BULO MAREER (Arrahmah.com) – Selasa (11/3/2014) Sheikh Abu Abdullahi sibuk memeriksa proyek pembuatan kanal di Bulo Mareer, provinsi Lower Shabelle Somalia, sebagai bentuk kepedulian Mujahidin Asy-Syabaab kepada ummat.
Para penggali sudah bekerja sejak pukul enam pagi waktu setempat. Mereka membangun kanal-kanal untuk membantu pengairan pada program pertanian rakyat Somalia. Program ini telah diluncurkan sekitar dua setengah tahun yang lalu oleh Mujahidin Asy-Syabaab dengan menghabiskan dana sekitar dua juta dollar AS.
Tiga bulan telah berlalu sejak tetes terakhir hujan melanda Bulo Mareer, namun berkat sejumlah kanal yang dihubungkan dengan sungai, alhamdulillah kota ini subur dan hijau kembali di tengah krisis kemanusiaan rezim dzolim Somalia.
Terdapat tujuh hektar pertanian jagung di pinggiran sungai kota ini, menurut Hussein Mohamed Ali (66) sambil memetik hasil panennya.
“Alhamdulillah masih kami rasakan suasana gembira setelah salah satu kanal berhasil mengairi pertanian sejak sebulan lalu. Sekarang para petani mengharapkan setidaknya tiga kali panen dalam 12 bulan ke depan,” ujarnya.
Mencegah muslihat musuh
Dalam sebuah pernyataan Luca Alinovi , kepala FAO di Somalia, mengatakan kepada Al Jazeera,” FAO beroperasi di Lower Shabelle dan bekerja melalui berbagai organisasi lokal dan internasional untuk mencapai beberapa komunitas yang paling rentan di Somalia. Saat ini, FAO bekerja di daerah Afgoye , Awdegle dan Wanla Weyne di Lower Shabelle melalui mitra pelaksana.”
Namun, pada bulan November 2011 , Asy-Syabaab menemukan kegiatan ilegal dan pelanggaran dari organisasi non-pemerintah asing (LSM)- mitra pelaksana FAO- di daerah Shabelle.
Dikuatkan dengan pernyataan Mohamed Sheikh Abdi , ketua serikat petani Bulo Mareer, “Mereka (LSM antek rezim) selalu membawa makanan ke kota pada pekan-pekan sebelum masa panen. Mereka membeli makanan dari luar negeri dan tidak pernah membeli dari kami petani setempat. Dengan begitu mereka secara sistematis membunuh setiap insentif untuk pertanian lokal. Kami disandera oleh LSM.”
“Kami ingin penduduk kami bebas dari kebergantungan kepada LSM dan tangan asing. Kami ingin mandiri dan bergantung pada satu sama lain,” menurut Sheikh Abu Abdullah, gubernur di wilayah yang dikuasai Asy- Syabaab di provinsi Lower Shabelle, kepada Al Jazeera .
Kini, di bawah kelola Asy- Syabaab, Shabelle menjadi lumbung Somalia yang mandiri dan merasakan kemakmuran yang adil. Sebelumnya, selama bencana kelaparan akibat kebrutalan rezim kafir pada tahun 2011, yang menewaskan lebih dari 250.000 orang, provinsi ini terpuruk. Banyak orang pindah ke kamp-kamp bagi para pengungsi lokal di ibukota Somalia, Mogadishu. Sekarang semua berangsur kembali dan berikhtiar mengubah taraf hidup.
Banyak penduduk setempat menyambut perkembangan ini. Seperti petani wijen bernama Abdi Haji Qarawi (47). Ia adalah ayah dari 18 anak-anak. Luas pertanian wijennya 17 hektar. Sebelum pelarangan LSM dan pembangunan kanal kota, Qarawi mengatakan dia adalah seorang “pengemis “.
“Setiap minggu pada akhir bulan, kami “digiring” pergi ke kantor LSM untuk meminta makanan. Kadang kami diberitahu bahwa tidak ada makanan. Saat itu adalah taraf kehidupan yang paling memalukan,” ujarnya mengingat.
Namun, alhamdulillah, dua tahun setelah memutuskan bergabung bersama Asy-Syabaab untuk kembali ke pertanian, Qarawi adalah seorang pria bahagia. “Semua anak-anak saya pergi ke madrasah. Saya mampu untuk mengirim mereka untuk belajar dan saya memiliki kelebihan kas,” katanya sambil tersenyum. “Sebelumnya, saya adalah seorang pengemis. Sekarang apa yang saya hasilkan dengan dua tangan di pertanian saya untuk dijual di pasar Mogadishu. Allah mengirim Asy-Syabaabkepada kami untuk mengusir LSM.”
Selain merintis kemandirian pangan, Ayh-Syabaab menawarkan pembebasan pajak dan sewa gratis untuk restoran yang menjual hanya makanan produksi lokal. Sarana restoran diproyeksikan untuk melayani kebutuhan masyarakat akan menu sehat. Salah satunya yang muncul dan terpopuler adalah restoran Wadani Qutul (hidangan nasional).
Abdirashid Xaji (38), menjalankan salah satu restoran tersebut. Ia seorang ayah dari 13 anak, bertugas memberi tugas kepada stafnya . Restorannya adalah yang pertama dibuka, kemudian menjadi pelopor empat restoran lainnya. Semua restoran ini melayani 30.000 jiwa penduduk di Bulo Mareer.
“Pada hari kerja yang sangat tenang, kami melayani 150 orang . Pada hari sibuk seperti Jum’at, kami melayani tiga kali jumlah tersebut,” katanya .
Penyedia makanan lokal sangat populer karena masyarakat tahu manfaat kesehatan dan sadar tentang menggulirkan ekonomi dari usaha makanan yang diproduksi secara lokal . Dokter juga telah memberitahu mereka untuk menjaga kualitas dan gizi makan makanan lokal.
Abdullahi Boru, seorang analis keamanan Afrika menegaskan, bahwa Ayh-Syabaab melaksanakan peribahasa lokal ” ‘berusaha untuk membunuh dua burung dengan satu batu”, yakni membuat makanan bagi orang-orang, sekaligus memberikan rasa aman. Hal ini meningkatkan basis pendapatan jangka panjang mereka juga.” Allahu Akbar!
Dengan tidak membebani petani untuk tanah mereka, tetapi hanya memungut zakat dari apa yang mereka hasilkan, Boru mengatakan Asy- Syabaab telah mendorong lebih banyak orang untuk bertani. Dengan demikian lebih berkah dari pendapatan pajak dari peningkatan produksi. Selain itu, Asy-Syabaab menyediakan tempat bebas sewa bagi pemilik restoran yang melayani hanya bersumber makanan lokal. Langkah ini mempertahankan permintaan untuk makanan lokal dan menjaga pundi-pundi mereka untuk kemudian hari, tambahnya. Keputusan Ash-Shabab untuk melarang organisasi bantuan juga dapat membantu meminimalkan risiko terhadap keamanan Somalia dari intelijen asing berkedok LSM. Semoga kemakmuran ini dapat dirasakan di kawasan konflik lainnya. (M1/arrahmah.com)