JAKARTA (Arrahmah.com) – Menurut laporan Norton Cybercrime Report, studi yang mengungkap tingkat penyebaran kejahatan cyber di Indonesia menyatakan sekitar 86 persen pengguna internet telah menjadi korban kejahatan cyber.
Kejahatan meliputi virus komputer, penipuan online, dan phishing.
Laporan itu menyebutkan, wabah digital yang berlangsung diam-diam ini merupakan akibat dari ketidakpedulian konsumen, yang membuat mereka menjadi rentan dan terpapar ancaman di dunia online.
“Kami semua dirugikan karena kejahatan cyber, baik secara langsung maupun melalui biaya-biaya dari lembaga finansial,” kata Effendy Ibrahim, Internet Safety Advocate and Consumer Business Head, Asia, Symantec, pada keterangannya, Rabu (29/9/2010).
Effendy menyebutkan, para penjahat cyber secara sengaja mencuri uang dalam jumlah kecil agar tidak terdeteksi.
“Namun, jika dijumlahkan, nilainya akan besar. Jika tidak melaporkan kerugian, Anda sebenarnya membantu para penjahat tersebut tetap tidak terdeteksi,” ujarnya.
Menurut survei, ongkos paling mahal yang dikeluarkan pengguna dalam menyelesaikan kejahatan cyber adalah hilangnya uang dan waktu. “Dengan berbagai cara, korban harus membayar sebuah ‘harga’ dan dampaknya bukan hanya finansial, namun juga emosional,” tuturnya.
Studi yang pertama kali dilakukan itu juga mempelajari dampak emosional korban kejahatan cyber. Terungkap, reaksi terkuat dari para korban di Indonesia adalah marah (69 persen), merasa terganggu (57 persen), dan kecewa (57 persen).
“Meskipun dua dari lima orang Indonesia menyalahkan para penjahat di balik kejahatan cyber, ternyata sepertiga orang Indonesia merasa bertanggung jawab terhadap aktivitas penjahat cyber yang dihasilkan akibat perilaku mereka,” kata Effendy. (SM/arrahmah.com)