DAMASKUS (Arrahmah.id) — Presiden sementara Suriah pada hari Selasa (25/2/2025) menyatakan bahwa negara memiliki monopoli atas senjata pada konferensi dialog nasional tentang masa depan negara tersebut setelah penggulingan Bashar al-Assad.
Dilansir The New Arab (25/2), Ahmad Asy-Syaraa juga mengatakan bahwa ia berencana untuk membentuk komite keadilan transisi.
Konferensi yang diadakan di istana presiden ini menandai dimulainya fase penting bagi pemerintahan masa depan Suriah setelah bertahun-tahun dilanda perang saudara yang menghancurkan.
“Kesatuan senjata dan monopoli senjata oleh negara bukanlah kemewahan, tetapi tugas dan kewajiban,” kata Asy-Syaraa kepada para peserta pertemuan tersebut.
“Suriah tidak dapat dibagi; ia adalah satu kesatuan yang utuh, dan kekuatannya terletak pada kesatuannya.”
Namun, partai-partai dalam pemerintahan otonomi Kurdi di Suriah timur laut mengecam apa yang mereka sebut sebagai representasi simbolis kaum minoritas di konferensi tersebut.
Dalam pernyataan bersama, 35 pihak mengatakan: “Konferensi dengan perwakilan simbolis… tidak ada artinya, tidak bernilai, dan tidak akan berkontribusi untuk menemukan solusi nyata bagi krisis yang sedang berlangsung di negara ini.”
Asy-Syaraa sebelumnya mengatakan pasukan yang dipimpin Kurdi harus diintegrasikan ke dalam tentara nasional Suriah.
Sebagian besar wilayah utara dan timur laut Suriah dikendalikan oleh pemerintahan yang dipimpin Kurdi yang tentara de facto-nya, Pasukan Demokratik Suriah (SDF), mempelopori pertempuran yang membantu mengalahkan kelompok militan Islamic State (ISIS) di Suriah pada tahun 2019, dengan dukungan koalisi internasional yang dipimpin Amerika Serikat.
Ratusan orang menghadiri konferensi tersebut, termasuk masyarakat sipil, komunitas agama, tokoh oposisi, dan seniman.
Pemerintahan otonomi Kurdi dan SDF tidak diundang karena pengecualian kelompok bersenjata, menurut penyelenggara.
“Selama dua bulan terakhir, kami telah berupaya mengejar mereka yang melakukan kejahatan terhadap warga Suriah,” kata Asy-Syaraa.
“Kami akan bekerja untuk membentuk badan keadilan transisi untuk memulihkan hak-hak rakyat, memastikan keadilan dan, jika Tuhan berkehendak, membawa para penjahat ke pengadilan,” tambah presiden sementara itu.
Dalam pidatonya, Asy-Syaraa juga menekankan pentingnya supremasi hukum.
“Kita harus membangun negara kita di atas supremasi hukum, dan hukum harus dihormati oleh mereka yang menegakkannya,” katanya.
Kebijakan luar negeri Suriah akan didasarkan pada “keseimbangan dan keterbukaan”, katanya.
“Kami ingin mengembangkan hubungan yang kuat dengan negara-negara yang menghormati kedaulatan kami sambil tetap membuka pintu dialog dengan pihak mana pun yang ingin membangun kembali hubungannya dengan kami berdasarkan rasa saling menghormati.” (hanoum/arrahmah.id)