WASHINGTON (Arrahmah.com) – Amerika Serikat telah menawarkan kepada India versi bersenjata dari drone Guardian yang semula resmi untuk dijual tanpa senjata untuk tujuan pengawasan, seorang pejabat senior AS dan sumber industri mengatakan kepada Reuters, Kamis (19/7/2018).
Jika kesepakatan itu berhasil, maka ini akan menjadi pertama kalinya Washington menjual drone bersenjata besar ke negara di luar aliansi NATO.
Kehadiran drone ini juga akan menjadi yang pertama di wilayah Hindustan, di mana ketegangan antara India dan Pakistan melonjak tinggi.
Pada bulan April, pemerintahan Presiden Donald Trump meluncurkan perombakan kebijakan ekspor senjata AS yang ditujukan untuk memperluas penjualan kepada sekutu, dengan mengatakan akan meningkatkan industri pertahanan Amerika dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri.
Rencananya termasuk kebijakan ekspor drone baru yang memungkinkan drone mematikan yang dapat menembakkan rudal, dan memantau drone dari semua ukuran, untuk lebih banyak tersedia bagi para sekutu.
Salah satu hambatan administratif untuk kesepakatan itu adalah bahwa Washington mengharuskan India untuk mendaftar ke dalam kerangka komunikasi yang dikhawatirkan New Delhi akan terlalu mengganggu, kata pejabat AS.
Drone itu ada dalam agenda pada pertemuan yang dibatalkan antara menteri pertahanan India dan AS yang ditetapkan bulan ini, kata sumber tersebut. Pertemuan tingkat atas sekarang diperkirakan akan berlangsung pada bulan September.
Juni lalu, General Atomics mengatakan pemerintah AS telah menyetujui penjualan varian angkatan laut pesawat tak berawak.
India sendiri telah mendiskusikan untuk membeli 22 dari pesawat pengintai tak bersenjata, MQ-9B Guardian, senilai lebih dari $ 2 miliar dalam rangka mengawasi Samudra Hindia.
Selain berpotensi termasuk versi drone bersenjata, sumber mengatakan jumlah pesawat juga berubah.
Sumber pertahanan India mengatakan militer menginginkan pesawat tidak hanya untuk pengawasan tetapi juga untuk dapat memburu target di darat dan laut.
Biaya dan integrasi sistem persenjataan masih menjadi masalah, begitu pula persetujuan India terhadap Kesesuaian Komunikasi dan Perjanjian Keamanan (COMCASA) yang ditegaskan Washington sebagai syarat untuk mengoperasikan sistem pertahanan.
India, menurut sumber militer, telah melepaskan penentangannya terhadap perjanjian itu setelah mendapat jaminan dari Amerika Serikat bahwa alat perang tersebut akan berlaku terutama untuk sistem persenjataan yang dibeli AS seperti pesawat tempur dan pesawat tak berawak dan bukan untuk peralatan asal Rusia yang besar dengan militer India.
Produsen pesawat tak berawak AS, menghadapi persaingan yang meningkat di luar negeri, terutama dari saingannya Cina dan ‘Israel’ yang sering menjual di bawah pembatasan yang lebih ringan. Para produsen ini telah melobi keras agar terjadi perubahan dalam aturan ekspor AS.
MTCR – pakta pengendalian rudal 1987 yang ditandatangani oleh Amerika Serikat dan 34 negara lainnya – masih akan memerlukan kontrol ekspor yang ketat pada drone Predator, yang digolongkan sebagai Kategori 1 (memiliki muatan lebih dari 1.100 pound).
Namun, administrasi Trump berusaha untuk menegosiasikan kembali perjanjian MTCR untuk akhirnya mempermudah ekspor drone bersenjata yang lebih besar.
Kepala Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Pentagon (DSCA) mengatakan kepada Reuters di Farnborough Airshow bahwa dia tidak dapat mengomentari setiap transaksi yang tertunda yang belum diberitahukan kepada Kongres. (Althaf/arrahmah.com)