XINJIANG (Arrahmah.id) – Amerika Serikat pada Selasa (24/5/2022) mengatakan bahwa pihaknya “tercengang” dengan foto-foto “mengejutkan” yang menjadi bukti dari dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas di Cina terhadap minoritas Muslim Uighur dan minoritas Muslim lainnya.
“Pelaporan baru ini semakin menambah bukti yang memberatkan tentang kekejaman RRT di Xinjiang,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price kepada wartawan, merujuk pada pemerintah Cina.
“Meskipun kesadaran publik meningkat dan seruan yang kuat untuk akuntabilitas, pemerintah RRC terus menyangkal melakukan kesalahan. Kami sangat prihatin dengan kegagalan RRT untuk mengakui dan menghentikan kekejaman ini dan untuk secara transparan mengatasi masalah yang diangkat oleh komunitas internasional, ” paparnya, seperti dilansir Daily Sabah.
Price lebih lanjut meminta Beijing untuk segera membebaskan “semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang,” dan untuk lebih lanjut “mengakhiri penahanan massal, penyiksaan, sterilisasi paksa dan penggunaan kerja paksa.”
Foto-foto yang diungkapkan oleh investigasi BBC menunjukkan bahwa Cina memiliki “sistem penahanan massal yang sangat rahasia di Xinjiang, serta kebijakan tembak-menembak bagi mereka yang mencoba melarikan diri,” lapor penyiar publik Inggris.
Lebih dari 5.000 foto dilaporkan dikumpulkan selama peretasan ke jaringan digital kepolisian Xinjiang. Gambar-gambar itu kemudian dikirim ke BBC, yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk memverifikasinya sebelum dirilis pada Selasa (24/5).
Cina membantah laporan dan bukti foto, mengklaim itu adalah “disinformasi.”
“Menyedihkan bagi media, yang bersekongkol dengan penyebar rumor terkenal, untuk sekali lagi menyebarkan disinformasi tentang Xinjiang,” klaim Duta Besar Cina untuk Inggris Zheng Zeguang.
Setidaknya 1 juta orang Uighur diperkirakan ditahan tanpa persetujuan dalam apa yang disebut Cina sebagai “pusat pelatihan kejuruan.” Tetapi para kritikus mengatakan tempat-tempat itu merupakan tempat indoktrinasi, pelecehan dan penyiksaan.
AS menuduh Cina melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan atas tindakannya terhadap Uighur dan minoritas Muslim lainnya. Meskipun semakin banyak bukti yang terungkap, namun Beijing tetap membantah melakukan kesalahan dan menyangkal tuduhan itu sebagai “kebohongan dan sebuah virus politik.” (rafa/arrahmah.id)