WASHINGTON (Arrahmah.com) – Amerika Serikat menolak permintaan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh untuk memiliki jaminan keamanan dari AS, Uni Eropa dan negara-negara Teluk jika dia mundur.
Juru bicara kementerian luar negeri AS, Mark Toner, pada Kamis (20/10/2011) mengatakan bahwa Washington tidak berniat memberikan jaminan yang diminta oleh Saleh dan bahwa masalah sebenarnya adalah penolakan terus menerus presiden Yaman untuk menandatangani kesepakatan yang diperantarai Teluk untuk menyerahkan kekuasaan Saleh di negara yang kini bergejolak.
Sebelumnya, Pemimpin Yaman mengatakan bahwa ia bersedia menyerahkan kekuasaan dalam beberapa hari, tapi tidak memberikan waktu konkrit atau jadwal kapan ia bersedia mundur.
Saleh sebelumnya sudah beberapa kali menyepakati sebuah kesepakatan yang didukung AS untuk menyerahkan kekuasaan, namun pada menit terakhir ia malah menolak untuk menandatangani perjanjian tersebut.
Saleh masih berhasil menggenggam kekuasaan meskipun telah terjadi protes selama delapan bulan yang menyerukan agar ia mundur.
Sementara itu, Saleh mengatakan bahwa tuntutan kekuatan oposisi padanya untuk mundur adalah meniru pemberontakan yang tengah populer di luar negeri.
“Mereka tidak memiliki budaya mereka sendiri,” kata Saleh dalam pidato televisi, merujuk pada lawan-lawannya.
Dia bahkan menuduh oposisi Yaman menggunakan kaum muda sebagai tameng manusia dalam protes anti-pemerintah untuk “menarik media dan mengatakan bahwa rezim Saleh adalah otokratis.”
“Pada awalnya, mereka ingin mencabut keluarga Saleh. Sekarang, mereka ingin mencabut rezim keseluruhan,” tambahnya.
“Di mana mereka ingin saya pergi? Di sini di negara tempat saya lahir, dibesarkan, menjadi tentara dan berkuasa,” katanya.
Dewan Keamanan PBB diharapkan membuat keputusan pekan ini mengenai resolusi untuk “mengutuk” pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah Yaman. Rancangan resolusi, yang tersebut berisi desakan pada Saleh untuk “segera menandatangani dan melaksanakan” perjanjian yang ditengahi oleh enam negara GCC.
Setidaknya 34 orang telah tewas dalam empat hari terakhir, termasuk enam pada hari Selasa, dalam tindakan keras represif. Selain itu, setidaknya 861 orang telah tewas dan 25.000 terluka sejak protes pertama meletus, menurut sebuah laporan dari gerakan pemuda Yaman yang dikirim ke PBB awal bulan ini. (rasularasy/arrahmah.com)