JAKARTA (Arrahmah.com) – Akankah terjadi revolusi di Indonesia jika Ahmadiyah tidak jadi dibubarkan? Jika Ahmadiyah tidak dibubarkan, maka pada awal bulan Maret yang akan datang, umat Islam akan memulai proses revolusinya, demikian ungkap Al Khaththath, Sekjen FUI dalam diskusi Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (PKSK) Ke-61 di Jakarta, Kamis (24/2/2011).
Ketidakadilan Picu Revolusi
Persoalan ketidakadilan adalah faktor pendorong terjadinya revolusi di negara-negara Arab dan Timur Tengah. Persoalan itu muncul karena adanya penindasan oleh kelompok minoritas berkuasa terhadap kelompok mayoritas. Demikian dikatakan Ketua DPP Front Pembela Islam (FPI) Munarman dalam diskusi Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) Ke-61 di Jakarta, Kamis (24/2/2011).
Munarman mencontohkan, bahwa terjadinya pergolakan di Tunisia, Mesir, Bahrain, Yaman dan negeri Arab lainnya adalah karena adanya ketidakadilan yang dirasakan oleh kelompok mayoritas. “Ada kelompok besar umat tertindas yang tidak bisa turut mengelola negara”, ujarnya.
Dalam kasus di Indonesia, ketidakadilan itu dirasakan oleh mayoritas umat Islam. Dalam kasus Ahmadiyah misalnya, umat Islam Indonesia, ormas-ormas Islam dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mendesak pemerintah agar segera mengeluarkan Keppres Pembubaran Ahmadiyah. Tetapi aspirasi umat Islam itu hingga kini tetap diabaikan pemerintah. Karena itu diyakini bahwa kasus Ahmadiyah ini bisa menjadi faktor pendorong terjadinya revolusi di Indonesia. “Faktor akidah ini akan menjadi magnitude terjadinya revolusi”, kata Munarman.
Faktor ekonomi, seperti masalah pengangguran dan kemiskinan, dikatakan oleh Direktur An Nashr Institute itu sulit untuk menjadi pendorong revolusi. ” Untuk Indonesia tidak tepat menggunakan isu ekonomi”, lanjutnya.
Pernyataan Munarman ini sekaligus membantah pernyataan sebelumnya yang dilontarkan Anggota Fraksi Demokrat Ramadhan Pohan. Menurut Pohan, revolusi di Mesir tidak akan sampai ke Indonesia. Justru sebaliknya, revolusi (baca: reformasi) Indonesialah yang telah sampai Mesir.
Pohan beralasan bahwa di Mesir bisa terjadi revolusi karena tiga hal. Karena tidak adanya demokratisasi, masalah kemiskinan dan korupsi. Jika faktor pendorong revolusi adalah karena ketiga hal itu, maka Pohan berpendapat revolusi tidak akan sampai Indonesia. Karena Indonesia adalah negara yang demokratis, bahkan lebih demokratis daripada Amerika Serikat, angka kemiskinan dinilai terus menurun dan pemberantasan korupsi di era SBY juga dianggap yang terbaik.
Awal Maret Awal Revolusi Indonesia?
Sementara itu, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) KH Muhammad Al Khaththath mengingatkan bahwa kekuasaan adalah milik Allah Swt semata. Allah sajalah yang berhak untuk memberikan kekuasaan kepada seseorang sekaligus mencabutnya. Hal itu didasarkan pada Al Quran Surat Ali Imran ayat 26 dan 27.
“Jika SBY mampu bertahan hingga 2014, maka itu adalah atas kehendak Allah. Tetapi jika Allah berkehendak mencabut kekuasaan SBY di bulan Maret ini, maka itu juga bisa terjadi”, ungkap Al Khaththath.
Kerena kekuasaan adalah milik Allah, Al Khaththath mengingatkan agar SBY mengelola negara ini berdasarkan Syariat Islam. SBY juga diminta agar tidak mengabaikan aspirasi umat Islam untuk membubarkan kelompok aliran sesat Ahmadiyah. Peringatan itu disampaikan, agar SBY kelak tidak dihinakan oleh Allah Swt.
“SBY harusnya segera membentuk Dewan Kesatuan Ulama. Minta pendapat para ulama bagaimana seharusnya mengelola negeri ini berdasarkan syariat Islam. Posisi kepala negara tetap SBY. Umat Islam itu tidak berorientasi kekuasaan. Umat Islam hanya ingin syariat Islam diterapkan”, ungkapnya.
Melalui Pohan, Al Khaththath berpesan kepada SBY agar segera mengeluarkan Keppres Pembubaran Ahmadiyah. Jika tidak, maka pada awal bulan Maret yang akan datang, umat Islam akan memulai proses revolusi dengan berdemo di Istana Negara. Tuntutannya, Ahmadiyah dibubarkan atau pemerintahan yang bubar. Pada saatnya revolusi Mesir akan sampai juga ke Indonesia. Akankah?
(M Fachry/SuaraIslam/arrahmah.com)