DAMASKUS (Arrahmah.id) — Pemimpin Suriah Ahmad asy Syaraa mengatakan kepada Al Arabiya pada Ahad (29/12/2024), bahwa pemilihan umum di negara itu bisa dilakukan dalam empat tahun ke depan. Dia juga mencatat pentingnya hubungan mereka dengan Iran dan Rusia, dan menyerukan agar Amerika Serikat mencabut sanksi yang dijatuhkan terhadap negara tersebut.
“Proses pemilihan umum bisa memakan waktu selama empat tahun,” kata Sharaa kepada televisi Al Arabiya milik Saudi, tiga pekan setelah kelompok perlawanan suriah menggulingkan penguasa lama Bashar al-Assad.
“Kami perlu menulis ulang konstitusi” yang bisa berlangsung selama “dua atau tiga tahun”, tambahnya.
Dalam wawancara mengenai berbagai tema itu, dia menyatakan harapan bahwa pemerintahan Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump yang akan datang akan mencabut sanksi yang dijatuhkan kepada negaranya di bawah kepemimpinan Assad.
“Sanksi terhadap Suriah dikeluarkan berdasarkan kejahatan yang dilakukan rezim tersebut,” kata Syaraa, seraya menambahkan bahwa karena Assad sudah tiada, “sanksi-sanksi ini seharusnya dicabut secara otomatis”.
Kelompok perlawanan Suriah Hai’ah Tahrir Syam (HTS) yang dipimpin Syaraa telah dilarang sebagai organisasi teroris oleh banyak pemerintah termasuk Amerika Serikat.
Pemimpin HTS tersebut juga mencatat pentingnya hubungan dengan Rusia dan Iran, yang keduanya merupakan sekutu utama Assad.
“Suriah tidak dapat terus menjalin hubungan tanpa negara regional penting seperti Iran, tetapi hubungan tersebut harus didasarkan pada rasa hormat terhadap kedaulatan kedua negara dan tidak mencampuri urusan kedua negara,” kata Syaraa.
“Rusia adalah negara penting dan dianggap sebagai negara terkuat kedua di dunia,” katanya, seraya menekankan “kepentingan strategis yang mendalam antara Rusia dan Suriah”.
“Semua senjata Suriah berasal dari Rusia, dan banyak pembangkit listrik dikelola oleh para ahli Rusia… Kami tidak ingin Rusia meninggalkan Suriah seperti yang diinginkan sebagian orang,” katanya.
Syaraa juga mengatakan pasukan lokal yang dipimpin Kurdi yang ditentang Turki akan diintegrasikan ke dalam tentara nasional.
“Senjata harus berada di tangan negara saja. Siapa pun yang bersenjata dan memenuhi syarat untuk bergabung dengan kementerian pertahanan, kami akan menyambut mereka,” katanya.
Berdasarkan kriteria ini, “kami akan membuka dialog negosiasi dengan SDF, untuk mungkin menemukan solusi yang tepat.
SDF mengacu pada Pasukan Demokratik Suriah yang didukung AS dan dipimpin Kurdi yang menguasai wilayah utara dan timur laut Suriah. (hanoum/arrahmah.id)