(Arrahmah.com) – Jadi orang waras di jaman edan ini memang susah. Itu satu tagline yang muncul di meme yang beredar di medsos. Meme yang menggambarkan pembelaan segelintir orang dan beberapa pejabat tinggi negeri ini pada kaum sakit jiwa, LGBT. Secara hukum syara’ persoalan LGBT sudah tuntas, tak ada khilafiyah di kalangan ulama kalau aktifitas itu adalah haram. Khusus untuk gay atau homoseksual, Syariat Islam memberikan sanksi pidana yang keras; hukuman mati.
Tapi persoalannya adalah gaya hidup LGBT ini nyatanya sudah merusak ke kalangan anak muda, termasuk remaja. Beberapa tahun silam saya membaca artikel konsultasi seks di sebuah situs remaja yang menceritakan mereka melakukan pesta seks sejenis. Membacanya saja saya sudah bergidig ngeri.
Ayahbunda juga mungkin ingat ketika aparat keamanan menggerebeg pesta seks sejenis di sebuah klub kebugaran di satu kawasan di Jakarta, di sana juga terlibat gay-gay usia belia. Tempat yang memang sudah jadi sarang kaum gay itu memberikan harga khusus untuk gay dari kalangan remaja dan anak muda. Waliyyadzu billah!
Tak bisa dipungkiri gaya hidup sakit LGBT itu sudah menjangkiti sebagian remaja kita. Bagaimana penyakit jiwa seperti itu bisa masuk ke dalam ‘kamar’ anak-anak remaja kita? Jawabannya karena kampanye masif juga terselubung LGBT ke ruang-ruang publik. Dengan dana yang besar, seperti tuturan Profesor Mahfud MD ada yang kucurkan anggaran sebesar 180 juta US$ untuk berbagai program LGBT di tanah air.
Dengan anggaran sebesar itu pantas saja kaum LGBT dan perusak moral bangsa berebut untuk ikutserta di dalamnya. Sebagian ada yang memang pembela LGBT, sebagian lagi ada yang sekedar fulus. Tapi hasilnya sama; merusak bangsa!
Ayahbunda sekalian perlu mewaspadai upaya memasukkan paham LGBT ke kalangan remaja dan anak muda. Cara itu amat halus bahkan ada yang seperti bahan joke atau candaan anak muda.
Berikut ini cara memasukkan konten LGBT ke kalangan kawula muda;
Pertama, lewat penyuluhan bertema kesehatan reproduksi dan seks aman untuk remaja. Beberapa LSM kerap bekerjasama dengan sekolah menyelenggarakan penyuluhan atau talkshow tentang kesehatan reproduksi untuk remaja. Di sela-sela materi itu acap diselipkan konten LGBT apakah berupa gambar, foto, atau ujaran dari para penyuluhnya. Biasanya disampaikan agar remaja tidak mengucilkan kaum LGBT dan para pengidap HIV/AIDS.
Kedua, lewat film dan video klip. Konten-konten LGBT juga kerap menjadi tema atau selingan dalam sejumlah film dan video klip lagu. Banyak film-film Hollywood bertema LGBT atau menampilkan tokoh berkarakter LGBT. Demikian pula dalam video klip penyanyi terkenal sering diselipkan konten LGBT, diantara penyanyi yang terang-terangan mengkampanyekan LGBT adalah Lady Gaga. Sejumlah video klipnya secara eksplisit menampilkan adegan erotis ala LGBT.Sejumlah film nasional juga sudah berani mengangkat tema LGBT, ada juga yang menampilkan karakter LGBT. Film-film ini secara terbuka mengkampanyekan LGBT pada masyarakat Indonesia, khususnya kawula muda.
Yang keterlaluan, konten LGBT ini juga masuk di film-film animasi untuk anak-anak. Sejumlah film serial animasi keluaran Disney yang bisa ditonton di tv kabel menayangkan karakter sepasang orang tua yang sama-sama perempuan, alias lesbi. Tentu saja ini diluncurkan sebagai bagian kampanye LGBT ke tengah keluarga dan anak-anak.
Ketiga, lewat komik, novel dan medsos. Dear parents, komik bukan lagi bacaan yang aman untuk remaja dan anak-anak. Beberapa tokoh superhero di Marvel atau DC Comic ada yang secara eksplisit juga implisit berkarakter gay atau lesbian. Bahkan ada juga adegan incest antar superhero yang sebenarnya kakak beradik.
Di media sosial seperti instagram ada sejumlah akun komik lokal yang sering mengupload adegan gay. Sekurangnya saya pernah melihat dua akun komik yang sering angkat tema gay di komik-komik mereka.
Selain itu, di medsos juga bertebaran grup-grup pertemanan yang diisi oleh para pelaku LGBT. Di sana bukan saja dijalin pertemanan, tapi juga mengarah pada aktifitas pelacuran sesama gay.
Keempat, pergaulan. Perilaku LGBT mudah menular melalui pergaulan. Kalangan remaja karena keawaman mereka dalam hukum agama, sering melakukan perbuatan yang menjadi stimulan LGBT seperti mandi bersama, tidur satu selimut, atau bercanda fisik seperti menyentuh alat kelamin, payudara, atau anus sesama lelaki.
Bisa juga kawannya membujuk remaja kita untuk menerima kehadiran LGBT sebagai sebuah takdir, atau ‘penyakit’ yang tak bisa disembuhkan. Biasanya mereka merebut hati remaja dengan pendekatan empati semisal menggunakan kalimat emosional; “Kasian lu, si anu dikucilkan keluarganya karena jadi gay”, “Gimana lagi ya, itu kan bukan maunya dia jadi gay, udah takdir Tuhan”, dan berbagai kalimat empati lain untuk meruntuhkan pemahaman anak-anak kita. Andai anak-anak kita tidak paham hakikat penyebab gay dan keharamannya, mudah saja kemudian berempati atau malah jadi pengikut kaum gay ini.
Mengingat bahaya LGBT, apalagi kaum gay yang secara umum hubungan mereka menjurus pada aktifitas seksual (anal seks), orang tua perlu mewaspadai sekurang-kurangnya empat pintu masuk di atas. Ubahlah pendekatan komunikasi pada anak, sampaikan bahaya LGBT dengan baik dan argumen yang kuat. Yang paling pokok, jadikan agama sebagai tolak ukur dan landasan kehidupan keluarga. Hanya dengan agama keluarga dan negeri ini bisa selamat.
Jangan kompromi dengan konten dan perilaku LGBT. Ketika terlihat remaja kita berperilaku keliru, maka ajak dialog dan luruskan pemahamannya. Begitupula minta mereka menjauh dari kawan-kawan yang berperilaku LGBT, mengingat besarnya pengaruh pergaulan dalam pembentukan karakter LGBT pada remaja kita.
Oleh : Ustadz Iwan Januar
(*/arrahmah.com)