WASHINGTON (Arrahmah.com) – Amerika Serikat mengatakan bukti baru dan hasil analisis serpihan senjata yang digunakan dalam serangan terhadap fasilitas minyak Saudi pada 14 September menunjukkan kemungkinan serangan itu datang dari utara, memperkuat penilaian sebelumnya bahwa Iran berada di belakangnya, lapor Reuters, Jumat (20/12/2019).
Dalam laporan sementara penyelidikan yang dipresentasikan di Dewan Keamanan PBB Kamis (19/12), Washington menilai bahwa sebelum mencapai targetnya, salah satu drone melintasi lokasi sekitar 200 km ke barat laut situs serangan.
“Ini, dalam kombinasi dengan jangkauan maksimum 900 kilometer dari Unmanned Aerial Vehicle (UAV), menunjukkan kemungkinan besar bahwa serangan itu berasal dari utara Abqaiq,” kata laporan sementara, merujuk pada lokasi salah satu fasilitas minyak Saudi yang menjadi target.
Ditambahkannya, Amerika Serikat telah mengidentifikasi beberapa kesamaan antara drone yang digunakan dalam serangan itu dan pesawat tak berawak rancangan Iran yang dikenal sebagai IRN-05 UAV.
Namun, laporan itu mencatat bahwa analisis puing senjata tidak secara pasti mengungkapkan asal mula penyerangan yang awalnya meruntuhkan setengah dari produksi minyak Arab Saudi.
“Pada saat ini, Komunitas Intelijen AS belum mengidentifikasi setiap informasi dari sistem senjata yang digunakan dalam serangan 14 September di Arab Saudi yang secara definitif mengungkapkan asal serangan,” katanya.
Sejak awal, Amerika Serikat, kekuatan Eropa, dan Arab Saudi menyalahkan serangan 14 September terhadap Iran. Kelompok Houtsi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, dan Iran, yang mendukung kelompok Houtsi, membantah terlibat.
“Kerusakan di fasilitas minyak menunjukkan bahwa serangan itu datang dari utara, bukan dari selatan, seperti yang anda perkirakan jika Houtsi yang bertanggung jawab,” Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft mengatakan kepada Dewan Keamanan.
Kepala urusan politik PBB Rosemary DiCarlo menekankan kepada dewan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa masih mengkaji komponen dan mengumpulkan serta menganalisis informasi tambahan mengenai rudal tersebut.
Sementara itu, Duta Besar Iran di PBB, Majid Takht Ravanchi, berbicara kepada Dewan Keamanan dan dengan tegas menolak tuduhan terhadap Teheran atas serangan terhadap fasilitas minyak Saudi. Dia menggambarkan sanksi AS terhadap Iran sebagai “terorisme ekonomi” dan mengatakan bahwa “Iran tidak bernegosiasi di bawah ancaman pedang.”
Presiden AS Donald Trump tahun lalu menarik diri dari kesepakatan nuklir tahun 2015 antara kekuatan-kekuatan dunia dan Iran, serta memberlakukan kembali sanksi terhadap Teheran dengan tujuan mencekik penjualan minyak mentah yang menjadi sumber utama pendapatan Republik Islam itu.
Sebagai bagian dari kampanye ‘tekanan maksimum’, Washington juga telah memberi sanksi kepada puluhan entitas, perusahaan, dan individu Iran untuk memangkas pendapatan Teheran, suatu langkah yang menurut sejumlah analis mungkin telah memaksa Iran untuk bertindak lebih agresif. (Althaf/arrahmah.com)