LIBANON (Arrahmah.com) – Badai musim dingin di Lebanon telah menghantam kamp-kamp pengungsi Suriah, merusak tenda, kasur, serta mengakibatkan kekurangan makanan, lapor Reuters.
Lebih dari satu juta warga Suriah melarikan diri ke negara tetangga Libanon sejak perang pecah di Suriah pada 2011. PBB mengatakan sebagian besar dari mereka hidup dalam kemiskinan.
“Ada hampir setengah meter air di tanah dan di tenda-tenda kamp, memaksa kami dalam situasi ini,” kata Hussein Zeidan yang datang ke Libanon dari Homs, Suriah pada 2011.
Dia tinggal di kamp darurat dekat sungai di wilayah Akkar, Libanon utara. Dia dan beberapa penghuninya mengatakan bahwa badai telah membuat mereka kehilangan pakaian, perabot, serta kekurangan makanan.
Para pengungsi tersebut pindah mencari daerah yang lebih kering dan hangat.
“Air membanjiri kamp kami. Situasi kami buruk. Allah memberhati tetangga kami, mereka menyambut kami kemarin malam. Hari ini, air membanjiri mereka sehingga kami datang ke sini, seperti yang Anda lihat, ke rumah setengah jadi ini tanpa jendela atau pintu,” kata Ghazwan Zeidan, yang memiliki tiga anak, di Akkar.
Badan pengungsi PBB mengatakan pada Selasa (8/1/2019) bahwa badai telah benar-benar membanjiri atau menghancurkan 15 permukiman informal dari setidaknya 66 yang sangat terkena dampak.
Di lembah Bekaa di Libanon timur, selain suhu dingin juga turun salju.
Abu Shahid, yang melarikan diri dari Hasaka di Suriah tiga tahun lalu bersama keluarganya juga terkena dampak banjir di sebuah kamp informal di desa Bar Elias. Dia menggambarkan bagaimana tendanya telah sepenuhnya tenggelam, merusak semua barang milik keluarganya.
“Satu-satunya solusi adalah meninggalkan barang-barang kami, pindah, serta melarikan diri. Air ada di mana-mana, ke mana kita pergi?,” katanya. Malam sebelumnya, dia dan istri serta dua anaknya tidur di tenda tetangga yang tidak terlalu rusak oleh banjir.
Bagi Hamed Haj Abu yang berusia 19 tahun dan kerabatnya, malam itu dingin dan basah.
“Kami tidak tidur sepanjang malam. Beberapa tidur selama satu jam, yang lain bangun. Air datang pada kami, di tenda, dari mana-mana,” katanya di Bar Elias.
“Adikku dan keluarganya pertama kali datang kepada kami, mereka tinggal di dekat sini. Kita semua tidak tidur, kita meninggalkan tenda bersama-sama, kita tidak bisa duduk, lihat, air banjir, kita tidak bisa tidur di atas air. ”
(fath/arrahmah.com)