SHAN’A (Arrahmah.com) – Mujahidin Al-Qaeda Semenanjung Arab (AQAP) atau dikenal juga dengan nama Anshar Shariah Yaman memainkan strategi diplomasi dan militer yang sama-sama brilian. Arahan umum syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah kepada Amir AQAP, syaikh Abu Bashir Nashir bin Abdul Karim Al-Wuhaisyi, untuk menghindari konflik bersenjata dengan militer rezim Yaman dan mengajukan tawaran “gencatan senjata” benar-benar dijalankan dengan cantik.
Diawali dengan “melepaskan” propinsi Abyan yang telah mereka kuasai selama pertengahan 2011 sampai pertengahan 2012, lalu menarik mundur seluruh pasukan AQAP yang berjumlah lebih dari 10.000 mujahid demi menghindari jatuhnya korban warga sipil Abyan oleh serangan pesawat tempur AS dan Arab Saudi; AQAP kembali bergerilya di wilayah gurun dan pegunungan. Serangan-serangan cerdas yang menargetkan para instruktur militer AS, perwira tinggi militer dan pejabat penting rezim boneka Yaman menjadi taktik jitu AQAP. Pesawat tempur AS dan Arab Saudi sendiri masih terus membombardir dan membunuhi rakyat sipil muslim yang tak berdosa di Yaman Selatan, dengan dalih membunuhi anggota AQAP.
Dalam suasana demikian, para ulama Yaman memfasilitasi tawaran gencatan senjata antara AQAP dan rezim boneka Yaman. AQAP menghentikan serangan yang menargetkan para pejabat tinggi militer dan pemerintahan Yaman, sementara rezim Yaman harus menstop serangan pesawat tempur AS di Yaman Selatan.
Rezim boneka Yaman pimpinan presiden Abdu Rabbih Manshur Hadi berharap AQAP tidak akan mau menanda tangani gencatan senjata yang difasilitasi oleh sejumlah ulama Yaman tersebut. Jika AQAP tidak menanda tangani gencatan senjata, maka rezim Yaman memiliki alasan kuat untuk melanjutkan serangan pesawat tempur AS dan Arab Saudi di Yaman Selatan.
Dugaan dan keinginan presiden boneka AS itu meleset total. AQAP menanda tangani tawaran gencatan senjata dan membuktikan kepada rakyat Yaman dan public dunia bahwa mereka melancarkan serangan terhadap pejabat tinggi militer dan pemerintahan Yaman karena membela diri belaka. AQAP bukan kelompok haus darah yang membunuh orang tanpa alasan syariat yang membenarkannya.
Presiden boneka AS Abdu Rabbih Manshur Hadi justru menjadi pihak yang menolak gencatan senjata tersebut. Lebih dari dua puluh hari sejak AQAP menanda tangani surat gencatan senjata yang difasilitasi para ulama Yaman, Manshur Hadi tetap ngotot menolak tanda tangan. Ia justru melanjutkan “izin” serangan pesawat tempur AS dan Arab Saudi di Yaman Selatan. Serangan udara itu benar-benar digelar kembali pada Sabtu (19/1/2013) dan menewaskan sedikitnya sembilan warga sipil muslim yang tak berdosa di propinsi Ma’rib dan melukai belasan lainnya.
Terbukti sudah di depan rakyat Yaman dan dunia internasional, rezim boneka Yamanlah sesungguhnya pihak yang haus darah dan rela membantai rakyatnya sendiri, demi langgengnya singgasana kekuasaan mereka dan restu tuan besar penjajah salibis AS.
Dua hari setelah serangan pesawat tempur AS di Ma’rib tersebut, wartawan lapangan harian Al-Quds Al-Arabi, Abdur Razzaq Al-Jamal, menurunkan laporan lapangan dan analisa terbarunya dengan judul “Berakhirnya gencatan senjata antara Amir Al-Qaeda dan presiden Manshur Hadi”. Tulisannya dimuat oleh koran Al-Yaman Al-Yaum edisi Senin (21/1/2013) dan kemudian dirilis ulang oleh koran-koran utama Yaman lainnya, seperti Al-Balad News, Aden Gulf News dan Sahafah News. Berikut ini terjemahan tulisan wartawan Abdur Razzaq Al-Jamal tersebut.
