SURIAH (Arrahmah.com) – Proyek pelatihan pejuang Suriah moderat oleh AS ternyata benar-benar kegagalan besar. Hal itu terbukti dengan laporan yang menyebutkan bahwa kelompok pejuang Suriah alumni pelatihan Pentagon telah mengkhianati AS, bahkan menyerahkan senjata mereka ke Jabhah Nushrah segera setelah memasuki Suriah, sebagaimana dilansir Telegraph, Senin (25/9/2015).
Pejuang Suriah rekrutan Pentagon telah mengkhianati Amerika dan menyerahkan senjata mereka kepada Jabhah Nushrah di Suriah segera setelah mereka masuk kembali negara itu, demikian kutip Middle East Update.
Pejuang Divisi 30, kelompok pejuang oposisi “moderat” yang didukung oleh Amerika Serikat, menyerah kepada Jabhah Nushrah, ungkap beberapa media pada Senin malam (21/9). Divisi 30 adalah faksi pertama yang lulus dari program pelatihan yang dipimpin AS di Turki yang bertujuan untuk membangun kekuatan di Suriah untuk melawan ISIS.
Pernyataan terkait kegagalan AS itu diposting oleh seorang netizen pria pada Twitter yang menyebut dirinya Abu Fahd Al-Tunisi, anggota dari Jabhah Nushrah, “Sebuah tamparan hebat untuk Amerika … kelompok baru dari Divisi 30 yang masuk kemarin menyerahkan semua senjata untuk Jabhah Nushrah setelah diberikan akses melintas yang aman.”
“Mereka menyerahkan senjata dengan jumlah yang sangat besar, amunisi, persenjataan menengah dan sejumlah pick-up,” lanjutnya.
Abu Khattab Al-Maqdisi, yang juga anggota Jabhah Nushrah, menambahkan dalam twit-nya bahwa komandan Divisi 30, Anas Ibrahim Obaid, telah menjelaskan kepada pemimpin Jabhah Nushrah bahwa ia telah menipu koalisi dengan menyatakan bahwa ia membutuhkan senjata. “Dia berjanji akan mengeluarkan pernyataan … untuk mengingkari Divisi 30, koalisi, dan mereka yang melatihnya”.
“Dan dia juga memberikan sejumlah besar senjata ke Jabhah Nushrah,” jelasnya.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), sebuah kelompok pemantau kemanusiaan, melaporkan bahwa tujuh puluh lima pejuang Divisi 30 telah menyeberang ke Suriah dari Turki pada Selasa (22/9) dengan 12 kendaraan roda empat yang dilengkapi senapan mesin dan amunisi.
Komando Sentral AS mengonfirmasikan, sekitar 70 pejuang rekrutan dari Suriah yang dilatih dan dipersenjatai telah memasuki Suriah dengan senjata dan peralatan tempur. Mereka beroperasi sebagai Pasukan Suriah Baru bersama pasukan Kurdi Suriah, Sunni Arab dan kelompok anti-ISIS lainnya.
Pengkhianatan ini adalah bencana terbaru, dan akan menjadi bencana kedua yang menimpa program AS ini. Bulan lalu, setelah kelompok pertama pejuang Divisi 30 memasuki Suriah, kelompok itu diserang dan dihabisi oleh Jabhah Nushrah, yang menyerbu kantor pusat dan menculik sejumlah anggotanya.
Pada akhir pekan, kepala staf kelompok Divisi 30 juga mengundurkan diri, mengatakan program pelatihan itu “tidak serius”. Dalam pernyataan itu, Letnan Kolonel Mohammad Al-Dhaher mengeluhkan kurangnya jumlah peserta dan pejuang, pasokan tidak memadai, dan bahkan kurangnya akurasi dan metode dalam pemilihan kader Divisi 30.
Menurut perkembangan terbaru kini terjadi banyak cemoohan dan kritik atas Program 500 juta dolar AS (£ 320 juta) itu, yang bertujuan untuk menempa kekuatan 5.400 pejuang moderat untuk memerangi ISIS.
Menurut ALN, Sejak awal, program ini memang telah bermasalah, dengan rekrutan yang mengeluhkan proses pemeriksaan yang melelahkan. Titik terbesar perdebatan adalah bahwa mereka hanya diperbolehkan untuk melawan ISIS, bukan rezim Asad, yang merupakan musuh utama bagi sebagian besar kelompok oposisi.
Rabu lalu (23/9), Jenderal Lloyd Austin, kepala Komando Sentral AS, mengejutkan pemimpin Senat AS dalam komite layanan bersenjata ketika dia mengatakan hanya ada segelintir lulusan Program yang masih berjuang di dalam wilayah Suriah. “Kita bicara empat atau lima (orang),” katanya. (adibahasan/arrahmah.com)