MOSKOW (Arrahmah.id) – Istri presiden Suriah terguling Bashar al-Assad menderita leukemia parah dan diperkirakan hanya memiliki peluang bertahan hidup lima puluh persen, menurut laporan media.
Asma al-Assad diasingkan untuk “menghindari infeksi” dan dilarang berbagi kamar dengan orang lain, menurut laporan surat kabar Inggris Daily Telegraph.
Leukemianya kembali setelah masa remisi, kata harian itu.
Keluarga Assad mencari perlindungan di Moskow awal bulan ini setelah serangan mendadak oposisi berhasil merebut ibu kota Suriah, Damaskus, pada 8 Desember.
Asma, yang lahir di London pada 1975, dilaporkan melakukan perjalanan ke Rusia bersama anak-anaknya sebelum suaminya, dan dirawat oleh ayahnya, Fawaz Akhras – seorang ahli jantung berkebangsaan Inggris.
Pada Mei, kepresidenan Suriah mengungkapkan bahwa Asma, ibu negara saat itu, telah didiagnosis menderita leukemia akut, sejenis kanker yang menyerang sumsum tulang dan darah.
Ia menjalani perawatan kanker payudara dan mengumumkan pada 2019 bahwa ia bebas kanker setelah menjalani terapi selama setahun.
Laporan sebelumnya menunjukkan bahwa Asma frustrasi dengan pembatasan yang dikenakan padanya di Rusia dan berusaha menceraikan suaminya dan mencari perawatan medis di London.
Kremlin telah menepis klaim ini, sementara keluarga Assad tetap bungkam mengenai masalah ini.
Asma memiliki pengaruh besar dalam rezim brutal suaminya, mengendalikan aspek-aspek penting ekonomi termasuk sektor telekomunikasi dan organisasi amal besar.
David Lammy, Menteri Luar Negeri, mengatakan bahwa Asma tidak diterima kembali ke Inggris.
“Saya telah melihat laporan dalam beberapa hari terakhir tentang Asma Assad, yang berpotensi memegang kewarganegaraan Inggris dan mungkin mencoba memasuki negara kita. Saya ingin ada konfirmasi bahwa dia adalah individu yang dikenai sanksi dan tidak diterima di Inggris,” katanya kepada DPR setelah jatuhnya rezim Assad.
Perdana Menteri Sir Keir Starmer mengatakan “masih terlalu dini” untuk menentukan apakah Asma, yang memiliki kewarganegaraan ganda Inggris-Suriah, dapat dicabut kewarganegaraan Inggrisnya.
Pejabat senior Inggris baru-baru ini melakukan perjalanan ke Damaskus untuk bertemu dengan otoritas baru Suriah, yang dipimpin oleh kelompok Islam Ha’iah Tahrir Syam. (zarahamala/arrahmah.id)