Gencatan senjata antara Al-Qaeda Semenanjung Arab dan rezim Yaman sudah berakhir
Menuruti keinginan banyak ulama Yaman, di antaranya Syaikh Abdul Majid Ar-Reimi, Syaikh Muhammad Al-Wadhi’i, Syaikh Shalih Al-Wadi’i dan Syaikh Aiman bin Ja’far, maka Amir Al-Qaeda Semenanjung Arab (AQAP) Nashir bin Abdul Karim Al-Wuhaisyi menyetujui gencatan senjata antara tanzhimnya dengan presiden Abdu Rabbih Manshur Hadi.
Inti gencatan senjata tersebut adalah rezim Yaman menghentikan serangan udara (terhadap Anshar Shariah/AQAP dan rakyat Yaman Selatan) dan Al-Qaeda menghentikan pembunuhan (terhadap para pejabat rezim sekuler Yaman).
Sementara itu para ulama lainnya enggan memfasilitasi gencatan senjata dengan alasan Al-Qaeda Semenanjung Arab dan rezim Abdu Rabbih Manshur Hadi tidak menaruh kepercayaan kepada mereka, menurut ungkapan ulama salafi Syaikh Muhammad Al-Hasyidi.
Sejumlah ulama itu mengupayakan gencatan senjata dengan sepengetahuan presiden Yaman sendiri, yang tak pernah membayangkan Al-Qaeda Semenanjung Arab akan menyetujui gencatan senjata tersebut. Bahkan presiden Yaman mengharapkan Al-Qaeda Semenanjung Arab akan menolak gencatan senjata tersebut. Dengan begitu presiden Yaman akan bisa meyakinkan kepada para ulama bahwa serangan pesawat tempur Amerika adalah solusi satu-satunya dan solusi terakhir.
Oleh alasan inilah presiden Yaman Abdu Rabbih Manshur Hadi tidak mau menanda tangani surat gencatan senjata yang tidak pernah ia bayangkan tersebut, meskipun Amir Al-Qaeda Semenanjung Arab Nashir Al-Wuhaisyi telah lebih dahulu menanda tanganinya. Meski begitu, hal itu sempat menghentikan serangan-serangan pesawat tempur Amerika dan pembunuhan-pembunuhan terhadap pejabat rezim sekuler Yaman selama lebih dari 20 hari.
Dengan menanda tangani gencatan senjata tersebut, Amir Al-Qaeda Semenanjung Arab Nashir Al-Wuhaisyi telah menghilangkan peluang presiden Yaman Manshur Hadi untuk menjustifikasi serangan-serangan pesawat tempur Amerika dengan alasan pihak lain ~yaitu Al-Qaeda Semenanjung Arab~ tidak menghendaki perdamaian.
Demikian analisa seorang mantan jihadis Al-Qaeda, Rashad Muhammad Sa’id Abul Fida’, sebelum kembalinya presiden Manshur Hadi pada Sabtu lalu dan kemudian mengizinkan serangan-serangan pesawat tempur Amerika tanpa alasan. Bukannya Al-Qaeda Semenanjung Arab yang menolak penanda tanganan gencatan senjata sehingga menjadi alasan bagi presiden Manshur Hadi (untuk mengizinkan serangan-serangan pesawat tempur Amerika), justru presiden Manshur Hadi yang menolak penanda tanganan gencatan senjata sehingga menjadi alasan bagi Nashir Al-Wuhaisyi, yang melempar bola ke tengah lapangan para penengah gencatan senjata, menurut analisa Abul Fida’.
Gencatan senjata yang belum ditanda tangani oleh presiden Manshur Hadi itu telah dicederai kemarin lusa dengan jatuhnya sembilan warga sipil di propinsi Ma’rib yang gugur oleh serangan drone Amerika, maka bisa diperkirakan pihak lainnya ~Al-Qaeda Semenanjung Arab~ akan mencederainya pula dengan caranya sendiri. Seperti yang telah terjadi pada gencatan senjata sebelumnya, dengan membunuh enam perwira tinggi militer Yaman, setelah serangan pesawat tempur Amerika membunuh enam anggota Al-Qaeda di propinsi Hadramaut dan Baidha’ .
