JAKARTA (Arrahmah.id) – Peluang pelemahan rupiah hingga menembus level Rp 16.000 per dolar AS terbuka lebar sebelum pergantian tahun. Pasalnya, Fed rate masih cukup agresif sehingga terus memicu tekanan kurs ke negara berkembang.
Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengungkapkan rupiah berpotensi besar tembus ke level Rp 16.000 per dolar AS, seiring dengan outlook ekonomi Indonesia tahun depan dengan adanya tahun politik, moderasi harga komoditas, dan resesi global juga akan lebih slowdown.
Selain itu, dia melihat kebijakan Bank Indonesia (BI) kurang efektif menangkal pelemahan rupiah.
“Jamunya jelas tidak bisa andalkan bunga acuan, harus diracik dengan kebijakan lainnya. Sekarang bunga acuan agresif, tapi sisi fiskalnya juga belum ada paket kebijakan,” jelas Bhima, Jumat (4/11/2022), lansir CNBC Indonesia.
“Pemerintah kan sering bilang ada resesi global, tapi kebijakannya tidak nyambung, seolah Indonesia paling kuat sendirian. Buktinya belum ada paket kebijakan anti resesi yang dirilis,” lanjut.
Sementara itu, pertahanan kurs mulai rapuh, setelah semester I ditopang booming komoditas. Sekarang tanda-tanda kerapuhan terlihat dari Baltic Dry Index yang anjlok 53,4% secara tahunan dan 30,8% secara bulanan.
“Gak mungkin harga komoditas terus naik, kalau aktivitas kargo yang mencerminkan permintaan global turun,” ungkapnya.
Ancaman seperti ini yang menurut Bhima akan menekan rupiah ke depannya.
Sementara itu, Ekonom Senior PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Wisnubroto mengatakan rupiah masih berpeluang melemah dalam waktu dekat. Pasar tengah menunggu rilis data US employment malam ini.
“Kalau ternyata NFP nya lebih tinggi dari perkiraan, dan tingkat pengangguran AS lebih rendah dari perkiraan, saya rasa berpotensi untuk kembali menekan rupiah,” ujarnya.
Namun, di sisi lain, dia melihat sentimen rilis PDB Indonesia pada minggu depan dapat berpeluang menopang pergerakan rupiah.
Seperti diketahui, ekonomi Indonesia pasa kuartal III diperkirakan akan tumbuh tinggi.
Konsensus ekonom yang dirangkum CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5,6%.
Adapun, BPS baru akan merilis angka pertumbuhan pada Senin (7/4/2022), pukul 11:00 WIB.
Fenomena penguatan dolar saat ini masih didorong oleh sentimen kenaikan suku bunga The Fed.
Ketua Federal Reserve Jerome Powell memberikan sinyal kuat bahwa suku bunga AS kemungkinan akan memuncak ke tingkat yang lebih tinggi dari yang diperkirakan pasar.
(ameera/arrahmah.id).