JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua KPK Abraham Samad membenarkan hubungan darah antara Zulkarnain Djabar (ZD), tersangka korupsi proyek pengadaan Al-Qur’an Kementerian Agama (Kemenag), dengan Dendy Prasetya Zulkarnain Putra (DP). “Iya betul, DP anaknya ZD,” ungkapnya dalam jumpa pers, Jumat (29/6/2012).
Abraham pun membeberkan, kasus yang menjerat bapak dan anak ini berdasarkan pengembangan penyidikan operasi tangkap tangan kasus korupsi. “Ini diawali dari operasi tangkap tangan,” katanya. Hanya saja Abraham tidak menjelaskan operasi tersebut.
Menurut Abraham, ZD, yang anggota Badan Anggaran DPR asal Fraksi Partai Golkar itu menjadi tersangka dalam tiga proyek Kemenag.
Pertama, ZD diduga terlibat suap dalam proyek pengadaan Al-Qur’an 2011 di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag. Kedua, ia diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah di Ditjen Pendidikan Islam Kemenag 2011. Ketiga, ia juga terlibat dugaan korupsi dalam proyek pengadaan kitab suci Al-Qur’an tahun anggaran 2012.
Politisi asal Golkar ini menerima imbalan milliaran rupiah secara bertahap dalam kurun waktu dua tahun itu. Dan menariknya, uang yang dia terima antara lain dari Dendy Prasetia, anak kandungnya sendiri.
Abraham mengatakan, Zulkarnain menyetir pejabat di Ditjen Bimas Islam untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) serta PT Karya Sinergy Alam Indonesia (KSAI) dalam proyek pengadaan Al-Qur’an. Selain ZD, sang ayah, KPK juga sudah menetapkan anak kandung ZD, Dirut PT KSAI Dendy Prasetia, sebagai tersangka pemberi suap
Dari ketiga proyek tersebut, perputaran uang panas pun banyak berkutat di keluarga politisi Golkar ini. Dalam kurun tahun 2011-2012 itu, sang anak, Dendy, mengalirkan uang ratusan juta hingga milyaran rupiah secara bertahap ke ayahnya, Zulkarnain. “Dilakukan secara bertahap,” ujar Abraham.
Modus yang dimainkan Zulkarnain, ujar Abraham, adalah menyetir petinggi di Kemenag agar memenangkan perusahaan yang ditunjuknya di tender proyek laboratorium komputer pada 2011. Abraham menyebut perusahaan yang menyuap Zulkarnain dalam proyek ini adalah PT BKM.
Dalam kasus ini ZD mengarahkan oknum Ditjen Bimas Islam untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi (A3I) sebagai rekanan dalam proyek pengadaan Al-Qur’an. Kemudian, ZD juga memerintahkan oknum Ditjen Pendidikan Islam untuk mengamankan proyek laboratorium MTS dan sistem komunikasi untuk memenangkan PT BKM sebagai rekanan. “Dia juga memerintahkan oknum Ditjen Bimas Islam untuk mengamankan proyek laboratorium dan sistem komunikasi,” ujar Abraham.
Pasal yang dilanggar, Pasal 5 Ayat 2 kemudian Pasal 12 huruf a atau b dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Belum jelas, siapa pejabat di Kemenag yang disetir oleh ZD.
Terkait penyidikan kasus ini, KPK melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, di antaranya di kediaman ZD di Jalan Cendrawasih, Jati Cempaka, Bekasi, di Kantor Kementerian Agama, Lapangan Banteng, Jakarta dan kantor ZD di Gedung DPR, Jakarta serta kantor perusahaan swasta milik anak ZD.
Menurutnya, dua perusahaan swasta itu diduga berada di bawah PT KSAI. DP, anak ZD, menjadi Direktur Utama PT KSAI itu. Karena itulah ZD yang politikus Golkar ini memperjuangkan agar PT KSAI memenangkan berbagai proyek di Kementerian Agama. KPK, ujar Abraham, masih mengembangkan kasus ini.
Rumah Dendy di Jalan Kaswari IV Nomor 188 tak jauh dari rumah Ayahnya di Jalan Cenderawasih IX, Kelurahan Jati Cempaka, Bekasi.Kedua rumah tersangka korupsi ini terlihat paling mencolok karena terbilang mewah di antara rumah lain di sekitarnya.
Dendy, yang disebut-sebut sebagai anak pertama ZD, dikabarkan kini tengah dirawat di rumah sakit, katanya karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Sementara sang ayah, dari hasil penelusuran sejumlah wartawan tak ditemui di rumahnya. Hanya ada dua penjaga yang menyatakan tuan rumah tak di tempat. Semoga sang ayah tidak menyusul pula masuk rumah sakit, sebab bisa memperlambat proses penyidikan.
Kini publik sedang menanti penyidikan lebih lanjut kasus korupsi yang amat memalukan ini. Umat dan bangsa ini tentu sangat berharap agar secepatnya KPK mengumumkan tersangka berikutnya. Siapa oknum atau petinggi di Kemenag yang terlibat dalam kasus ini, segera diusut tuntas. Betapa tidak, proyek pengadaan Al-Qur’an saja dikorupsi, apalagi yang lainnya? Ini negeri memang kian rusak. Pantas saja jika disebut sebagai Negara yang gagal.
Dalam kasus di atas, saat ini, setidaknya, baru ada dua tersangka, ayah dan anak. Unik, memang, ‘kompak’ jadi tersangka berbarengan. Jika benar terbukti, tentu ini adalah ‘kompak’nya ayah-anak yang sangat tak layak ditiru. Sabda Nabi, si penyuap dan yang disuap, dua-duanya tempatnya di neraka.
Oknum pejabat di Kemenag yang mestinya lebih fasih memahami akan hadits di atas, ternyata “menganut” ungkapan, “Lain perkataan, lain perbuatan.” Ini bukan berarti yang lain boleh tidak mengerti atau bebas dari memahami hal seperti tersebut. Sebab, sebagai Muslim kita dituntut untuk memahami Islam secara utuh dan integral. Maka, siapapun dia, anggota legislatif, eksekutif maupun yang di yudikatif, kudu memahami Islam secara kaaffah.
Tetapi jika sudah paham, tentu tidaklah elok kalau bisanya cuma mengatakan tanpa diiringi dengan perbuatan. Jika tetap melakukan praktik korupsi, itulah beda di kata, lain di perbuatan. Allah menyindir sekaligus menggugat orang-orang seperti ini dalam Al-Qur’an (yang pengadaannya dikorupsi):
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah jika kalian hanya bisa mengucapkan sesuatu yang tak kalian laksanakan,” (QS As-Shaf: 2-3). (salam-online.com/arrahmah.com)