Karena peristiwanya saat ini terjadi dalam kondisi seperti ini, maka bisa jadi operasi pembalasan yang dilakukan oleh Al-Qaeda Semenanjung Arab tidak akan mendapatkan kemarahan rakyat Yaman, berbeda halnya dengan operasi pembunuhan terhadap perwira militer Yaman sebelumnya. Bahkan, sekalipun operasi-operasi pembalasan Al-Qaeda Semenanjung Arab akan meluas, khususnya karena kemarahan rakyat Yaman meningkat terhadap serangan-serangan drone Amerika di Yaman Selatan. Sebelumnya rakyat Yaman diam saja sehingga Amerika meningkatkan secara tajam kwantitas serangan-serangan dronenya di Yaman Selatan.
Memuncaknya kemarahan rakyat Yaman itu diekspresikan dengan pemblokiran jalan raya oleh penduduk kota Radda’, di mana mereka juga mengangkat panji-panji hitam yang biasa dibawa oleh Al-Qaeda Semenanjung Arab, sebagai bentuk protes atas serangan-serangan drone AS. Tindakan serupa dilakukan oleh penduduk propinsi Ma’rib, setelah serangan drone AS terakhir pada lusa kemarin.
Hanya beberapa jam sebelum drone-drone AS kembali membombardir Yaman Selatan, pemerintah Yaman melakukan pengamanan ekstra ketat di ibukota Shan’a sebagai bentuk antisipasi atas kemungkinan serangan balasan atas bombardir drone-drone AS. Hal itu membuktikan adanya koordinasi terpadu antara rezim Yaman dengan tentara AS dalam melakukan serangan-serangan drone di Yaman Selatan.
Wilayah udara kawasan Qaifah, kota Radda’ dalam propinsi Baidha’ telah menjadi ajang berputar-putarnya secara massif pesawat-pesawat tempur AS, baik pesawat mata-mata maupun pesawat-pesawat pembom. Ada kemungkinan serangan-serangan pesawat tempur AS dalam beberapa waktu ke depan akan terjadi di lebih dari satu propinsi di Yaman Selatan, khususnya di propinsi Hadramaut, Ma’rib, Baidha’ dan Shabwah.
Setelah melakukan tindakan-tindakan pengamanan ekstra ketat di ibukota Shan’a selama beberapa minggu terakhir, pemerintah Yaman dan militer Amerika mungkin ingin mengetahui sejauh mana Al-Qaeda Semenanjung Arab masih mampu memberikan serangan balasan.
Namun Al-Qaeda Semenanjung Arab tidak tergesa-gesa melakukan serangan balasan ketika pengamanan sedemikian ketat seperti kondisi saat ini. Menunda operasi balasan jauh lebih penting dari melaksanakan operasi balasan yang menurut perhitungannya akan gagal atau skalanya tidak sebanding dengan besarnya operasi serangan yang dilakukan oleh musuh. Terkadang, Al-Qaeda Semenanjung Arab mengesankan kepada musuh-musuhnya bahwa serangan-serangan musuhnya melemahkan Al-Qaeda, sehingga perhitungan musuh akan keliru sepenuhnya.
Di samping Al-Qaeda Semenanjung Arab mendapatkan dukungan sangat luas dari rakyat Yaman, akibat serangan-serangan pesawat tempur Amerika, khususnya di wilayah-wilayah persukuan; Al-Qaeda Semanjung Arab juga menegaskan hal yang selama ini selalu mereka ulang, yaitu penjajahan Amerika atas Yaman. Rakyat yang hidup di wilayah-wilayah yang selalu menjadi ajang perputaran dan bombardir pesawat-pesawat tempur AS bisa membaca pesan Al-Qaeda tersebut sesuai apa yang diinginkan oleh Al-Qaeda.
Sesungguhnya serangan-serangan pesawat tempur AS telah mengusung pemikiran dan membuka pintu lebar-lebar bagi banyak rakyat Yaman untuk bergabung dengan Al-Qaeda Semenanjung Arab. Serangan-serangan pesawat tempur AS telah menjadikan AS sebagai musuh bersama bagi suku-suku Yaman yang anggotanya gugur oleh serangan pesawat tempur AS dan Al-Qaeda yang anggotanya berasal dari suku-suku tersebut.
