JAKARTA (Arrahmah.com) – Inilah akibatnya jika Basuki Tjahaja Purnama alias Zhong Wan Xie, atau terkenal dengan panggilan Ahok dibiarkan menjadi Gubernur DKI. Kini Koh Ahok dapat memanfaatkan militer dalam kebijakanya setelah didaulat sebagai mitra TNI.
Dia dapat memimpin langsung apel prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah dengan resmi didapuk sebagai mitra TNI oleh Panglima Jendral TNI Moeldoko hari ini di Markas Besar TNI, Cilangkap.
“Jadi Gubernur dengan berpakaian seperti ini nanti bisa mengambil apel di depan prajurit, kita izinkan,” kata Moeldoko, usai melaksanakan upacara singkat penyematan baret dan brevet kepada Gubernur DKI di Mabes TNI, Cilangkap, Jumat (12/12/2014), tulis Rimanews.com.
Pakaian yang dimaksud Moeldoko adalah atasan loreng bertuliskan Mitra TNI lengkap dengan baret berlambang Mabes TNI. Menurut Panglima, dengan menyematan simbol-simbol TNI tadi, ke depannya Gubernur tidak lagi ragu untuk mengeluarkan instruksi langsung kepada aparat TNI jika terjadi bencana di DKI.
“Pak Ahok dapat mengeluarkan kebijakan yang lebih strategis, kita yang akan memberikan penguatan. Jadi sekarang Beliau tidak perlu ragu, kapan saja TNI akan siap memberikan bantuan,” ucap Moeldoko.
Menanggapi hal tersebut, Ahok menjelaskan seharusnya penyematan tanda kehormatan tersebut diberikan kepada Joko Widodo (Jokowi) saat masih menjabat sebagai Gubernur Jakarta. “Cuma kan waktu pemberian itu, saya belum jadi Gubernur, Pak Jokowi juga sudah repot mau jadi Presiden. Ya sudah jadi sempatnya sekarang,” ujarnya.
Kafir Harbi
Aktivis Islam, Salim Syarief MD, dalam keterangannya kepada redaksi, menyebut Ahok adalah seorang kafir harbi dan jelas bukan kafir dzimmi, karena ia terbukti bereaksi terhadap umat dan syariat Islam.
“Tidak selamanya seorang kafir harbi itu menyerang Islam secara fisik (angkat senjata). Demi kepentingan politiknya, Ahok bermanuver dengan segala cara mendekati elemen Islam yang masih awam dan terombang-ambing ‘keimanannya’ untuk memuluskan dukungan terhadap dirinya menjadi DKI-1,” katanya.
Sebagai contoh nyata yang patut kita sesali. Sambutan meriah dilayangkan peserta Muktamar Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke-19 kepada Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok,yang hadir di lokasi Muktamar di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Jakarta Timur. Peserta Muktamar bernama Irmawati, misalnya, menyebut Ahok lebih islami ketimbang beberapa muslim. Ahok, kata peserta asal Aceh itu, adalah pemimpin yang disyaratkan ajaran Islam: jujur, dapat dipercaya, menyampaikan, dan pintar. “Pak Ahok bisa mengaplikasikannya dibanding kami yang Muslim,” ujar irmawati, seperti dilansir tempo.co, senin 17 november 2014, yang berjudul: “Pujian ke Ahok: Lebih Islami ketimbang Muslim”.
Padahal, imbuhnya, terkait kepemimpinan ada larangan keras bagi umat Islam menjadikan pemimpin mereka seorang kafir, karena hal itu berlawanan dengan apa-apa yang telah dinash-kan dalam Al-Qur’an. Adapun yang berpendapat bahwa umat Islam harus patuh pada pemimpin meskipun seorang muslim fasiq, dalam hal ini kita harus memahaminya dengan jeli. Yaitu, selama pemimpin fasiq tersebut tidak membuat kebijakan yang menyerang syariat islam, maka kita diperbolehkan mengikutinya. Namun jika jelas-jelas kebijakan pemimpin fasiq tersebut menginjak-injak syariat allah ta’ala, maka kita wajib menolak dan tidak rela dengan kepemimpinannya. Bahkan harus dilawan jika mampu selama tidak menimbulkan fitnah.
Sementara terkait Ahok dapat mengeluarkan kebijakan yang lebih strategis militer, Salim mewaspadai dengan mengajukan pertanyaan, kira-kira berapa ratus miliar atau mungkin sudah puluhan triliun para pengusaha Cina yang telah menggelontorkan dana untuk TNI, demi kuasai NKRI yang diawali dari DKI? “Wallahu A’lam, yang jalas hal itu sudah terjadi,” pungkasnya.(azm/arrahmah.com)