 juta/bln). Hal ini akan memicu kecemburuan, dan konflik diantara mereka saat bekerja.
3. Meningkatkan jumlah kriminalitas
Adanya iming-iming yang menggiurkan bagi TKA, diantaranya gaji yang tinggi, kemudahan pemilikan tempat tinggal, maka TKA cenderung berbondong-bondong datang ke negara ini. Sehingga dapat meningkatkan jumlah kriminalitas yang terjadi di negara ini. Misalnya TKA ilegal, pelanggaran imigrasi, pencurian, sindikat penipuan, sindikat prostitusi, sindikat peredaran narkoba.
4.Mengancam kedaulatan negara
Pada April 2016 lalu, 5 tenaga kerja China ditangkap TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma karena masuk kawasan Lanud Halim secara ilegal. Bagaimana mungkin, orang asing dibolehkan melakukan aktifitas di wilayah militer, yang merupakan penjaga kedaulatan wilayah negara?
Di sisi lain, negara Cina menerapkan wajib militer bagi warganya. Artinya warga cina dilatih kemampuan yang berhubungan dengan militer. Misalnya: pendidikan dan pelatihan senjata, strategi, peta, dan intelejen. Cina mendidik nelayan Cina selatan dengan kemampuan intelejen. Oleh karena itu, tidak ada yang mampu men-screen latar belakang pekerja china. Ini adalah sebuah ancaman bagi keamanan dan kedaulatan negara.
5. Indonesia terperangkap neoimperalisme dan neokomunisme
Konsekuensi pilihan kebijakan Free Trade Agreement dengan segala ragamnya. Mulai dari pemberian bebas visa pada 169 negara, pemberian kelonggaran sektor-sektor strategis kepada investor asing melalui PMA (Penanaman Modal Asing). Hal ini, menyebabkan investor china masuk ke indonesia dan menguasai beberapa sumber daya alam, misalnya pertambangan.
Bahkan, indonesia terhegomoni oleh china dengan hutang. Hutang indonesia ke china termasuk terbesar dibandingkan ke jepang, dan singapura.Total utang luar negeri indonesia ke negeri tirai bambu, china tumbuh melejit 59,61% selama setahun. Utang indonesia ke china tahun 2015 sebesar 8,55 miliar dollar AS. Januari 2016 sebesar 13,65 miliar dollar AS (www.kompas.com).
Di sisi lain, China juga negara penganut dan penyebar ideologi komunisme. Dengan sifat ideologi, maka china juga akan terdorong untuk menghidupkan dan menyebarkan ideologi komunisme. Hal ini dibuktikan dengan adanya kerjasama beberapa partai politik di indonesia dengan PKI China. Munculnya simbol-simbol PKI di kaos, dll.
Oleh karena itu, Indonesia harus dibebaskan dari bahaya besar ini. Indonesia, yang berpenduduk mayoritas muslim, akan terbebas dari bahaya, manakala mau kembali syari’at Islam secara kaffah. Sudah saatnya perjuangan ini Selamatkan indonesia dari bencana primordialisme, neokomunisme. Mari wujudkan, agar Indonesia mampu berdiri di kaki sendiri! Wa Allahu a’lam bi ash-dijawab.
(*/arrahmah.com)