DAMASKUS (Arrahmah.com) – Presiden kriminal pemimpin rezim Alawiyah Suriah, Bashar al-Assad mengatakan ia akan hidup dan mati di Suriah dan memperingatkan bahwa setiap invasi Barat untuk menggulingkan dirinya akan memiliki konsekuensi bencana bagi Timur Tengah dan sekitarnya.
Peryataan menantang dari Assad bertepatan dengan pertemuan penting di Qatar pada Kamis (8/11/2012) di mana pihak oposisi terus ditekan untuk menuntaskan kesepakatan pada tubuh kelompok baru pemberontak yang bersatu di dalam dan luar Suriah dalam rangka mempersiapkan diri untuk transisi pasca-Assad.
Pemimpin Suriah yang menghadapi perlawanan sengit dari para pejuang Suriah selama 19 bulan, tampaknya menolak ide yang dilayangkan oleh Perdana Menteri Inggris, David Cameron pada Selasa (6/11) agar ia keluar dari Suriah dan menikmati pengasingan di London yang bisa mengakhiri perang saudara.
“Saya bukan boneka. Saya tidak dibuat oleh Barat untuk pergi ke Barat atau negara lain,” ujarnya kepada televisi Rusia dalam sebuah wawancara. “Saya seorang Suriah, saya harus tinggal di Suriah dan mati di Suriah.”
Situs berita Rusia Today yang menerbitkan transkrip wawancara ke bahasa Inggris, memperlihatkan gambar Assad berbicara kepada wartawan dan berjalan menuruni tangga di luar villa putih. Tidak jelas kapan wawancara tersebut berlagsung.
“Saya pikir bahwa harga invasi ini, jika itu terjadi, akan menjadi lebih besar dari seluruh dunia…. Ini akan memiliki efek domio yang akan mempengaruhi duna dari Atlantik hingga ke Pasifik,” ujar Assad.
“Saya pikir Barat tidak akan pergi ke arah ini, tetapi jika mereka melakukannya, tak seorang pun bisa mengatakan apa yang akan terjadi berikutnya.”
Qatar, Turki menegur oposisi
Didukung oleh Washington, pembicaraan Doha menggarisbawahi peran sentral Qatar dalam upaya untuk mengakhiri pemerintahan Assad.
Perdana Menteri Qatar, Hamad bin Jassim Al Thani mendesak oposisi Suriah untuk mengakhiri perselisihan dan bersatu.
“Ayo, bergerak dalam rangka untuk memenangkan pengakuan dari masyarakat internasional,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri Turki juga melayangkan suara yang sama, mengatakan : “Kami ingin satu juru bicara tidak banyak. Kami perlu rekan-rekan yang efisien, sekarang saatnya untuk bersatu.”
Pejuang Suriah di lapangan (FSA dan berbagai kelompok Jihad) tidak memiliki kesamaan dengan berbagai pihak oposisi di luar Suriah, mereka mengatakan bahwa faksi yang berada di luar negeri tidak merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang berjuang di Suriah. Dan mereka tidak mewakili para pejuang di Suriah. (haninmazaya/arrahmah.com)