Meskipun sejak lebih dari setahun lalu AS sengaja membunuh setiap orang yang “dicurigai” menjadi anggota Al-Qaeda, meskipun ia bukan termasuk jajaran komandan Al-Qaeda, untuk mencegah kemajuan Al-Qaeda dan menghalangi sambutan suku-suku terhadap Al-Qaeda; namun AS telah menciptakan kondisi yang justru mendekatkan Al-Qaeda dengan rakyat, sehingga bergabung dengan Al-Qaeda merupakan jalan pintas untuk menuntut balas atas kerabat-kerabat mereka yang dibunuh oleh serangan pesawat-pesawat tempur AS.
Ismail atau Abdurrahman bin Jamil yang dibunuh oleh pesawat tempur AS pada Sabtu lalu di propinsi Ma’rib adalah saudara kandung dari salah seorang komandan Al-Qaeda Semenanjung Arab, Ali bin Said bin Jamil atau yang lebih dikenal dengan panggilan Muwaahid Al-Ma’ribi, yang dibunuh oleh drone AS pada 2011 lalu di propinsi Abyan, saat kelompok Anshar Syariah memerintah propinsi tersebut.
Hal yang memperparah keadaan adalah Amerika, tidak seperti biasanya dalam melakukan serangan pesawat udara di Yaman, membombardir kawasan-kawasan padat penduduk jika di kawasan-kawasan tersebut ada target yang sedang diincar. Seperti yang terjadi dalam serangan pesawat tempur AS baru-baru ini di propinsi Ma’rib. Amerika mengira dengan bombardier seperti itu maka penduduk wilayah tersebut akan mengusir para pejuang Al-Qaeda.
Ternyata serangan brutal pesawat tempur AS itu hanya mendorong masyarakat setempat untuk memblokir jalan-jalan raya, sebagai protes atas serangan brutal pesawat tempur AS. Jika serangan-serangan brutal itu tidak berhenti, tidak menutup kemungkinan akan ada reaksi lebih besar lagi dari rakyat Yaman, seperti yang terjadi pasca terbunuhnya Syaikh Jabir Asy-Syabhwani oleh serangan pesawat tempur AS.
Dukungan Ikhwanul Muslimin memotivasi pasukan AS untuk berperang
Untuk meraih tujuan-tujuannya secara lebih mudah dari waktu-waktu sebelumnya dan guna mengintensifkan operasi militernya di Yaman tanpa khawatir atas reaksi apapun, AS mengandalkan dukungan media massa yang dipersembahkan oleh media massa Hizbut Tajammu’ Al-Yamani lil-Ishlah “Partai Persatuan Yaman untuk Reformasi” (Ikhwanul Muslimin di Yaman) dan dukungan informasi yang diberikan oleh partai yang sama. Hal itu setelah dicapai kesepakatan yang tidak diumumkan kepada publik, yang menuntut dukungan Ikhwanul Muslimin Yaman kepada Amerika dalam memerangi Al-Qaeda, sebagai imbalan dari dukungan Amerika kepada Ikhwanul Muslimin Yaman dalam menghadapi rezim mantan Presiden Ali Abdullah Shalih.
Meskipun Amerika belum mendukung Ikhwanul Muslimin Yaman dalam skala yang diharapkan, sehingga hal itu mendorong Abdurrahman Bafadhil mengajak wakil-wakil rakyat Hadramaut untuk memboikot rapat-rapat Parlemen Yaman sampai pesawat-pesawat tempur AS menghentikan serangannya, padahal sebelumnya Abdurrahman Bafadhil termasuk kelompok orang yang menyambut hangat kehadiran Amerika dan pesawat-pesawat tempurnya, seperti pernyataan yang ia berikan di stasiun TV Al-Jazeera; namun Ikhwanul Muslimin Yaman ternyata berdiri di samping Amerika dengan sebuah dukungan yang Amerika sendiri belum pernah membayangkannya.
