DAMASKUS (Arrahmah.com) – Pemimpin rezim Nushairiyah Suriah, Bashar Asad, mengklaim keberadaan pangkalan angkatan laut dan udara Rusia di negaranya membantu melawan pengaruh kekuatan Barat di kawasan tersebut saat pertempuran untuk menghancurkan ‘pemberontak’ mereda.
Dalam wawancara dengan saluran TV Kementerian Pertahanan Rusia, Zvezda, pada peringatan lima tahun intervensi Moskow di Suriah yang mendukung rezim, Asad mengatakan dua pangkalan utama Rusia penting untuk melawan kehadiran militer Barat di wilayah tersebut, lansir Reuters (5/10/2020).
“Keseimbangan militer global ini membutuhkan peran Rusia, ini membutuhkan pangkalan (militer), kami mendapat keuntungan dari ini,” kata Asad, menambahkan Suriah membutuhkan kehadiran yang menurut komandan militernya untuk melawan dominasi Washington di wilayah tersebut.
Di samping pangkalan Hmeimim, tempat Rusia melancarkan serangan udara untuk mendukung Asad, Moskow juga mengontrol fasilitas angkatan laut Tartus di Suriah, satu-satunya pijakan angkatan laut di Mediterania, yang digunakan sejak zaman Uni Soviet.
Rusia melancarkan serangan udara di Suriah pada 2015 dan mulai memperkuat kehadiran militer permanennya pada 2017, menyusul kesepakatan dengan rezim di Damaskus.
Sebuah dokumen pemerintah Rusia yang diterbitkan Agustus lalu menunjukkan bahwa pihak berwenang Suriah telah setuju untuk memberi Rusia tambahan wilayah dan perairan pesisir untuk memperluas pangkalan udara militernya di Hmeimim.
Asad mengatakan tentaranya, sebelum intervensi militer Moskow, telah menghadapi “situasi berbahaya” dengan oposisi bersenjata yang secara langsung didanai dan diperlengkapi oleh Washington dan kekuatan Barat lainnya, bersama Arab Saudi dan Qatar berhasil merebut kota-kota utama.
Asad telah mampu dengan kekuatan udara besar Moskow dan dukungan milisi yang didukung Iran untuk mendapatkan kembali sebagian besar wilayah yang hilang dalam konflik selama satu dekade.
Washington dan pendukung oposisi Suriah mengatakan pemboman Rusia dan rezim Suriah di daerah yang dikuasai oposisi sama dengan kejahatan perang dan bertanggung jawab atas gelombang pengungsian dan kematian ribuan warga sipil.
Namun, Moskow dan Damaskus menyangkal pemboman tanpa pandang bulu terhadap warga sipil dan mengatakan mereka berjuang untuk membersihkan negara dari militan Islam. (haninmazaya/arrahmah.com)