SENEGAL (Arrahmah.com) – Ayuba Suleiman Diallo lahir pada tahun 1701 di Senegal Timur, Afrika Barat. Ia dibesarkan dalam sebuah keluarga ulama Muslim yang taat. Itu yang membuatnya menghafal seluruh Al-Quran pada usia muda. Bahkan sejak usia muda, ia dihormati karena kecerdasannya dan daya ingatnya yang luar biasa.
Kehidupannya tidak berjalan mulus. Pada suat hari Ayuba ditangkap dan menjadi korban perdagangan budak Atlantik. Ia ditangkap oleh pedagang budak Mandinka dan menjualnya ke Royal African Company, sebuah perusahaan dagang Inggris. Perusahaan itu kemudian menjualnya kepada seorang kapten laut yang membawanya ke Annapolis, Maryland, Amerika Serikat, tempat ia memulai hidupnya sebagai orang yang diperbudak di koloni-koloni Inggris. Ketika ditangkap, Ayuba dicukur janggutnya. Ia kemudian dijual ke perkebunan tembakau milik sebuah keluarga.
Meskipun Ayuba mengalami kesulitan yang luar biasa, ia masih tetap melaksanakan sholat dan ibadah lainnya. Keluarga majikannya mempermalukannya dengan mengejek dan melemparkannya saat dia sholat. Hal tersebut membuatnya lari dari keluarga tersebut, namun, ia segera ditangkap dan dibawa ke penjara.
Ketika dia di penjara dia bertemu dengan seorang pengacara Inggris bernama Thomas Bluett. Bluett terkesan dengan kesalehan, keaksaraan, kecerdasan, dan keimanan Ayuba. Bluett menulis tentang Ayuba dalam bukunya ‘Beberapa memoar Kehidupan Ayuba’:
“Ingatannya luar biasa; karena ketika dia berusia lima belas tahun dia bisa mengucapkan seluruh Al-Quran di luar kepala.”
Semasa hidupnya di Inggris bersama Bluett, Ayuba tetap melaksanakan sholat dan ibadah lainnya. Bahkan ia menyembelih hewan sendiri sesuai syariat Islam sehingga ia bisa memakan daging yang halal. Selain itu, Ayuba juga mempelajari bahasa Inggris dalam keadaan sakit selama enam pekan.
Ayuba kemudian menulis surat kepada ayahnya. Surat itu akhirnya mendarat di tangan James Edward Oglethorpe. James adalah pendiri koloni Georgia. Karena surat itu ditulis dalam bahasa Arab, James menerjemahkan surat itu di Oxford.
James tersentuh oleh perjuangan yang tertulis dalam surat itu. Bahkan, dia merasa sangat tersentuh sehingga dia rela mengeluarkan uang untuk membeli kebebasan Ayuba dan membawanya ke Inggris. Selain itu James mengatur agar perbudakan dilarang di Georgia, namun, karena tekanan ekonomi di Georgia, larangan itu dicabut.
Ketika Ayuba tiba di Inggris pada 1733, ia diperlakukan sama dengan orang-orang Inggris berkulit putih. Namun, ia berbicara kepada mereka dengan santai. Hal tersebut sangat tidak biasa bagi orang kulit hitam untuk melakukannya pada saat itu. Karena orang-orang kulit hitam Afrika dianggap rendah dalam hal kecerdasan dan dalam hal lainnya oleh orang-orang kulit putih.
Jadi ketika Ayuba akan terlibat dalam perdebatan teologis dengan para imam dan Uskup Kristen, orang-orang terkesan dengan kecerdasan, kepercayaan monoteistik, dan kesalehannya.
Bahkan Raja dan Ratu segera juga ikut bergabung dengan daftar (perdebatan) itu. Dengan semua interaksinya dengan elit sosial negara itu, Ayuba dilantik ke dalam Gentleman’s Society of Spalding, sebuah klub yang merayakan intelektual dan akademisi.
Ayuba, setelah menderita melalui kesulitan-kesulitan seperti terpisah dari keluarganya, dijual ke dalam perdagangan budak, dipaksa bekerja dalam kondisi yang mengerikan, dihina oleh anak-anak, dan dipenjara, akhirnya diakui sebagai orang yang sederajat dengan orang-orang Inggris kulit putih.
William Hoare melukis wajah Ayuba sebelum ia meninggalkan Inggris. Ayuba telah bersedia untuk dilukis mengenakan pakaian tradisionalnya. Ayuba terlihat mengalungkan sesuatu di lehernya, itu adalah satu dari tiga salinan Al-Quran yang dia tulis dari ingatannya selama dia di Inggris. Ia ingin mewakili budaya, agama, dan dirinya sendiri melalui lukisan tersebut. Ketika dilukis ia mengenakan pakaian tradisionalnya. Dia tidak kehilangan identitas aslinya sebagai seorang Muslim Afrika selama dua tahun perbudakan yang dialaminya dengan berat.
Pada 1734, Ayuba kembali dengan selamat ke rumahnya. Ayahnya meninggal, salah satu istrinya menikah lagi karena dia berpikir Ayuba meninggal, dan rumahnya hancur karena perang. Namun, ia kembali mengatasi kesulitan, mengangkat dirinya, dan mampu menjalani kehidupan yang makmur.
(fath/arrahmah.com)