Dukungan media massa Ikhwanul Muslimin terhadap Amerika diwujudkan dalam pemberitaan media massa-media massanya yang secara terus-menerus menyatakan bahwa Al-Qaeda Semenanjung Arab loyal kepada rezim Ali Abdullah Shalih, sehingga rakyat Yaman bisa menerima operasi serangan pesawat tempur Amerika terhadap Al-Qaeda, seperti halnya penerimaan rakyat Yaman operasi politik AS terhadap rezim Ali Abdullah Shalih. Dalam pandangan media massa Ikhwanul Muslimin Yaman, Al-Qaeda adalah alat di tangan rezim Ali Abdullah Shalih.
Adapun dukungan militer terhadap Amerika memiliki banyak bentuk. Selain memberikan pasokan informasi kepada pesawat tempur tanpa awak (drone) AS dan pesawat tempur berawak AS, Hizbut Tajammu’ Al-Yamani lil-Ishlah dan letjend Ali Muhsin Al-Ahmar panglima militer kawasan Barat Laut Yaman memiliki peranan besar dalam memobilisasi gerakan Shahwat atau yang mereka namakan Al-Lijan Asy-Sya’biyah (komite milisi rakyat) di propinsi Abyan untuk memerangi Al-Qaeda.
Mayoritas anggota yang dimobilisasi di distrik Mawadiyah, propinsi Abyan untuk bergabung dalam barisan Al-Lijan Asy-Sya’biyah adalah anggota-anggota Ikhwanul Muslimin Yaman. Itulah sebabnya beberapa kali Al-Qaeda menargetkan beberapa tokoh dalam marga ‘Asyal di distrik Mawadiyah, propinsi Abyan yang menjadi pimpinan-pimpinan Hizbut Tajammu’ Al-Yamani lil-Ishlah.
Sumber-sumber dalam kelompok Al-Qaeda melaporkan bahwa peperangan-peperangan terakhir yang terjadi di propinsi Ma’rib, yang diberitakan sebagai peperangan antara Al-Qaeda melawan suku-suku, sebenarnya adalah peperangan antara pejuang Al-Qaeda dengan kelompok bersenjata yang memiliki kaitan dengan Hizbut Tajammu’ Al-Yamani lil-Ishlah.
Sumber-sumber itu menyatakan Hizbut Tajammu’ Al-Yamani lil-Ishlah menerjuni peperangan-peperangan di Yaman dengan memakai nama ‘suku-suku Yaman”, sama persis dengan peperangan-peperangan yang diterjuninya di pinggiran Shan’a, tepatnya di wilayah Nahm dan Arhab, melawan Garda Republik Yaman dengan mengatas namakan “suku-suku pendukung revolusi”. Berbeda halnya dengan peperangan-peperangan yang diterjuninya di propinsi Jauf melawan kelompok Syiah Houtsi selama masa yang dinamakan “revolusi”, karena dalam pertempuran-pertempuran tersebut Al-Qaeda berperan serta aktif, bahkan pasukan Ikhwanul Muslimin di propinsi Jauf tidak meraih kemajuan penting apapun kecuali dengan ikut sertanya Al-Qaeda dalam pertempuran mereka.
Kembali kepada hal-hal yang disebutkan di awal tulisan ini, nampaknya hari-hari mendatang akan menyaksikan tindakan kekerasan-kekerasan dalam bentuk yang berlainan. Ada kecenderungan yang kuat dari pihak Amerika untuk menggunakan kekuatan militer dan inteijen sebagai solusi, diimbangi oleh kepatuhan resmi rezim Yaman yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di sisi lain ada ketidak percayaan dari Al-Qaeda yang akan menghalangi proses “perundingan damai” apapun yang mungkin terpaksa akan diambil oleh AS dan rezim Yaman, saat pilihan militer dan intelijen membuktikan kegagalannya.
Bagi Amerika sendiri yang masih terus membunuhi warga-warga Yaman lainnya selama bulan-bulan yang telah lalu, maka semua korban yang gugur pada akhirnya adalah warga Yaman juga. Amerika tak akan peduli jika pembunuhan terhadap warga Yaman terus berlanjut, sekalipun akhirnya seluruh rakyat Yaman terbunuh.
Abdur Razzaq Al-Jamal
Harian Al-Yaman Al-Yaum
Senin, 21 Januari 2013 M
(muhib almajdi/arrahmah.com)