(Arrahmah.com) – Pertanyaan: Ustadz putra kami berusia 6 tahun bertanya, “Ayah, ibu, sebelum ada Allah ada siapa?” Lalu kami menjawab, “Allah itu Ahad (satu), jadi sebelum angka 1 itu 0 (nol). Tetapi putra kami menjawab lagi, sebelum angka 0 (nol) itu kan -1 (minus satu). Kami tidak bisa menjawab lagi dan memberi tahunya kalau kami akan menjawabnya besok atau lusa, insyaa Allah.
Mohon jawabannya yaa Ustadz.
Orang tua ibnu
Jawaban: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ulama hadits dan fiqih Ahlussunnah asal Suriah telah menjawab pertanyaan serupa dengan mengutip beberapa hadits berikut.
“Artinya : Sesungguhnya salah seorang kamu akan didatangi syetan, lalu bertanya : “Siapakah yang menciptakan kamu?” Lalu dia mejawab : “Allah”. Syetan berkata : “Kemudian siapa yang menciptakan Allah?”. Jika salah seorang kamu menemukan demikian, maka hendaklah dia membaca “amantu billahi wa rasulih” (aku beriman kepada Allah dan RasulNya), maka (godaan) yang demikian itu akan segera hilang darinya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (6/258): “Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Ismail dia berkata : “Telah bercerita kepadaku Adh-Dhahak, dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah, bahwa sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : (kemudian dia menyebutkan hadits itu).
Saya menilai : Hadits ini sanadnya hasan, sesuai dengan syarat Muslim. Semua perawi hadits ini adalah para perawi Muslim yang beliau jadikan pegangan dalam Shahih-nya. Tetapi Adh-Dhahak adalah Ibnu Utsman Al-Asadi Al-Huzami, dimana sebagian imam masih memperbincangkan mengenai hafalannya. Namun insya Allah hal itu tidak menurunkan haditsnya dari tingkat hasan. Bahkan Sufyan Ats-Tsauri dan Laits bin Salim, menurut Ibnus Sunni (201) sungguh telah mengikuti periwayatannya. Jadi hadits ini dapat dinilai shahih. Sementara itu Al-Mundziri dalam At-Targhib (2/266) menjelaskan.
“Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang bagus, kemudian Abu Ya’la dan Al-Bazzar. Lalu Ath-Thabrani juga meriwayatkannya dalam Al-Kabir dan Al-Usath dari hadits Abdullah bin Amer. Bahkan Imam Ahmad juga meriwayatkannya dari hadits Khuzaimah bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu.”
Jadi adanya beberapa syahid (hadits pendukung) ini dengan sendirinya menaikkan tingkat hadits tersebut kepada derajat yang sangat shahih.
Hadits Ibnu Khuzaimah menurut Imam Ahmad (5/214) para perawinya adalah tsiqah, kecuali jika di antara mereka ada Ibnu Luhai’ah, sebab ia buruk hafalannya.
Mengenai hadits Ibnu Amer ini, Al-Haitsami (341) berkomentar : Para perawinya adalah perawi-perawi shahih, kecuali Ahmad bin Nafi’ Ath-Thihan, guru Ath-Thabrani”.
Demikian dia menandaskan namun tidak menyebutkan sedikitpun mengenai keadaan Ahmad bin Nafi Ath-Thihan tersebut, begitu tidak simpatiknya Al-Haitsami kepadanya. Demikian pula saya, sama sekali tidak mengenalnya kecuali bahwa dia orang Mesir, sebagaimana disebutkan dalam Mu’jam Ath-Thabrani Ash-Shaghir (hal. 10)
Kemudian sesungguhnya hadits itu juga diriwayatkan oleh Hisyam bin Urwah yang didapat dari bapaknya dari Abu Hurairah secara marfu’ sebagaimana adanya (tidak ada perubahan apapun).
Hadits ini dikeluarkan pula oleh Imam Muslim (1/84) dan Ahmad (2/331) dari berbagai jalan dari Hisyam, tanpa kalimat, “sesungguhnya godaan itu akan hilang daripadanya”.
Selanjutnya hadits ini juga dikeluarkan oleh Abu Dawud (4121) yang kalimatnya sampai pada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Saya iman kepada Allah”. Dan ini merupakan riwayat Muslim.
“Artinya : Syetan akan datang pada salah seorang kamu, lalu berkata : “Siapakah yang menciptakan demikian ? Siapakah yang menciptakan demikian? Siapakah yang menciptakan demikian?” Sehingga dia bertanya : “Siapakah yang menciptakan Tuhanmu?” Apabila ia sampai demikian, maka hendaknya memohon perlindungan kepada Allah dan menghentikannya”
Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari (2/321), Imam Muslim dan Ibnu Sunni.
Hadits ini juga mempunyai jalur lain yang besumber dari Abu Hurairah dengan lafazh:
“Artinya : Hampir orang-orang saling bertanya di antara mereka sehingga seorang di antara mereka berkata : “Ini Allah, menciptakan makhluk, lalu siapakah yang menciptakan demikian, maka katakanlah : ‘Allah Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.’ Kemudian hendaklah salah seorang kamu mengusir (isyarat meludah) ke kiri tiga kali dan memohon perlindungan dari syetan.”
Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud (4732) dan Ibnu Sunni (621) dari Muhammad bin Ishaq, dia berkata : “Telah bercerita kepadaku Utbah bin Muslim, seorang budak yang dimerdekakan Bani Tamim, dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah yang menuturkan : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (kemudian ia menuturkan hadits itu)”.
Saya menilai : Hadits ini shahih sanadnya. Para perawinya tsiqah. Bahkan Ibnu Ishaq juga menjelaskan berita itu. Hingga dengan demikian amanlah hadits ini dari cela.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Umar bin Abi Salamah yang mendengar dari bapaknya, sampai perkataan : “Siapakah yang menciptakan Allah Azza wa Jalla?” Umar bin Salamah melanjutkan : “Abu Hurairah menceritakan : “Demi Allah, sesungguhnya, pada suatu hari aku duduk, tiba-tiba seseorang dari penduduk Iraq berkata kepadaku ” Ini Allah, pencipta kita. Lalu siapakah yang menciptakan Allah Azza wa Jalla?” Abu Hurairah melanjutkan ceritanya : “Kemudian aku tutupkan jariku pada telingaku lalu aku menjerit seraya berkata : “Maha benar Allah dan RasulNya”.
“Artinya : Allah Esa, tempat meminta. Tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad (2/387). Para perawinya tsiqah kecuali Umar. Ia adalah lemah (dha’if).
Menurut Imam Ahmad (Juz II, hal. 539) hadits ini juga mempunyai jalur lain dari Ja’far dia memberitakan : “Telah bercerita kepadaku Yazid bin Al-Asham, dari Abu Hurairah secara marfu’, seperti hadits sebelumnya. Yazid mengisahkan : “Telah bercerita kepadaku Najmah bin Shabigh As-Salami, bahwa dia melihat para penunggang datang kepada Abu Hurairah. Kemudian mereka bertanya kepadanya mengenai hal itu. Lalu Abu Hurairah berkata : “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar). Tidaklah kekasihku bercerita kepadaku tentang sesuatu melainkan aku telah melihatnya dan aku menunggunya. “Ja’far berkata : “Telah sampai kepadaku bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Artinya : Manakala orang-orang bertanya kepadamu tentang hal ini, maka katakanlah : “Allah adalah sebelum tiap-tiap sesuatu. Allah menciptakan tiap-tiap sesuatu dan Allah ada setelah tiap-tiap sesuatu.”
Sanad marfu’nya adalah shahih adapun yang disampaikan oleh Ja’far alias Ibnu Burqan adalah mu’dhal (hadits yang perawi-perawinya banyak yang gugur), dan apa yang ada di antara shahih dan mu’dhal adalah mauquf. Tetapi Najmah disini tidak saya kenal. Demikian pula dalam Al-Musnad, Najmah ditulis dengan “mim” (Majmah) sedangkan dalam Al-Jarh wat Ta’dil (4/1/509), tertulis Najbah dengan “ba”. Selanjutnya Imam Ahmad menjelaskan.
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dimana Yazid Ibnul Asham juga meriwayatkan darinya, dan mengatakan : “Saya mendengar bapakku berkata demikian dan tidak menambahkan!” Juga Al-Hafidzh dalam At-Ta’jil, tidak menambahkannya dan itu sesuai dengan syarat yang dibuatnya.
Hukum-hukum yang terkandung dalam hadits (tersebut)
Hadits-hadits shahih ini menunjukkan bahwa sesungguhnya bagi orang yang digoda oleh syetan dengan bisikannya, “Siapakah yang menciptakan Allah?”, dia harus menghindari perdebatan dalam menjawabnya, dengan mengatakan apa yang telah ada dalam hadits-hadits tersebut.
Lebih amannya ialah dia mengatakan:
“Saya beriman kepada Allah dan RasulNya. Allah Esa, Allah tempat meminta. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. Kemudian hendaklah dia berisyarat meludah ke kiri tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan, serta menepis keragu-raguan itu”.
Saya berpendapat : Orang yang melakukan demikian (menjawab sesuai hadits di atas, red.) semata-mata karena taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta ikhlas. Maka keraguan dan godaan itu akan hilang darinya dan menjauhlah setannya, mengingat sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya godaan itu akan hilang darinya”.
Pelajaran dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini jelas lebih bermanfaat dan lebih dapat mengusir keraguan daripada terlibat dalam perdebatan logika yang sengit diseputar persoalan ini. Sesungguhnya perdebatan dalam soal ini amatlah sedikit gunanya atau boleh jadi tidak ada gunanya sama sekali. Tetapi sayang, kebanyakan orang tidak menghiraukan pelajaran yang amat bagus ini. Oleh karena itu ingatlah wahai kaum muslimin dan kenalilah sunnah Nabimu serta amalkanlah. Sesungguhnya dalam sunnah itu terdapat obat dan kemulianmu.
Wallahua’lam bish shawwab.
[Dikutip dari almanhaj, dari salinan buku Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah wa Syaiun Min Fiqhiha wa Fawaaidiha, edisi Indonesia Silsilah Hadits Shahih dan Sekelumit Kandungan Hukumnya oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka Mantiq, hal 368-372 penerjemah Drs.HM.Qodirun Nur]
(adibahasan/arrahmah.com)