KYIV (Arrahmah.id) – AS menutup kedutaannya di ibu kota Ukraina, Kyiv, dan merelokasi operasi ke kota barat Lviv karena “percepatan dramatis dalam penumpukan pasukan Rusia,” kata Departemen Luar Negeri pada Senin (14/2/2022).
“Kedutaan akan tetap terlibat dengan pemerintah Ukraina, mengoordinasikan keterlibatan diplomatik di Ukraina. Kami juga melanjutkan upaya diplomatik intensif kami untuk mengurangi krisis. Tindakan pencegahan yang bijaksana ini sama sekali tidak merusak dukungan kami atau komitmen kami terhadap Ukraina,” kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken dalam sebuah pernyataan, seperti dilaporkan Al Arabiya.
Dia menambahkan bahwa upaya diplomatik untuk mengurangi ketegangan dengan Rusia sedang berlangsung dan menyerukan solusi diplomatik.
Sementara itu, diplomat top AS kembali mengulangi peringatan Washington kepada warga Amerika untuk segera meninggalkan Ukraina.
Departemen Luar Negeri memerintahkan penghancuran peralatan jaringan dan komputer dan pembongkaran sistem telepon kedutaan Kyiv, Wall Street Journal melaporkan mengutip pejabat AS yang mengetahui masalah tersebut.
Sekutu AS dan Barat tetap gelisah karena pejabat tinggi telah memperingatkan bahwa Rusia berada dalam posisi untuk menyerang Ukraina setiap saat.
Washington melaporkan bahwa Rusia telah mengumpulkan lebih dari 100.000 tentara di perbatasan Ukraina, mengelilingi negara itu dari tiga sisi.
Barat telah mengancam Moskow dengan sanksi luas jika menyerang Kyiv.
Ditanya tentang langkah Kedutaan, Juru Bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan kepada wartawan bahwa keputusan itu dibuat berdasarkan apa yang Washington “lihat di lapangan dengan mata kepala sendiri.”
Price mengatakan bahwa Polisi Garda Nasional Ukraina akan menjaga Kedutaan Besar AS dan bahwa AS akan kembali ketika keadaan “aman untuk melakukannya.”
Sebelumnya pada hari itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan kepada Vladimir Putin bahwa Moskow harus mengadakan lebih banyak pembicaraan dengan Washington dan sekutunya sebagai tanda bahwa de-eskalasi mungkin terjadi.
Namun Price mengatakan AS telah melihat “tidak ada tanda-tanda nyata de-eskalasi” di sepanjang perbatasan antara Rusia dan Ukraina. Dia menambahkan: “Kami percaya bahwa diplomasi terus berlanjut.”
Pentagon juga mengatakan bahwa Menteri Pertahanan Lloyd Austin sedang menuju ke Eropa di tengah agresi Rusia. Austin akan mengunjungi Belgia, Polandia dan Lithuania, di mana ia akan bertemu dengan pasukan AS yang dikerahkan ke wilayah tersebut serta mengunjungi markas NATO.
Sekretaris Pers Pentagon John Kirby mengatakan mereka masih tidak percaya bahwa presiden Rusia telah membuat keputusan akhir tentang apakah akan menyerang.
“Aksi militer bisa terjadi kapan saja,” kata Kirby. “Sangat mungkin dia [Putin] bisa bergerak dengan sedikit atau tanpa peringatan.” (haninmazaya/arrahmah.id)