DAMASKUS (Arrahmah.com) – Pasukan Suriah mengalami kemajuan hampir di setiap garis terdepan berkat serangan udara yang dilancarkan oleh Rusia yang dimulai pada September lalu, ujar pemimpin rezim Nushairiyah, Bashar Asad dalam sebuah wawancara yang dirilis Ahad (22/11/2015), lansir AFP.
Pemimpin rezim tersebut juga mengatakan ia menyukai pembicaraan damai baru yang akan diselenggarakan di Moskow, namun lagi-lagi mengklaim bahwa konflik Suriah tidak dapat diselesaikan tanpa mengalahkan “terorisme” (baca: Mujahidin).
Dalam wawancara dengan televisi Phoenix yang berbasis di Hong Kong, Asad mengklaim situasi di Suriah telah “membaik dalam cara yang sangat baik” sejak Rusia memulai serangan udara pada 30 September.
“Sekarang saya dapat mengatakan bahwa tentara membuat kemajuan di hampir setiap garis depan, di banyak arah yang berbeda dan wilayah di Suriah,” klaimnya berbicara dalam bahasa Inggris.
Rusia mengkoordinasikan serangan udaranya dengan Damaskus, tapi tidak dengan tentara koalisi pimpinan AS yang berdalih melakukan kampanye udara untuk memerangi ISIS.
Moskow juga dilaporkan telah berupaya memainkan peran utama dalam resolusi politik untuk perang Suriah, berpartisipasi dalam pembicaraan tingkat tinggi di Wina. Pembicaraan di sana awal bulan ini menghasilkan kerangka kerja untuk menciptakan “pemerintahan transisi, konstitusi baru dan pemilihan dalam waktu 18 bulan”.
Tapi tidak ada kesepakatan tentang nasib Asad, yang oposisi menginginkan Asad untuk pergi, tapi sekutu seperti Iran dan Rusia mengatakan Asad harus diperbolehkan untuk mengikuti pemilihan baru “jika dia ingin”.
Asad sendiri dengan penuh percaya diri mengatakan bahwa itu adalah “haknya” untuk ikut pemilihan baru atau tidak.
“Tergantung pada bagaimana perasaan saya mengenai rakyat Suriah. Maksud saya, apakah mereka menginginkan saya atau tidak,” ujarnya dengan penuh percaya diri seolah rakyat Suriah yang ia bombardir setiap harinya masih akan memilihnya sebagai pemimpin Suriah di masa mendatang.
Rezim Nushairiyah pimpinan Asad menganggap semua orang yang menentang rezimnya adalah “teroris” dan telah membingkai konflik yang dimulai dengan demonstrasi anti-pemerintah pada Maret 2011 sebagai “perang melawan teror”. (haninmazaya/arrahmah.com)