JAKARTA (Arrahmah.com) – Beginilah ketika manusia menggadaikan keimanan demi kemilau fatamorgana materi. Tak hanya korupsi, pegawai yang satu ini bahkan memilih melakukan syirik dengan mempercayai dukun! Astagfirullah. Istilahnya sudah jatuh tertimpa rumah pula. Sudah korupsi, syirik pula, plus ditangkap pula!
Hendro Laksono, tersangka penilap dana Komisi Pemberantasan Korupsi senilai Rp 388 juta pada 2009, mengaku seluruh uang hasil kejahatannya diserahkan kepada seorang dukun bernama Syamsul Ma’arif di Subang, Jawa Barat.
Pengakuan itu disampaikan kepada jaksa penuntut umum perkara ini, Surma, dalam pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa (18/10/2011). Pemeriksaan bersamaan dengan penyerahan berkas dan tersangka dari kepolisian kepada kejaksaan.
Menurut Surma, uang itu sebagian diserahkan dengan cara ditransfer via Bank Negara Indonesia cabang Subang atas nama Lina Karlina, yang ternyata adalah putrid sang dukun. Pengakuan tersebut dilengkapi barang bukti sejumlah slip transfer yang totalnya Rp 174 juta.
“Transfer terjadi Februari hingga Desember 2009,” kata Surma di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun sisanya, sebesar Rp 214 juta, masih menurut pengakuan Hendro, diserahkan langsung kepada Syamsul di Subang. Penyerahan uang itu pun disaksikan oleh istri dan anak dukun Syamsul.
“Duit habis untuk apa, kami tak tahu,” ujar Surma.
Mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Deputi Pencegahan KPK ini diduga menggelapkan dana tunai Rp 388 juta yang diambil dari anggaran perjalanan dinas Deputi Pencegahan KPK.
“Tersangka yang pegang kunci brankas,” ujar Surma.
Penyidik kepolisian mengungkapkan tersangka yang bekerja sebagai pegawai tetap KPK sejak 2007 sampai 2010, sempat melarikan diri setelah kasusnya terungkap. Tersangka juga pernah berjanji mengembalikan uang itu agar tak dipecat dari KPK. Hendro ditangkap pada September lalu. Namun, Surma mengatakan, kejaksaan menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) dari kepolisian pada bulan ini.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Masyhudi mengatakan Hendro terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan dijerat dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (dbs/arrahmah.com)