DAMASKUS (Arrahmah.id) – Pemimpin rezim Suriah, Bashar Asad, yang telah dikucilkan dan dianggap sebagai “pariah” karena mengebom rakyatnya sendiri selama perang yang telah berlangsung selama 12 tahun, menggunakan bencana gempa bumi yang mematikan yang melanda negaranya untuk menarik hati sanubari para pemimpin yang bersimpati, dalam upaya untuk keluar dari keterasingannya di panggung internasional, para pengamat mengungkapkan.
Gempa bumi yang paling mematikan di dunia dalam beberapa dekade terakhir, dengan lebih dari 40.000 korban jiwa, digunakan oleh Damaskus untuk keluar dari isolasi internasionalnya, menurut Lina Khatib, direktur program Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House, lansir Al Arabiya (16/2/2023).
Ia mengatakan: “Tak lama setelah gempa bumi, reaksi publik rezim bukannya menyatakan belasungkawa kepada seluruh rakyat Suriah yang terkena dampak tragedi tersebut, melainkan menggunakan tokoh-tokoh kuncinya untuk mencoba meraih legitimasi de facto di panggung internasional bagi Asad.”
“Presiden Bashar Asad telah mengeksploitasi simpati terhadap para korban gempa bumi Suriah untuk menyerukan pencabutan sanksi-sanksi Barat dan diakhirinya isolasi internasionalnya,” tulis Francesco Siccardi, manajer program senior dan analis riset senior di Carnegie Europe.
Asad menjadi pusat perhatian internasional dengan mengalirnya pesan-pesan dukungan dan solidaritas, janji bantuan dan paket-paket bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan senilai puluhan juta dolar.
PBB memperkirakan jumlah korban tewas sekitar 6.000 orang di seluruh Suriah, termasuk 4.400 kematian yang dilaporkan di daerah-daerah yang dikuasai oposisi di bagian barat laut.
Badan ini juga memperkirakan bahwa gempa berkekuatan 7,8 skala Richter tersebut berdampak pada sekitar 9 juta warga Suriah dan telah meluncurkan sebuah permohonan senilai 397 juta dolar AS untuk membantu para korban gempa. Badan pengungsi PBB mengatakan bahwa hampir 5,3 juta orang mungkin kehilangan tempat tinggal akibat gempa tersebut.
Namun, terlepas dari skala besar bencana yang dialami negara yang dilanda perang ini, rezim Asad lebih mementingkan bagaimana cara terbaik untuk menggunakan bencana ini untuk membuat langkah diplomatik dalam mencapai legitimasi bagi rezimnya. Sebuah rezim yang dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat karena melakukan serangan gas klorin terhadap warga sipil.
Khatib menambahkan: “Prioritas untuk menyoroti keterlibatan para pemimpin internasional dan regional merupakan indikasi dari pandangan Asad terhadap bencana gempa bumi ini sebagai sebuah kesempatan untuk menampilkan dirinya di tingkat internasional dan nasional sebagai pemimpin Suriah yang sah.”
Kata Siccardi: “Assad sedang menghitung setiap langkah untuk memaksimalkan keuntungannya dan menjauh dari statusnya sebagai pariah internasional. Asad akan membuat konsesi yang ia anggap tepat dalam hal ini.”
Tanggapan di dunia Arab
Asad menerima telepon dari para pemimpin dunia Arab, kunjungan dari para diplomat tinggi mereka dan menerima paket bantuan dari mereka. Ia mengatakan: “Rakyat Suriah menyambut baik dan akan terlibat dengan sikap positif terhadap mereka, terutama dari saudara-saudara Arab kami.”
Asad menerima telepon dari Raja Yordania Abdullah II, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, dan Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa.
Ia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi di Damaskus pada Rabu (15/2). Safadi adalah diplomat tinggi Arab kedua yang mengunjungi Suriah setelah Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Abdullah bin Zayed pada awal pekan ini.
Arab Saudi mengirimkan sebuah pesawat yang membawa bantuan kemanusiaan dan pasokan ke Suriah pada Selasa, yang mendarat di Aleppo.
UEA memberikan paket bantuan senilai 50 juta dolar AS di atas 13,6 juta dolar AS yang diumumkan pada hari terjadinya gempa bumi, di samping tim bantuan dan sukarelawan, serta membangun sebuah jembatan udara kemanusiaan untuk mengangkut bantuan kepada para korban gempa di Suriah.
Asad mengatakan pada Kamis dalam pidato pertamanya yang disiarkan di televisi sejak gempa melanda: “Kami akan lalai jika kami tidak berterima kasih kepada semua negara yang telah mendukung kami sejak awal bencana, termasuk saudara-saudara Arab dan teman-teman kami. Bantuan barang dan bantuan lapangan mereka memiliki dampak yang sangat besar dalam memperkuat kemampuan kami untuk menghadapi kondisi yang sulit selama jam-jam kritis.” (haninmazaya/arrahmah.id)